Tokoh Inspirasi, H Syofwatillah Mohzaib, Juragan Komik ke Senayan Berkat Alquran

Tokoh Inspirasi, H Syofwatillah Mohzaib, Juragan Komik ke Senayan Berkat Alquran

Syofwatillah adalah penggagas pembuatan Alquran raksasa Al Akbar di Gandus.-ist-

Penggagas Alquran Terbesar di dunia abad ini sebuah karya monumental yang kelak menorehkan sejarah bangsa ini, khususnya umat Islam.  

Opat  anak bungsu dari delapan bersaudara empat laki-laki dan empat perempuan dari pasangan H Mohammad Zaini Bahnan asal Palembang dan Hj Sufroh Sarbini asal Serang. Opat bukanlah berasal dari keluarga yang serba berkecukupan. Sewaktu mengandung Opat, Sufroh sedang berada di Palembang, mengikuti jejak perniagaan sang suami.  

Zaini memang kerap mondar-mandir Serang-Palembang demi kelangsungan usaha dagangnya. Barangkali, perpaduan antara darah Palembang dan Banten inilah yang mengalir dalam diri Syofwatillah. Dua daerah yang pada masa lalu menjadi pusat kejayaan dan syiar Islam di Nusantara.

Dikisahkan, semasa mengandung Opat, ibunya selalu rajin membaca Alquran. Ia juga selalu rutin membaca kitab Dala’ilul Khairat, yaitu kitab klasik warisan ulama besar di dunia Islam, yang biasa dilagamkan di pengajian-pengajian tradisional.

BACA JUGA: Tokoh Inspirasi Sri Rahayu Suroso, Pemilik Carissa, Pribadi Unggul SDM Pemenang

Bagi sebagian santri, tentu kitab Dala’il ini tak asing lagi. Kitab ini bercerita seputar sirah perjalanan Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabatnya.

Nah, dalam salah satu bait kitab Dala’il itulah tertera nama “Shofwatullah” yang kemudian menginspirasi Zaini-Sufroh untuk memberi nama anak bungsunya itu “Syofwatillah” yang berarti “Pilihan Allah”.

Kalau dilihat dari sisi kaidah bahasa Arab, pelafalan antara “Shofwatillah” dan “Shofwatullah”, tidak berpengaruh atau mengubah maknanya.
Uniknya, belum genap berusia lima tahun, Opat telah terdaftar menjadi siswa SD. Tetapi sayang, masa belajar Opat di SD tersebut tak bisa bertahan lama.

BACA JUGA:Tokoh Inspirasi, Hatta Rajasa, Sukses ‘The Family Man’

Ia hanya sampai duduk di kelas satu. Pasalnya, kedua orangtua Opat menilai bahwa di Kota Palembang, di mana Opat tinggal dan bergaul, masih jauh dari jangkauan pendidikan agama dan lingkungannya kurang kondusif. Atas dasar itulah, orangtua Opat kembali membawanya ke Kampung Pengoreng, Serang.    

Kepindahan Opat ke Serang tepat setelah kenaikan kelas. Sembari sekolah umum di pagi hari. Opat harus mengikuti pendidikan agama sebagai santri kalong dekat rumah.

Sejak duduk di bangku SD, Opat banyak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya. Ia juga sering datang ke rumah gurunya untuk belajar tambahan baik pelajaran sekolah maupun kesenian. Opat seolah tak mau berdiam diri. Energik dan partisipatif.

BACA JUGA:Tokoh Inspirasi Sumsel, Marzuki Alie, Tanamkan Nilai Religius dalam Jalankan Tugas

Ketika baru menginjak kelas tiga, misalnya, Opat sudah tampil percaya diri mengikuti lomba deklamasi, alias pembacaan puisi. Lomba itu selalu digelar setiap peringatan 17 Agustus, antar sekolah se-kecamatan Bojonegara.

Saat itu, guru sekolah menawarkan kesediaan siswa untuk mengikuti lomba deklamasi yang disertai gerak dan mimik wajah. Namun, tak seorang siswa pun di SD Mangunreja yang bersedia mengikuti lomba bergengsi antar sekolah itu.

Sumber: