Tolak Tapal Batas Baru Palembang-Banyuasin, DPRD dan Pemkot Palembang Siap Gugat Ke MA

Tolak Tapal Batas Baru Palembang-Banyuasin, DPRD dan Pemkot Palembang Siap Gugat Ke MA

DPRD dan Pemkot Palembang belum menyepakati soal tapal batas Palembang-Banyuasin berdasarkan Permendagri 134 Tahun 2022--

PALEMBANG, RADARPALEMBANG.COM - Menanggapi terbitnya Permendagri 134 Tahun 2022 terkait tapal batas Palembang-Banyuasin, DPRD dan Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang belum menyetujui hal tersebut.

Mengutip palpres.com, Ketua DPRD Kota Palembang Zainal Abidin SH menatakan kalau DPRD dan Pemkot Palembang belum menyepakati soal tapal batas berdasarkan permendagri tersebut.

Menurut Zainal, Permendagri tersebut tentunya merigikan Kota Palembang sebab wilayah Kota Palembang itu mengalami pengurangan, sedangkan Kabupaten Banyuasin luas wilayahnya bertambah.

“Wilayah Palembang itu berkurang, dari 400.061 km persegi menjadi 352.060 km persegi. Berkurang sekitar lebih kurang 4 ribuan km persegi setelah terbit Permendagri itu,” jelas Zainal.

BACA JUGA:Mengejutkan, Ini Respon Bupati Banyuasin Askolani Soal Demo Warga Tegal Binangun

DPRD dan Pemkot akan tetap menolak tapal batas yang telah diatur dalam Permendagri tersebut, bahkan langkah terakhir akan melakukan Judicial Review ke Mahkamah Agung (MA).

“Kalau belum selesai, usai terakhir akan menempu jalur Judicial Review,” pungkasnya.

Unjuk Rasa Warga Tegal Binangun, Tuntut Perubahan Tapal Batas Palembang-Banyuasin

Ratusan warga Kompleks Sasana Patra dan Patra Abadi Tegal Binangun kembali melakkan aksi unjuk rasa menuntut bergabung ke Kota Palembang.

BACA JUGA:Konflik Tapal Batas Palembang-Banyuasin Kian Panas, 3000 Warga Ancam Golput

Warga tersebut berasal dari empat RT yaitu, RT 24, 25, 34, dan 41 yang menolak putusan pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) soal penetapan tapal batas.

Sambil membentangkan banner berisi penolakan, warga silih berganti berorasi menyampaikan aspirasinya, salah satunya adalah Yulianti yang mengaku sudah tinggal sejak 1996 di sana.

“Saya sudah sejak 1996 tinggal di sini. Mulai dari jalan yang hancur, mandi pun pakai air keruh. Tidak ada sedikit pun Banyuasin memperbaiki jalan dan memberikan suplai air bersih kepada kami,” katanya.

Sebab itulah dirinya menolak kalau saat ini wilayah tempat tinggalnya masuk menjadi wilayah kabupaten Banyuasin.

Sumber: palpres.com