Usulan Ketua Umum MTI Ditolak Keras oleh BHS, Soal Larangan Mudik Lebaran Pakai Sepeda Motor

Usulan Ketua Umum MTI Ditolak Keras oleh BHS, Soal Larangan Mudik Lebaran Pakai Sepeda Motor

Pengamat kebijakan publik, Bambang Haryo Soekartono yang menolak keras usulan Ketua Umum MTI Pusat soal larangan mudik lebaran menggunakan sepeda motor -septa kristina/ radarpalembang.com-

JAKARTA, RADARPALEMBANG.COM - Usulan Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat soal larangan mudik lebaran 1444 H mendapat penolakan.

Penolakan tersebut disampaikan oleh salah satu pengamat kebijakan publik, Bambang Haryo Soekartono (BHS).

Menurut BHS, usulan tersebut yang diajukan ke pemerintah dinilai usulan yang tidak solutif. 

Anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini bahkan menyebut Pemerintah dinilai tidak pro rakyat kecil, jika usulan larangan mudik dengan sepeda motor dipaksakan untuk diberlakukan.

BACA JUGA:Aturan, Syarat Mudik Lebaran Idul Fitri 2023, Pemudik Wajib Vaksin Booster, Beli Tiket Ferry Hanya Online

Ia kemudian membantah jika transportasi sepeda motor dikategorikan sebagai paling berisiko dan rentan kecelakaan. Menurutnya, hal itu tidak berdasar dan menyesatkan.

"Saat ini transportasi publik darat baik bis dan transportasi publik lanjutan maupun Kereta Api dinilai oleh masyarakat konsumen transportasi publik tarifnya sangat mahal.

Serta ketersediaan kapasitas muatan (tempat duduk) yang sangat terbatas.

Bahkan keselamatan transportasi publik pun masih belum terjamin dengan baik, terbukti masih banyaknya kecelakaan transportasi publik di jalan raya"Kata Bambang Haryo, Selasa 11 April 2023.

BACA JUGA:Berikut Alasan Lebaran Tahun Ini Jadi Waktu yang Tepat untuk Beli Mobil Baru

Kemahalan tarif transportasi publik di Indonesia, lanjut BHS, disebabkan harga bahan bakar minyak yang tinggi, harga dan pajak sparepart yang juga sangat tinggi dibanding negara negara di Asean bahkan di dunia. 

Iklim usaha yang kurang kondusif, begitu banyak ekonomi biaya tinggi, pungutan pungutan dari oknum dan lainnya serta banyaknya jalan raya di Indonsia yang rusak sesuai data BPS.

"31,9 persen jalan raya yang rusak, rusak berat sekitar 15,9 persen (offroad) misalnya di Sumatera, Kalimantan dan Papua yang mengakibatkan komponen sparepart transportasi publik menjadi cepat rusak.

Banyak juga kejahatan di jalan raya, aksi pelemparan batu kepada transportasi publik yang marak terjadi. Sehingga memunculkan ekonomi biaya tinggi yang dibebankan kepada tarif angkutan publik," imbuh BHS. 

Sumber: