Tutup Paylater Akulaku, Keseriusan OJK Lindungi Konsumen Jadi Taruhan

Tutup Paylater Akulaku, Keseriusan OJK Lindungi Konsumen Jadi Taruhan

--

Regulator terlihat masih memilih pendekatan persuasif agar masyarakat yang menjadi obyek sasaran produk pinjol, agar lebih berhati-hati dan meningkatkan literasi keuangan. 

BACA JUGA:Mahasiswa Dilarang Akses Paylater, OJK Bakal Beri Sanksi ke Perusahaan Pinjol

"Yang penting berkembang dan bertanggung jawab, jadi misalnya dia [perusahaan paylater] jualan ke anak-anak muda supaya konsumtif itu kami akan lihatin.

Jadi nggak boleh kayak gitu. [Tetap akan] berkembang tapi bertanggung jawab,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi, belum lama ini. 

Menurut Friderica lebih penting untuk memberi pemahaman kepada masyarakat terkait risiko dan manfaat pembiayaan paylater.

Alih-alih melarang tawaran-tawaran pinjol yang semakin meresahkan dari hari ke hari.

 

Persoalannya, membiarkan paparan tawaran pinjol semakin massif di tengah literasi finansial masyarakat yang masih rendah dan tingkat kemiskinan yang masih tinggi.

Juga ketimpangan sosial yang lebar, bisa menjadi bumerang yang mengancam kualitas keuangan masyarakat bahkan bisa menjerumuskan kemiskinan-kemiskinan baru akibat utang.

Paparan iklan tawaran pinjol yang begitu masif menyusup ke hampir semua ruang terutama media sosial, akhirnya mengemuka seperti 'jebakan' yang setiap saat bisa menjerat konsumen yang 'kepepet' kebutuhan dana.

Dan kalangan dengan literasi finansial belum memadai dalam mencerna risiko di balik pinjol.

BACA JUGA:Topping Off Green Building BSI di Aceh Rampung, diresmikan awal Tahun 2024

Hasil studi yang dimuat dalam Journal of Development Economic and Social Studies pada Februari 2023 lalu, bertajuk "Tren pinjaman online dalam milenial: Telaah kontributor internal dan eksternal", mencatat, keputusan mengajukan pinjol didorong oleh tiga faktor internal.

Yaitu kemudahan mengakses yakni hanya lewat aplikasi di ponsel. Kemudian, terdesak kebutuhan seperti untuk pengeluaran darurat yang tidak bisa ditutup dengan pendapatan, untuk melunasi utang lain yang jatuh tempo, bahkan untuk keperluan biaya sekolah dan berobat.

Juga, dorongan gaya hidup di mana utang pinjol disasar untuk menutup pengeluaran skincare, pembelian gadget bahkan untuk liburan. Sementara faktor eksternal yang banyak mendorong orang terjerat pinjol adalah godaan iklan atau promosi layanan pinjol di media sosial.

Sumber: