Sebelum Auryn mengikuti ucapannya, ia menatap langit yang sedang ditatap Jan. “Tak ada bintang, kau mau lihat apa?“ Jan tertawa dan malah melihat ke arahnya. “Oh ternyata sudah turun ke bumi.“
“GILA!” Ia melempar camilan ringan di tangannya ke perut Jan yang sedang berbaring sambil tertawa-tawa pasca menggodanya secara sengaja.
“Sini, cepat.“
Dengan wajah setengah cemberut, Auryn akhirnya berbaring juga.
Berbaring di sini, rasanya seperti surga dunia bagi keduanya. Menatap langit kosong yang hanya diisi bulan bungkuk dan sinar satelit. Rasanya, kalau boleh, mereka lebih ingin tinggal di sini. Di atap kosong tak berpenghuni bersama satu sama lain. Mereka tak bicara satu patah kata dan hanya menikmati momen yang mungkin hanya seribu tahun sekali dapat dirasakan.
“Aduh.” Auryn mengaduh kala kepalanya yang sedang bergeser melewati kerikil kecil di bawah jas.
Dengan sigap, Jan membentangkan satu lengannya agar menjadi bantalan Auryn tanpa diminta. “Danke,” (terimakasih) ucap Auryn sambil menaruh kepalanya di atas lengan besar yang tidak begitu empuk, tapi lumayan melindungi kepalanya dari rasa tidak nyaman. “Also, thank you for treating me like a woman (Juga, terima kasih telah memperlakukanku sebagaimana layaknya memperlakukan seorang wanita).”
“I was my dad's little princess, but since my mom cheated on him, they divorced (Aku adalah putri kecil ayahku, tetapi karena ibuku berselingkuh, mereka bercerai). Aku ikut ibu, dan kakakku Helena, ikut ayah. Aku kehilangan kasih sayang laki-laki sejak saat itu.“
Jan mengangkat kepalanya terkejut. “It was your mom (jadi.. itu mamamu)?“
Auryn terkekeh. “Aneh, ya? I know (aku tahu). Inilah sebabnya aku tak menceritakan semua itu kepada teman-temanku. Apalagi ada temanku yang orang tuanya divorced (bercerai) karena ayahnya selingkuh. Mendengar ceritaku, pasti dia akan membenciku.“
Timing yang tepat. Lagu yang tadi, sudah berubah menjadi rum.gold – Fix me yang sangat...tepat untuk suasana ini. Jan tak menjawab apapun, membiarkan Auryn bercerita sepuasnya agar tak merasa dihakimi.
“Aku tahu tentang itu karena tak sengaja mendengar, saat aku mengetahui itu, ayahku bilang, “Jangan membenci ataupun menyimpan dendam kepada ibumu. Dia memang bukan istri dan ibu yang baik. Tetapi bagaimanapun juga, dia adalah ibumu. Ibu yang melahirkanmu” Air mata Auryn berlinang menatap langit. Tangan Jan yang berada tepat di belakang kepalanya bergeser sedikit agar bisa mengusap kepalanya menenangkan. “Karena ayahku, aku percaya laki-laki baik itu ada. Entah ada di mana, tapi aku yakin ada.”
Jan menyandarkan sisi wajahnya di pucuk kepala Auryn sambil masih mengusap lembut kepalanya.
“Setiap aku disakiti, aku menganggap itu karma dari ibuku. Biarinkan aku yang merasakan, ibuku jangan,” Auryn tertawa dan mengusap air mata dengan kedua tangannya. Ia akan selalu tertawa setelah tak sengaja menangis di depan orang lain agar tidak canggung.
“Kamu keren sekali, Auryn.“
Auryn hanya tertawa dan kembali diam. “Aku takut kehilangan, tapi di sisi lain aku merasa pantas untuk ditinggal.“ katanya dalam hati.
---
Kini Auryn sedang duduk bersandar di ranjangnya, berkutat dengan tugas-tugas di laptop yang berada di atas pangkuannya. Tiba-tiba ia di kejutkan dengan suara pintu kamar yang di buka dengan begitu kasarnya.