Yakni dengan tidak memaksakan diri pada ibadah-ibadah sunnah yang menguras tenaga.
BACA JUGA:Ini Empat Layanan Baru di Arafah & Mina untuk Kenyamanan Jemaah Haji Indonesia
Berbagai rukhsah atau keringanan ibadah juga perlu diterapkan untuk mencegah mudarat.
Sebab, ketika jamaah lansia atau risti (risiko tinggi) memaksakan diri menunaikan Arbain (shalat fardhu berjemaah selama 40 waktu) di Masjid Nabawi
Dan shalat rutin berjemaah di Masjidil Haram, energi mereka sudah habis sebelum puncak ibadah haji.
Hal ini justru sangat disayangkan.
BACA JUGA:Madinah Sangat Panas, Jemaah Lansia Diimbau Tak Paksakan Arbain
Selain itu, jemaah haji juga harus mengukur kemampuan. Jika diri ini sudah masuk katagori lansia maka ya bebani diri sebagaimana mestinya lansia.
Demikian juga halnya dengan penyandang disabilitas, atau jemaah yang punya riwayat penyakit. Perlu diingat bahwa agama tidak akan menjadi beban bagi siapa pun yang sadar diri dan sadar kondisi.
Terkait dengan pelaksaan ibadah haji, berikut ini beberapa rukhsah yang bisa memberi kemudahan bagi jamaah:
Ketika jamaah haji sakit dan tidak mampu mengerjakan thawaf dengan berjalan sendiri, maka bisa dibantu dengan ditandu atau digendong.
BACA JUGA:Telkomsel Hadirkan Paket RoaMAX Haji Bagi Jemaah 2023, Cek Detail Promonya di Sini?
Boleh menggunakan kursi roda atau alat lainnya jika tidak dapat berjalan atau ada masalah lain saat melakukan sa’i.
Jika jemaah tidak bisa melempar jumroh dengan berbagai alasan, maka boleh diwakilkan orang lain yang sudah melaksanakannya.
Jemaah yang ingin cepat-cepat kembali ke Makkah saat di Mina (sebelum tanggal 13 Dzulhijjah) boleh pergi lebih awal, yaitu pada tanggal 12 Dzulhijjah (nafar awwal).
Jemaah yang berhalangan untuk wukuf karena sakit atau melahirkan dapat melaksanakannya di dalam mobil atau ambulans.