Cerpen Mampir Karya Maria N Pakpahan

Cerpen Mampir Karya Maria N Pakpahan

ilustrasi --Minanews.net

Lukisan mereka telah selesai beberapa waktu lalu, dan selagi menyaksikan matahari yang sebentar lagi akan terbenam, mereka berselonjor kaki untuk merilekskan otot yang selama satu jam kebelakang sudah bekerja keras. Warna langit yang tadinya biru dengan sentuhan oranye berubah menjadi oranye dengan kecupan merah muda.

“Jadi, kau melukis sebagai hobi?” tanya Auryn. Laki-laki disebelahnya mengangguk sebagai jawaban dan mulai bercerita mengenai kisah awal mula ia jatuh cinta pada aktivitas melukis.

“Sama seperti kamu, dulu saya juga pernah hopeless (putus asa) sampai butuh pelarian. Bedanya pelarian saya bukan tempat, tapi hobi. Melukis mengalihkan perhatian saya dari pikiran saya sendiri, yang mengerikan, tapi semakin lama saya sadar bahwa saya benar-benar suka melakukannya. Saya akhirnya menemukan kegembiraan hidup kembali melalui melukis.”
Auryn tersenyum saat mendengar kalimat terakhir yang keluar dari mulut Jan. Itu semua membuatnya berharap bahwa suatu hari, ia akan dapat bersinar sendiri lagi. “Auryn, what’s your story (apa ceritamu)?” tanya Jan yang memberi penegasan pada kata your. “Silahkan jika kamu ingin bercerita, I’m all ears (aku mendengarkan).”

Lalu ceritapun dimulai, Auryn benar-benar menceritakan semuanya. Ya, semua. Entah apa yang membuat Auryn menjadi sangat terbuka dengan Jan. Padahal sejak dulu ia tak pernah sekalipun menceritakan kisah-kisahnya kepada seorangpun. Sekarang apa ini? mengapa Auryn menjadi seterbuka ini? sebenarnya apa faktornya? apa alasannya?
Hari ini mereka telah menghabiskan waktu untuk bertukar cerita hingga langit menggelap. Sebelum beranjak, Auryn tertawa kecil atas percakapan yang mereka tukar. “Lihatlah, kita begitu terbuka tentang masalah hidup kita, bahkan pada saat kita tak mengetahui warna favorit satu sama lain.”

“Oh ya? warna favorit? kurasa tidak.” Sahut Jan. “Aku mengetahui warna favoritmu, Auryn. Aku mengetahuinya.” Lagi-lagi dekik manisnya menampakkan diri.

“Beige, right? (putih kuam, kan)” Tebak Jan dengan tepat. (Putih kuam merupakan suatu warna yang dijelaskan sebagai suatu warna cokelat pasir kekuningan pucat, sawo matang kelabu, Cokelat kekuningan kelabu terang, atau cokelat pucat hingga kelabu.)

Auryn terkejut mendengarnya. “Bagaimana dia bisa tahu?” ucapnya dalam hati. “Kau tahu darimana?” tanyanya penasaran kepada Jan.
“Sejak dulu, apapun yang bersangkutan denganmu, selalu membuat saya penasaran, Auryn. Hanya saja, dulu saya tak memiliki cukup keberanian untuk sekedar.. menyapamu. Haha. Cemen sekali bukan? tapi disaat saya mendengar bahwa kamu akan melanjutkan sekolahmu di Jerman, saya merasa ini adalah kesempatan yang amat besar bagi saya, dan saya tak ingin lagi menyia-nyiakannya.”

“Hal termudah yang pernah saya lakukan adalah memilih kamu, Auryn.

Saya tahu ini terdengar konyol, betapa dari sejuta hal indah, saya tertarik pada kamu. Bayangkan diri kamu adalah bunga. Akar yang begitu dalam bahkan badai tidak dapat mengangkatmu dari tanah, daun yang paling indah di kala angin datang, dan saya tidak keberatan bahwa kamu tidak selalu mekar. Kamu terbuka saat kamu siap. Bagaimanapun, saya selalu tahu saya akan mencintaimu. Kamu begitu membumi sehingga kamu menertawakan gravitasi karena menganggapnya menahan kamu. Kamu melihat ke arah matahari karena kamu tahu begitulah cara kamu tumbuh.”
Perkataan Jan seperti biasa, selalu saja manis. Auryn mematung karenanya, ia mencerna apa yang sedang terjadi saat ini, degup jantung Auryn tiba tiba saja berdetak sedikit lebih cepat. Auryn hanya dapat terdiam, tak tahu harus merespon apa. Ada hal baru yang Auryn sadari saat ini. Sepertinya.. ia mulai menyukai Jan, dan fakta bahwa Jan telah menyukainya sedari lama membuat perasaannya begitu senang tak karuan.

1 minggu kemudian — Senin

Hari-hari terus berlalu, setiap pulang sekolah, hariku selalu dilengkapi dengan kehadiran Jan. Kami mengunjungi banyak tempat-tempat di Hamburg minggu ini.

Dimulai dari hari Selasa yang lalu, kami memutuskan untuk makan malam di Café Par Ici, lalu menuju ke Landungsbrucken, dimana Landungsbrucken adalah pelabuhan yang memiliki beberapa toko-toko souvenir. Transportasi Hamburg tidak terlalu ramai, orang-orang memilih untuk berjalan kaki, begitupun dengan kami.

Rabu, kami pergi ke Miniatur Wunderland. Lokasi Miniatur Wunderland dimulai di lantai 1 dari lantai dasar, karena di Jerman lantai dasar adalah Erdgeschoss dengan simbol E, bukan lantai 1. Tiketnya seharga 30 euro untuk kami berdua. Kami memasuki Miniatur Wunderland dengan raut kagum. Miniatur Wunderland bisa dikatakan sebagai diorama miniatur dengan ukuran set yang sangat luas dan bangunan-bangunan kecil yang menarik perhatian mata untuk dilihat.

Kamis, kami mengunjungi The Hamburg Love Lock Bridge di Jungfersteig. Seperti namanya, disana terdapat jembatan yang digantungi dengan padlock yang sudah diberi nama.

Jumat, kami pergi ke Tierpark und tropen Aquarium di Hagenbeck. Melihat banyak ikan-ikan lucu yang berenang, sungguh membuatku sangat gembira. Aku harus berkunjung ke tempat ini lagi nanti.

Sumber: