Indonesia Terancam Resesi Ekonomi, Masuk Daftar 15, Sri Mulayani Bilang Potensinya Kecil

Indonesia Terancam Resesi Ekonomi,  Masuk Daftar 15,  Sri Mulayani Bilang Potensinya Kecil

RADAR PALEMBANG – Indonesia terancam resesi ekonomi menyusul gonjang-ganjing geopolitik global yang telah membuat pasokan di sebagian negara di Eropa sudah terganggu.

Presiden Jokowi dan para menterinya mulai khawatir dan kasak-kusuk atas survei blommber yang mengeluarkan 15 daftar negara terancam resesi. Indonesia pada peringkat 14 di atas India. 

Hari ini Menteri Keuangan Sri Mulyani Idrawati mengingatkan para stake holder akan kondisi Indonesia terancam resesi ekonomi.

Sebelumnya Presiden Jokowi juga megeluarkan pernyataan soal krisis ekonomi ini dan mengingatkan OJK untuk mengontrol secara ketat industri perbankkan dan jasa keungan lainnya.

BACA JUGA:Resesi Sudah di Depan Mata, Presiden Jokowi Ingatkan OJK Perkuat Perbankkan

Menurut Sri Mulyani berdasarkan survei Bloomberg, Indonesia memang masuk ke daftar 15 daftar negara berpotensi resesi. Dengan demikian probabilitas Indonesia masuk jurang resesi hanya 3 persen.

Survei tersebut menunjukkan pada peringkat 1-15 secara berurutan, yaitu Sri Lanka, New Zealand, Korea Selatan, Jepang, China, Hongkong, Australia, Taiwan, Pakistan, Malaysia, Vietnam, Thailand, Filipina, Indonesia, lalu India.

Dalam survei tersebut menyebutkan, Sri Lanka menempati posisi pertama negara berpotensi resesi dengan presentase 85 persen, New Zealand 33 persen, Korea Selatan dan Jepang 25 persen.

Malaysia 13 persen, Vietnam dan Thailand 10 persen, Filipina 8 persen, Indonesia 3 persen, dan India 0 persen.

Sri Mulyani yakin, Indonesia sangat kecil untuk bisa mengalami resesi saat ini.

BACA JUGA:Usia 57 Tahun, Telkom Wujudkan Kedaulatan Digital Untuk Akselerasi Mimpi Anak Bangsa

Hal ini setelah dia melihat berbagai indikator makro ekonomi, seperti neraca pembayaran dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Ketahanan Indonesia menghadapi resesi saat ini lebih baik jika dibandingkan dengan negara lainnya. Termasuk juga dari sisi korporasi dan rumah tangga.

"Kita relatif dalam situasi yang tadi disebutkan risikonya 3 persen dibandingkan negara lain yang potensi untuk bisa mengalami resesi jauh di atas yaitu di atas 70 persen," kata Sri Mulyani ditulis Kamis 14 Juli 2022.

Meski begitu, Sri tak ingin terlena oleh kondisi perekonomian yang lebih baik dari negara lain. Menurutnya, ancaman resesi di tengah ketidakpastian global tetap harus diwaspadai.

Apalagi saat ini risiko global mengenai inflasi dan resesi, atau stagflasi ini akan berlangsung sampai tahun depan.

BACA JUGA:Dari Babaranjang Saja Dapat Rp 600 Miliar, Sementara CSR PTKAI Untuk Sumsel Hanya Rp 700 Juta

"Ini tidak berarti kita terlena. Kita tetap waspada namun message-nya adalah kita tetap akan menggunakan semua instrumen kebijakan kita," ujarnya.

Bersamaan dengan itu, Bank Indonesia (BI) memberikan sinyal akan menaikkan suku bunga acuan jika terjadi kenaikan inflasi.

Deputi Gubernur BI Juda Agung mengatakan, penyesuaian suku bunga akan dilakukan untuk mengantisipasi tekanan inflasi dan dampaknya.

"BI siap untuk menyesuaikan suku bunga jika ada tanda-tanda inflasi inti yang lebih tinggi terdeteksi," kata Juda  saat acara Central Bank Policy Mix for Stability and Economic Recovery di Bali.

Berdasarkan data BI, inflasi inti pada Juni 2022 tercatat 0,19 persen atau turun 0,23 persen secara bulanan dibandingkan dengan inflasi Mei 2022.

BACA JUGA:Sri Mulyani: Ekonomi Indonesia Cukup Kuat Hadapi Tekanan Risiko Global

Namun secara tahunan, inflasi inti Juni 2022 mencapai 2,63 persen, meningkat dibandingkan periode bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,58 persen.

Sementara itu, suku bunga acuan BI saat ini berada di level 3,5 persen sejak Februari 2021.

Sebelumnya, Presiden Jokowi ingatkan OJK untuk perkuat lembaga perbankkan menyusul ancaman resesi sudah di depan mata.

Presiden Jokowi ingatkan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) resesi ekonomi global akan dapat mengganggu kestabilan  sektor keuangan di dalam negeri. Gejolak sektor keuangan ini menghantui negara-negara di dunia, termasuk Indonesia.

Resesi sudah di depan mata ini, pemicu utamanya adalah Perang Rusia dan Ukraina yang menyebabkan lonjakan harga energi dan menimbulkan krisis pangan. Saat ini pasongan pangan di sejumlah Negara di Eropa sudah mulai terganggu.

Masyarakat Eropa yang umumnya konsumsi utamanya adalah gandum yang pemasok utamanya adalah Rusia dan Ukraina. Dua negara itu, akan menahan ekspor gandum mereka karena mengutamakan kecukupan pangan di dalam negerinya.

Presiden Jokowi menyebut, kondisi ini menyebabkan sejumlah negara, termasuk negara-negara besar di Eropa dan Amerika Serikat, mengalami kenaikan inflasi. Sedangkan perekonomian melambat hingga terancam masuk ke jurang resesi.

Jokowi ingatkan OJK karena sejumlah negara besar mengerek tingkat suku bungauntuk meredam laju inflasi. Negara yang paling mecolok  mencolok adalah Amerika Serikat (AS).

Pada Juni lalu, bank sentral di negara itu, The Fed, menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin (bps), yang merupakan kenaikan tertinggi sejak 1994 silam.

 

Sumber: disway.id