Sama-sama Krisis Ekonomi, Ternyata Ini Perbedaan Krismon 1998, Krisis Finansial 2008, dan Resesi Global 2020

Sama-sama Krisis Ekonomi, Ternyata Ini Perbedaan Krismon 1998, Krisis Finansial 2008, dan Resesi Global 2020

Berikut perbedaan dari krisis ekonomi yang pernah terjadi diseluruh dunia mulai dari krisis moneter 1998, krisis finansial 2008, dan resesi global tahun 2020--

Dan ketika kredit hutang yang macet tersebut semakin banyak, industri perbankan di Amerika mengalami krisis likuiditas dengan status jutaan hutang kredit yang macet.

 Hal tersebut berdampak secara sistemik kepada hancurnya produk-produk investasi seperti reksadana yang merupakan  jaminan utang kredit KPR.

BACA JUGA:Selain Kerjasama, Presiden Jokowi Angkat Isu Palestina di Pertemuan Bilateral dengan Perdana Mentri Jepang

Dan banyak perusahaan asuransi di seluruh dunia yang tidak sanggup menanggung klaim asuransi yang bertumpuk sangat banyak melampaui kemampuan likuiditasnya.

Semua kekacauan di industri keuangan tersebut juga berdampak kepada kepanikan para investor di bursa saham yang menarik dana mereka hingga akhirnya menyebabkan kejatuhan harga saham di seluruh dunia termasuk Indonesia.

Selanjutnya krisis finansial Asia di tahun 1997 hingga 1998 atau jika di Indonesia lebih populer dengan nama Krisis moneter atau krismon tahun 1998.

Pada tahun 1998 banyak hal yang mencekam terjadi baik dari sisi politik, demonstrasi mahasiswa, hingga nilai tukar rupiah yang sangat anjlok dari 1 dollar setara dengan 2000 rupiah, menyusut hingga 1 dollar setara dengan 16 ribu rupiah.

BACA JUGA:Forum Komunikasi Industri Jasa Keuangan Sumsel Resmi Dikukuhkan, Punya Peran Penting untuk Literasi Keuangan

Karena jatuhnya nilai rupiah tersebut terdapat sangat  banyak bank dan perusahaan yang bangkrut di Indonesia.

Krisis moneter pada tahun 1998 pada awal mulanya dipicu dari krisis negara Thailand. Dimana pata awal tahun 90an terjadi ketimpangan antara suku bunga bank di Thailand dengan negara-negara lain khususnya dengan negara Jepang. 

Sejak saat itu suku bunga di Thailand sangat tinggi hingga 10 persenan, sementara suku bunga di negara Jepang sangat rendah sekitar 2 persenan per tahun. 

Kondisi tersebut membuat beberapa pengusaha di Thailand ingin mencoba membuat skema bisnis yang memanfaatkan ketimpangan suku bunga antar 2 negara tersebut. 

Dengan membuat perusahaan valas atau forex , dimana perusahaan tersebut meminjam uang dalam jumlah besar kepada Jepang dengan bunga pengembalian yang rendah, kemudian dana tersebut didistribusikan menjadi hutang kredit di Thailand yang memiliki pengembalian bunga yang tinggi. 

BACA JUGA:Untungkan Bisnis UMKM, Pakar IT Sebut Integrasi TikTok-Tokopedia Perlu Waktu

Awalnya aliram dana untuk para UMKM dan masyarakat Thailand terlihat positif karena pertumbuhan ekonomi di Thailand tumbuh di atas 8 persen di awal tahun 1990-an.

Sumber: