JAKARTA, RADARPALEMBANG.COM – Amar putusan majelis Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) tentang pemilu 2024 ditunda sangat aneh dan terlalu sensasional. Hakim dalam menjatuhkan Vonis melompat terlalu jauh. Putusan itu berpotensi menyerempet pada pelanggaran konstitusi.
Ironisnya, bunyi amar putusan hakim itu, sejalan dengan keinginan para penikmat kekuasaan (bahasa halus dari mafia kekuasaan) agar pemilu 2024 ditunda.
Belakangan ini, suara-suara agar pemilu 2024 ditunda. Mereka yang menyuarakan itu, adalah para tokoh publik, mulai dari lembaga survei, para ketua parpol hingga para menteri di kabinet hingga buzzer atau para penggaung di media sosial (Medsos).
Lembaga Survei yang konsisten menyuarakan agar Pemilu 2024 ditunda adalah, Muhammad Qodari dari Indo Barometer (IB).
Keinginan para penikmat kekuasaan atau mafia kekuasaan itu mendapat tentangan yang sengit dari publik. Alasannya, jika Pemilu 2024 ditunda maka itu merupakan pelanggaran konstitusi.
BACA JUGA:Ketua Fraksi Partai Gerindra OKI Siap Perjuangkan Aspirasi Masyarakat Pedamaran Timur
Para penikmat kekuasaan pernah menyuarakan keinginan mereka agar Pemilu 2024 ditunda selama 2 tahun. Meski mendapat tentangan keras karena akan terjadi pelanggaran konstitusi, mafia kekuasaan atau penikmat kekuasaan itu, bergeming.
Itu sangat sejalan dengan amar putusan 3 majelis hakim PN Jakarta Pusat yang juga menyebutkan batas waktu penundaan pemilu 2024 hingga 2 tahun.
Perhatikan amar putusan aneh dari majelis hakim PN yang memerintahkan KPU agar pemilu 2024 ditunda. Isi sangat sejalan dengan keinginan mafia kekuasaan yang menggelorakan isu penundaan pemilu.
BACA JUGA:DPC Gerindra Lubuklinggau Gencar Sosialisasikan Gerindra dan Prabowo Capres 2024
Amar putusan hakum PN itu adalah sebagai berikut:
1. Menghukum tergugat KPU RI untuk memulihkan kerugian immateriil yang dialami penggugat yiatu Partai prima.
2. Wewajibkan Tergugat kPU RI untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024, kurang lebih 2 selama 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan dan 7 (tujuh) hari sejak putusan vonis dibacakan.