Di sinilah karier Djunaidi mulai menanjak. Ia melanjutkan kuliahnya di Universitas Muhamaddiyah sehingga mendapat gelar Sarjana Hukum, lalu mendapat gelar Drs di Univestitas Syahyakirti, dan di tahun 2000 ia menambah gelar MSi hasil kuliah di Univesitar Satyagama Jakarta.
Lebih dari 15 tahun, Djunaidi mengabdi sebagai Bendahara Provinsi Sumsel. Tiga gubernur juga sudah dirasakannya, mulai dari Sainan Sagiman, Ramli Hasan Basri, hingga Rosihan Arsyad.
”Alhamdulillah, semua berjalan baik. Prinsipnya, jabatan Bendahara itu adalah jabatan kepercayaan. Jadi, kita harus memegang penuh kepercayaan itu, jangan macam-macam,” imbuhnya.
BACA JUGA:Inspirasi Bisnis, Eddy Ganefo, Pengembang Nasional asal Sumsel yang Pernah Dagang Ayam
Menjadi PNS, bagi Djunaidi adalah sebuah pengabdian. Hingga akhirnya, Djunaidi memilih untuk mencari usaha sampingan. Ia mendirikan perusahaan pengadaan barang yang ternyata lambat laun tumbuh pesat. Djunaidi yang tadinya hanya PNS biasa, kini lebih condong berperan sebagai pengusaha.
”Waktu di zaman Gubernur Ramli Hasan Basri, yang membawa Mercy C200 ke Pemprov Sumsel, mungkin cuma saya. Usaha saya mendapat izin dari Gubernur waktu itu, jadi saya tidak main-main. Yang aku rasakan kerja harus sunguh-sungguh,” tutur pria berkumis ini. Tahun 2008, Djunaidi pensiun dari PNS. Dan ia pun mulai fokus pada usahanya.
Djunaidi akui, banyak orang kaya yang cepat bangkrut. Salah satunya karena tidak mendermakan sebagian harta yang dimiliki.
Ia mencontohkan, jika seseorang memiliki harta Rp 1 miliar maka Rp 25 juta harus dikeluarkan sebagai zakat, itu sudah terasa berat. Nah, seandainya harta yang dimiliki Rp 4 miliar, maka ia harus mengeluarga Rp 100 juta dan itu pasti makin berat.
BACA JUGA:Bisnis Inspirasi, Siung-siung Cari Pengalaman mulai dari Hongkong, Prancis, hingga Mesir
”Padahal, kalau mereka sadar, zakat itu adalah salah satu pembersih harta, maka itu terasa lebih ringan. Prinsipnya jangan lupakan zakat dan sedekah. Kalau lupa, Allah SWT pasti ada jalan untuk mengambilnya dengan mudah,” imbuh suami Hj Noni ini.
Saat menjalani hidup sebagai PNS dengan golongan rendah, Djunaidi mengaku sangat beruntung bertemu istrinya sekarang yang kala itu berprofesi sebagai bidan.
Meski hidup di pelosok desa, Djunaidi mendapat hikmah besar di sana. Waktu itu, di Kecamatan Sungai Selan belum ada dokter, sementara penanganan kesehatan dipercayakan kepada seorang mantri. Di sinilah sang istri berperan. ”Almarhum Pak Jimin yang bertindak sebagai mantri di sana kala itu, kondisinya sudah sangat tua, jadi istri saya lebih banyak membantu.”
Hidup di desa kecil, dengan penghasilan sebagai pegawai negeri, membuat Djunaidi harus pandai mengatur keuangan. ”Saya bersama istri berprinsip, satu gaji untuk ditabung, dan gaji yang satu lagi untuk dimakan. Itulah cara kami berhemat,” beber pria yang sudah lima kali menunaikan ibadah haji ini.
BACA JUGA: Tokoh Inspirasi Sri Rahayu Suroso, Pemilik Carissa, Pribadi Unggul SDM Pemenang