Wukuf di Arafah dan Pengakuan Keterbatasan Diri Sebagai Manusia

Wukuf di Arafah dan Pengakuan Keterbatasan Diri Sebagai Manusia

Wukuf di Arafah--kemenag.go.id

Momentum Wukuf di Arafah menguatkan tali kekerabatan di antara anak cucu nabi Adam meski berbeda jarak, tempat, dan waktu. Khittah ini membawa kepada penguatan nilai-nilai kemanusiaan untuk saling tolong menolong,

BACA JUGA:3 Kloter Terakhir Kuota Tambahan Tutup Kedatangan Jemaah Haji Indonesia di Madinah

Saling bekerjasama dalam kebaikan, saling berkasih sayang, dan berakhlaqul karimah sebagaimana yang diibaratkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadits dari Nu’man bin Basyir, Rasulullah SAW bersabda:

ترى المؤمنين في تراحمهم ،وتوادهم ، وتعاطفهم ، كمثل الجسد ، إذا اشتكى منه عضو ، تداعى له سائر جسده بالسهر والحمى ” رواه البخاري ومسلم

“Kamu melihat kaum mukminin dalam berkasih sayang, mencintai, tenggang rasa, adalah seperti satu tubuh, jika ada bagian tubuh yang sakit maka seluruh tubuh lainnya merasakan panas dan berjaga.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Sedangkan khittah wukuf yang ketiga adalah shilatul hadhârah (keterhubungan peradaban) yaitu prinsip pengetahuan dan budaya.

BACA JUGA:Cuaca Makkah Panas, Ini Imbauan untuk Jemaah Haji Indonesia

Dalam wukuf di Arafah menghasilkan pengetahuan tentang tanda kebesaran Allah SWT yang terdapat pada perpedaan warna kulit dan bahasa sehingga tercipta pola pikir, tradisi, prilaku, dan perabadan yang beraneka macam.

Dalam ibadah Wukuf juga tercipta sikap ta’aruf atau saling bertukar informasi atau pengetahuan tentang perabadan suatu bangsa, sehingga jamaah haji memiliki wawasan yang luas tentang peradaban dunia.

Ketiga shilah tersebut yaitu keimanan, nasab, dan perabadan akan terakumulasi dalam khittah inti wukuf yaitu makrifaat.

Berupa pengetahuan dan penghayatan tentang hakekat penciptaan diri sendiri yang mengantarkan kepada penghayatan keagungan Allah SWT.

BACA JUGA:Ini Empat Layanan Baru di Arafah & Mina untuk Kenyamanan Jemaah Haji Indonesia

Manusia harus memahami bahwa dirinya membutuhkan keimanan, memiliki keterbatasan dalam penciptaan, dan membutuhkan kreasi manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Padang Arafah adalah ladang makrifat, di mana jamaah haji wajib menjalani zawal yaitu pergeseran ke arah yang positif, bergeser dari shâlih (baik) menjadi mushlih (menebar kebaikan),

Bergeser dari muslim menjadi mu`min/muttaqin, bergeser dari angkuh menjadi patuh, bergeser dari karakter buruk kepada karakter baik, bergeser dari kemaksiatan kepada ketaatan.

Sumber: