"Ini belum seberapa Auryn, bahkan saya dapat membunuh kau sekarang juga jika ingin," ancam ibunya. Lalu ibunya itu tanpa aba-aba menghempaskan semua barang yang ada di sekitarnya sehingga menimbulkan suara barang berjatuhan yang nyaring, membuat Auryn lagi-lagi ketakutan dengan tubuh bergetar nan menggigil.
Setelah itu ibunya pergi begitu saja meninggalkan Auryn yang masih dibalut dengan rasa trauma yang sekarang tengah menghampiri dirinya lagi. Dengan susah payah Auryn merangkak dan berpegangan dengan
dinding, mendekati nakasnya dalam keadaan tubuh yang basah kuyup.
Gadis itu mengeluarkan obat yang ada di dalam laci dengan tangan bergetar, membuka tempatnya lalu mengeluarkan beberapa obat dan memasukkannya ke dalam mulut. Tubuhnya luruh ke lantai. Perlahan-lahan rasa panik, takut, cemas dan lain-lainnya menghilang. Akhirnya ia dapat kembali tenang.
Auryn sama sekali tak berhenti meringis di dalam tidurnya, ternyata rasa sakit di sekujur tubuhnya masih terasa. Bahkan di saat dirinya terlelap. Gadis itu membuka matanya secara perlahan sembari bangkit dan bersender ke ranjang. Tadi setelah mengganti pakaiannya, ia langsung tertidur, dia benar-benar kelelahan. Mentalnya lagi-lagi harus terusik, dan rasa trauma yang sudah di kuburnya dalam-dalam kembali menghantuinya.
Auryn kini mengunci pintu kamarnya. Gadis itu tersenyum kecut, senyuman yang kemudian berganti menjadi tawa yang menyedihkan. Seburuk itu ternyata dirinya di mata ibunya, Rasanya Auryn ingin menangis, dia lelah dengan keadaan hidupnya yang selalu menyakitkan.
Tawa Auryn semakin keras, bersamaan dengan itu dia mengacak- acak meja belajarnya. Membuat beberapa alat tulis, buku dan barang-barang lainnya yang ada di sana jatuh berceceran. Kini kamarnya sudah kosong, tidak ada lagi barang di atas nakas maupun di atas meja belajar. Karena semuanya sudah Maura hancurkan, sedangkan barang yang lainnya sudah di hancurkan ibunya tadi.
Auryn benci saat dirinya seperti ini. Di mana dia tak dapat mengontrol emosinya sendiri. Di mana semua isi kepalanya terasa ingin meledak. Rasa cemas dan lain-lainnya berdatangan secara bersamaan. Auryn benci mengakui jika sebenarnya jiwa dan batinnya sudah sangat hancur, Auryn benci saat sadar bahwa mentalnya telah berantakan.
Gadis itu mengambil satu kaca kecil yang masih tersisa di meja lalu menghancurkannya, mengambil serpihannya untuk di goreskan kelengannya yang sudah membiru bekas pukulan ibunya tadi. "Terus saja, terus sakiti aku, hancurkan hidupku sampai benar-benar hancur. Aku tak mengapa, semakin sakit luka yang ibu gores, itu akan semakin mempercepat kematianku. Aku ingin semuanya cepet berakhir, ini terlalu menyakitkan untuk lebih lama di rasakan."
Semua rasa sedih, marah, kecewa, cemas, ketakutan, trauma menjadi satu. Dimana bayangan dia yang selalu di perlakukan oleh ibunya tidak baik mulai berputar diotaknya, kejadian-kejadian buruk di masalalunya pun ikut kembali memenuhi otaknya. Hal itu membuat Auryn dengan kasar terus menggoreskan kaca tajam ke lengannya mencoba menghilangkan semua bayangan-bayangan menakutkan itu. Sehingga memberikan sensasi perih dan nikmat secara bersamaan.
Auryn menyukai ini, cara ini adalah hal candu baginya untuk melampiaskan semuanya. Auryn bahagia memiliki cara tersendiri untuk meluapkan semua perasaannya yang selalu bercampur aduk. "Kenapa harus ibu yang menjadi sumber sakit hatiku? Kenapa harus ibu? Ini terlalu sulit. Aku tak dapat marah, tak dapat benci dengan semua perlakukan buruk ibu kepadaku. Karena dia ibuku. Aku tak akan dapat membencinya.” ungkap Auryn sembari mengusap air matanya kasar.
Malam kali ini, rasanya begitu sepi. Malam kali ini, aku merasa resah tanpa adanya kehadiran.. seseorang. Seseorang itu tak lain dan tak bukan adalah Jan. Ya, Jan. Jangan tanyakan aku mengapa, karena aku sendiri pun tak mengerti. Sebenarnya apa ini? apa maksud dari perasaan ini? Aku merasa tak tahu kemana akan ku tumpahkan cerita-ceritaku, yang padahal biasanya memang selalu ku pendam sendiri. Aku merasa.. kini aku tak terbiasa menjalani semuanya tanpa Jan.
---
Esok hari sepulang sekolah — “Darimana kamu bahkan mendapatkan semua ini? ” tanya Auryn heran. Netranya yang aslinya sudah lebarpun membelak saat menyaksikan apa yang ada di hadapannya. Sebuah kuda-kuda kayu besar yang dilengkapi dengan palet kayu yang serasi, kanvas kosong berukuran kecil yang duduk tepat di atasnya, sepasang kuas dengan berbagai ukuran, tiga cat warna primer, dan dua gelas air sekarang berdiri di atas tanah tempat perlengkapan piknik mereka. Pria yang berdiri di samping kuda-kuda besar, masih lebih tinggi dari itu, mengangkat bahu acuh tak acuh. “Ini? saya mengambilnya dari tempat workshop. Sepertinya mereka mengadakan semacam workshop melukis beberapa hari terakhir ini,” balasnya dengan tenang.
Mendengar itu, Auryn hanya dapat menganga.
“Memangnya boleh Jan jika diambil begitu saja?”
“Mungkin tidak? saya hanya mengambil satu”
Gadis itu berdiri disana, masih bingung. Apa yang telah dilakukan pria ini?