PALEMBANG, RADARPALEMBANG.COM - Tradisi ziarah kubur sebelum Ramadhan kerap dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Ziarah kubur adalah tradisi yang dilakukan dengan mengunjungi makam orang yang sudah meninggal dunia
Selain bertujuan membacakan doa, aktivitas tersebut juga berguna untuk mengingatkan diri kepada kematian yang pasti akan datang.
Seperti di beberapa Tempat Pemakaman Umum (TPU) di Kota Palembang, ramai dikunjungi warga.
Seperti di TPU Kamboja, Kebun Bunga, Soak Simpur, Puncak Sekuning dan Sematang Borang. Di Taman Makam Ksatria Siguntang Pahlawan juga terlihat banyak yang berziarah.
Lantas, bagaimana hukum dan asal-usul ziarah kubur menjelang Ramadan dalam ajaran agama Islam?
BACA JUGA:BSI Resmikan Masjid di Bakauheni, Perkuat Kontribusi untuk Pertumbuhan Ekonomi
Sejarah Ziarah Kubur Menjelang Ramadan
Dari beberapa sumber, menurut laman NU (Nahdlatul Ulama) Provinsi Jawa Barat, tradisi menyambut Ramadhan (akhir bulan Syaban) yang umum dilaksanakan ialah ziarah kubur.
Beberapa daerah memiliki istilah yang berbeda-beda, mulai dari nyekar (sekitar Jawa Tengah), arwahan, munggahan (tatar Sunda), hingga kosar (sekitar Jawa Timur).
Pada masa-masa awal syiar Islam, memang Nabi Muhammad SAW melarang ziarah kubur karena mempertimbangkan kondisi keimanan.
Rasulullah melihat situasi pola pikir orang Arab saat itu yang masih didominasi kemusyrikan dan kepercayaan terhadap dewa atau sesembahan.
BACA JUGA:Di Depan Irjen Kementan RI, Askolani: Banyuasin Penghasil Gabah Nomor 4 Nasional
Rasulullah khawatir terjadi kesalahpahaman perilaku ketika berkunjung ke pemakaman. Namun kemudian diperbolehkan setelah beliau yakin dengan kadar keimanan para sahabatnya.
Hadits yang diriwayatkan Buraidah, Nabi Muhammad bersabda, “Saya pernah melarang ziarah kubur. Tapi sekarang saya memberi izin berziarah ke makam ibunya. Maka berziarahlah sekarang. Karena hal itu dapat mengingatkanmu kepada akhirat”.
Begitu pula dengan ziarah ke makam orang saleh dan para wali juga diperbolehkan. Sebagaimana pendapat Ibnu Hajar al-Haitami yang tertuang dalam kitab Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubra.
Hal tersebut menjadi dasar para ustadz dan jamaah berziarah ke kuburan para wali setelah penutupan tawaqufan majelis ta’lim. Seperti yang ditradisikan oleh warga muslim Jakarta dan sekitarnya.
BACA JUGA:BSB dan Bank Mandiri MoU Trade Finance, 4 Hal Ini Disepekati
Hukum Ziarah Kubur Menjelang Ramadhan
Dalil ziarah kubur sebelum puasa Ramadan dituliskan oleh Syaikh Nawawi al-Bantani dalam Nihayatuz Zain, “Disunnahkan berziarah kubur. Barang siapa berziarah ke makam kedua orang tuanya atau salah satunya di hari Jumat, maka Allah SWT. mengampuni dosa-dosanya.
Dan dia dicatat sebagai anak yang berbakti dan taat kepada orang tuanya…”.
Syaikh Nawawi al-Bantani juga menambahkan apabila, “Barangsiapa berziarah kubur ke pemakaman kedua orang tuanya setiap Jumat, maka pahalanya seperti ibadah haji”.
Dalam kitab lain, yakni Al-Maudhu’at berdasarkan hadits Ibnu Umar R.A. disebutkan bahwa yang artinya, “Rasulullah bersabda: Barang siapa berziarah ke kuburan bapak atau ibu, paman atau bibi, maupun makam salah satu keluarganya, maka pahalanya sebanyak haji mabrur.
BACA JUGA:Andi Rusman Turun Langsung Serap Aspirasi Masyarakat, Terkit Lampu Penerangan Menuju Masjid