Pengusaha Sumsel Tegas Menolak Tapera, Iuran 100 Tahun Pun Tetap Tak Biasa Buat Beli Rumah

Pengusaha Sumsel Tegas  Menolak Tapera, Iuran 100 Tahun Pun Tetap Tak Biasa Buat Beli Rumah

Pengusaha di Sumsel tegas menolak adanya kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang kini ramai menjadi perbincangan--

PALEMBANG, RADARPALEMBANG.COM - Pengusaha di Sumsel tegas menolak adanya kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang kini ramai menjadi perbincangan.

Penolakan tersebut disampaikan oleh Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumsel Kurmin Halim karena dianggap hanya akan menambah beban bagi pengusaha.

Seperti diketahui saat ini para pengusaha di Indonesia sudah di bebani dengan harus menanggung BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan karyawan.

"Sebagai pengusaha kami tentunya keberatan dengan adanya Tapera ini karena beban pengusaha akan bertambah.

BACA JUGA:Kinerja APBN Wilayah Sumsel hingga Maret 2024 Optimal, Berikut Data Lengkap dari Kementerian Keuangan RI

Sebab dari Tapera 3 persen itu, pengusaha dikenakan 0.5 persen dari upah yang diterima karyawan," ujar Kurmin saat Rabu, 29 Mei 2024.

Kurmin ini menyebut, saat ini iurang BPJS Kesehatan maupun Ketenagakerjaan sudah ditanggung perusahaan nilainya tidaklah kecil terlebih dalam kondisi ekonomi yang belum membaik seperti saat ini.

"Sekarang saja pengusaha harus menanggung BPJS (Kesehatan dan Ketenagakerjaan) karyawan yang angkanya juga tidak kecil belum lagi kondisi ekonomi sekarang yang stagnan bergerak," jelas Kurmin.

Kurmin pun meragukan apakah dengan jumlah iuran 3 persen dari pendapatan/upah minimum tersebut nantinya dapat diwujutkan untuk membeli sebuah rumah

BACA JUGA:Inovasi Teknologi dan Transformasi Digital PGN, Dorong Integrasi Infrastruktur Gas Bumi Makin Efektif Efisien

"Kami juga tidak yakin dengan program tersebut sebab dari tabungan yang disimpan kalau dihitung dari UMR mungkin sampai 100 tahun pun tidak bisa buat beli rumah, termasuk rumah subsidi yang setiap tahun naik terus," jelasnya.

Menurut analisanya, Kurmin menjelaskan jika UMR Rp 3,5 juta per bulan, maka 3 persen dari nilai itu hanya Rp 105.000 per bulan.

Jika dikalikan 100 tahun atau 1.200 bulan, maka hanya didapat Rp 126 juta, sedangkan seperti diketahui untuk harga rumah sehat sederhana (RSH) saat ini saja sudah mencapai Rp 160 juta.

"Sudah nabung 100 tahun pun belum cukup beli RSH dengan harga saat ini. Lalu, nabung sampai kapan bisa beli rumah sedangkan harga RSH tiap tahun selalu naik. Ujung-ujungnya ke mana uang pegawai (rakyat) tersebut?" pungkasnya.

Sumber: