Cerpen Mampir Karya Maria N Pakpahan
ilustrasi --Minanews.net
“Setiap aku disakiti, aku menganggap itu karma dari ibuku. Biarinkan aku yang merasakan, ibuku jangan,” Auryn tertawa dan mengusap air mata dengan kedua tangannya. Ia akan selalu tertawa setelah tak sengaja menangis di depan orang lain agar tidak canggung.
“Kamu keren sekali, Auryn.“
Auryn hanya tertawa dan kembali diam. “Aku takut kehilangan, tapi di sisi lain aku merasa pantas untuk ditinggal.“ katanya dalam hati.
---
Kini Auryn sedang duduk bersandar di ranjangnya, berkutat dengan tugas-tugas di laptop yang berada di atas pangkuannya. Tiba-tiba ia di kejutkan dengan suara pintu kamar yang di buka dengan begitu kasarnya.
Brak! ceklek. Matanya membulat melihat ibunya yang kini sedang mengunci pintu kamarnya, dia meletakkan laptopnya ke nakas lalu turun dari ranjang menghampiri ibunya dengan perasaan was-was. "Ibu, ada apa?" tanya Auryn.
"Sini kau!" geram ibunya lalu menyeret tubuh Auryn, mendorongnya hingga terbentur dinding dan membuat sang empu meringis. "Apa yang kau katakan kepada ayah kau, hah?!” bentak ibunya seraya menarik kuat rambut Auryn yang tergerai.
Auryn meringis pelan seraya memegang tangan ibunya yang sedang menjambak rambutnya. "Ibu, sakitt. Aku tak mengatakan apa-apa, bu." Ibunya menyeringai lalu meraih vas bunga yang ada di meja sampingnya, melemparkan vas itu ke dinding tepat di sebelah kepala Auryn membuat gadis itu langsung terkejut.
Prang! Pecahan beling dari vas bunga itu kini sudah berserakan di sekitar tubuhnya, badan Auryn bergetar hebat melihat hal gila yang baru saja di lakukan oleh ibunya di depan matanya sendiri. “Apa yang kau katakan kepada ayah kau, Auryn?!” bentak ibunya lebih keras membuat Auryn berjengit kaget. Ibunya yang semula berlutut kini berdiri, mendekati nakas Auryn lalu menghempaskan segala sesuatu yang ada di sana. Sehingga gelas yang semula utuh kini menjadi kepingan di lantai, lalu jam bekker yang semula baik-baik saja kini sudah tak terbentuk.
Auryn memejamkan matanya, kedua tangannya di gunakan untuk menutup telinganya. Kepalanya berdengung, tubuhnya semakin bergetar sampai bibirnya kini sudah pucat pasi. Auryn sangat ketakutan saat melihat ibunya kesetanan, meskipun dia selalu berpura- pura menjadi pemberani. Namun di balik itu semua dia sungguh sangat ketakutan.
“Ibu jangan, Auryn takut," lirih gadis itu sembari terisak. Dia trauma dengan kemarahan ibunya yang seperti ini, karena dulu dia pernah menjadi sasaran dari ibunya hingga masuk ke rumah sakit sebab kepalanya di benturkan ke dinding dengan keras.
Namun, Auryn mengatakan kepada ayahnya bahwa itu hanyalah sebuah kecelakaan, itu semua dikarenakan Auryn yang selalu di ancam oleh ibunya agar tak membeberkan semua kebejatan dari sang ibu kepada ayahnya. Ibunya menyeringai seperti iblis, dia melepaskan sabuk pinggangnya lalu berjalan mendekati Auryn yang mash terduduk di lantai.
Plak!
Plak!
Dua pukulan keras sudah mendarat dengan mulus di kedua lengan Auryn. Kini dia menekuk lututnya di hadapan Auryn lalu mencengkeram dagu gadis itu, membuat kepalanya terdongak dengan paksa. "Kau yakin tak mengatakan apa-apa dengan ayah kau?" tanya ibunya dengan penuh penekanan.
Sumber: