Komisi III DPR Tetap Desak Ungkap Motif Pembunuhan Brigadir J Meski Kapolri Kukuh Merahasiakan

Komisi III DPR Tetap Desak Ungkap Motif Pembunuhan Brigadir J Meski Kapolri Kukuh Merahasiakan

Anggota Komisi III DPR desak Kapolri Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo jelaskan motif pembunuhan Brigadir J ke publik dalam Rapat Dengar Pendapat, Rabu 24 Agustus 2022. -foto:jpnn--

JAKARTA, RADAR PALEMBANG- Menyikapi sikap kukuh Kapolri rahasiakan motif pembunuhan Brigadir J, anggota Komisi III DPR  tetap mendesak Kapolri ungkap motif pembunuhan Brigadir J ke Publik.

Menurut  anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P Trimedya Panjaitan, perkembangan kasus ini sudah mencapai 90 persen dan kini tinggal menunggu proses persidangan.

Trimedya Panjaitan mengaku dapat memahami sikap Kapolri Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo yang kukuh rahasiakan motif pembunuhan Brigadir J.  Kendati demikian, dia tetap mendesak Kapolri jelaskan motif pembunuhan ke publik karena selalu mengundang kingintahuan.

BACA JUGA:Bertemu Presiden PKS Ahmad Syaikhu, Hary Tanoesoedibjo: Jadi _Starting Point_ Bangun Kolaborasi Partai Politik

‘’Penjelasan Kapolri soal motif pembunuhan tetap diperlukan, meskipun hal itu sepenuhnya menjadi hak Kapolri. Setelah saya tanya kiri kanan, muka belakang, enggak ada yang terlalu luar biasa,’’ungkapnya.

Kendati demikian,  Trimedya tetap mendorong Kapolri membuka motif pembunuhan brigadir J ke publik. Alasannya, publik semakin penasaran, apabila kasus ini terus menerus ditutupi.

 "Kalau enggak ada yang terlalu luar biasa ya sampaikan saja saudara Kapolri supaya semua terang benderang," ujar politisi PDI-P ini.

Sementara itu, anggota Komisi III Habiburokhman juga meminta agar Kapolri meyampaikan motif pembunuhan ke public agar tidak menjadi hal yang mengganjal. 

BACA JUGA:Kapolri Kukuh Rahasiakan Motif Irjen Ferdy Sambo Bunuh Brigadir J Meski Didesak Komisi III DPR

Politikus Partai Gerindra itu menambahkan, saat ini sudah banyak saksi yang diperiksa. Ia berharap agar motif pembunuhan tidak hanya berdasarkan dari keterangan Sambo semata, seperti yang berkembang selama ini.

"Selama ini yang menjadi referensi hanya pernyataan FS bahwa itu terkait dengan martabat keluarga. Padahal kan di situ ada saksi saksi lain, saya pikir yang juga bisa memberikan informasi awal kepada publik," tutur dia.

Sementara, Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Golkar Adies Kadir mengingatkan, bahwa motif penting untuk disampaikan karena pubik ingin mengetahui secara jelas alasan di balik Sambo memerintahkan pembunuhan Brigadir J.

"Pernyataan masyarakat, apa yang terjadi di Magelang," kata Adies.

BACA JUGA:Gempa 6,5 SR Guncang Kaur Bengkulu, Getarannya Terasa di OKU, Lahat dan Mura

Adies menghormati keputusan Polri bahwa pengungkapan motif akan dilakukan di pengadilan. Hanya saja, dia mengingatkan bahwa hal itu tentu akan menjadi pertanyaan di tengah masyarakat.

"Jangan sampai jadi pertanyaan di masyarakat kenapa tunggu di persidangan, kasus lain bisa dibuka (motifnya), atau beri alasan kenapa menunggu di persidangan, apa motifnya sehingga masyarakat menunggu (pengadilan)," tutur Adies.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR Taufik Basari menyesalkan banyak polisi yang diduga terlibat dan membantu mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo untuk menutupi perbuatannya dalam pembunuhan Brigadir J.

Menurutnya, banyak personel yang memiliki prestasi terlibat dalam kasus ini. Ia menyebut seharusnya mereka bisa menggunakan hak diskresi untuk menolak perintah atasan.

BACA JUGA:Sri Mulyani Pegang Bola Panas Naik atau Tidaknya Harga BBM Subsidi

"Diskresi untuk menolak tindakan kejahatan. Doktrin diskresi dari tindakan yang melawan hukum untuk tidak terlibat dan saling membantu kejahatan," ujar politikusnya sebagaimana mengutip dari  artikel tempo.co dengan judul Puluhan Polisi Terseret Kasus Ferdy Sambo, DPR Sebut Seharusnya Tolak Lewat Diskresi.

Tafik Basari berharap, Kapolri kembali menekankan soal diskresi kepada anak buahnya. Agar kasus-kasus serupa tidak kembali terjadi.  "Ini kita harus berikan pesan ini ke seluruh personel," ucapnya.

Selain itu dalam kasus Ferdy Sambo, kata dia, budaya jiwa ksatria telah hilang. Dalam kasus ini, Sambo enggan mengakui kejahatannya meski akhirnya mengaku setelah saksi-saksi memberikan kesaksiannya. "Sudah tidak ada jiwa ksatria dengan siap menanggung kesalahannya," ujarnya. (yui/berbagai sumber)

 

Sumber: