Sri Mulyani: Ekonomi Indonesia Cukup Kuat Hadapi Tekanan Risiko Global

Sri Mulyani: Ekonomi Indonesia Cukup Kuat Hadapi Tekanan Risiko Global

RADAR PALEMBANG -Ekonomi Indonesia cukup kuat menangkal ketekanan ekonomi global. Lembaga-lembaga internasional melakukan koreksi ke bawah pertumbuhan ekonomi dunia menyusul risiko baru perekonomian pasca pandemic covid-19. 

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, gambaran ekonomi Indonesia cukup kuat menghadapi risiko global terlihat dari proyeksi IMF dan Bank Dunia. 

Internasional Moneter Fun (IMF) Memprediksikan ekonomi  Indonesia akan tumbuh 5,4 persen pada tahun 2022 dan dan 6,0 persen pada 2023. Sementara Bank dunia memproyeksikan ekonomi Indonesia tahun 2022 dan 2023 masing-masing sebesar 5,1 persen dan 5,3 persen.

BACA JUGA:Sambal Bakar Dadakan, Bikin Ngiler

Pada sisi lain, IMF memprediksikan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2022  dan 2023 berada pada posisi 3,6 persen dan 3,6 persen. Sedangkan bank dunia (World Bank, pertumbuhan ekonomi global pada  2022 sebesar 2,9 persen dan 2023 sebesar 3,0 persen.

‘’Melihat angka itu, kita dapat mengatakan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat pada tahun 2022 dan 2023 ini,’’ujar Menkeu Srimulyani  pada konferensi pers bertema APBN KiTa, Jumat 24 Juni 2022.

Sri Mulyani memaparkan, banyak negara menghadapi ruang fiskal  yang dilematis. Fiskal mereka sudah terpakai amat besar  untuk menghadapi pandemi covid-19. Kondisi geopolitik dan geo ekonomi dunia saat ini sedang gonjang ganjing memperparah tekanan terhadap ekonomi negara-negara   di dunia.  Perang Rusia-Ukraina contohnya.

Bagi Indonesia, penanaman modal di bidang manufaktur pada Bulan  Mei memang mengalami pelambatan. Kendati demikian, konsumsi masyarakat semakin kuat sehingga dapat menopang pemulihan ekonomi. APBN 2022 hingga akhir Mei mencatatkan peningkatan surplus akibat kinerja pendapatan yang baik.

Menkeu memaparkan, berbagai tantangan masih membayangi pemulihan ekonomi domestik. Dengan demikian,  peran APBN sebagai shock absorber sifatnya masih strategis. Pemerintah tetap memperhatikan kesehatan APBN agar tetap sustainabel dan kredibel. 

Pertumbuhan ekonomi tidak tergantung lagi hanya dari sisi APBN. APBN sekarang bergeser sebagai instrumen untuk menjaga shock, tapi bukan lagi sebagai lokomotif utama untuk pertumbuhan ekonomi.

‘’Mesin pertumbuhan sudah mulai menyala melalui konsumsi investasi dan ekspor. Perekonomian Domestik Melanjutkan Tren Pemulihan, Masih Berpotensi Tumbuh Kuat di 2022,’’tambah Menkeu.

APBN hadir bagi masyarakat di tengah risiko ketidakpastian global yang eskalatif. APBN bekerja keras melalui Belanja Negara untuk mendukung program pemulihan ekonomi dan menjaga dampak adanya ketidakpastian. 

Kinerja APBN hingga bulan Mei masih mencatatkan surplus. Kendati demikian, transmisi risiko global ke belanja dan pembiayaan perlu antisipasi optimalisasi.  

Realisasi Belanja Negara sampai dengan akhir Mei 2022 mencapai Rp938,2 triliun (34,6 persen dari pagu APBN 2022). Realisasi Belanja Negara tersebut meliputi realisasi Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp653,9 triliun. Sementara realisasi transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp284,3 triliun.

 

Tren Positif Ekononomi Indonesia

Bila mana melihat dari sisi sisi produksi maupun konsumsi, menujukkan tren positif ekonomi Indonesia yang cukup kuat.  Indeks PMI Manufaktur tetap ekspansif di level 50,8, meski melambat dibandingkan bulan April yang sebesar 51,9. Selanjutnya, konsumsi listrik tumbuh positif. Penopangnya adalah konsumsi listrik industri dan bisnis yang menunjukkan masih kuatnya aktivitas dunia usaha. 

Begitu juga dengan optimisme masyarakat meningkat pada bulan Mei 2022. IKK (Indek Kepercayaan Konsumen) kembali mengalami peningkatan dari bulan April yang sebesar 113,1 menjadi 128,9 pada bulan Mei. Selain itu, mobilitas masyarakat juga terus meningkat seiring terkendalinya pandemic. Rata-rata mobilitas pada kuartal II mencapai 18,6, melonjak jauh dari kuartal I yang hanya mencapai 7,1. 

Sejalan dengan hal tersebut, indeks penjualan riil juga semakin meningkat yang pada Bulai Mei mencapai 239,7 pada. Pertumbuhan  indeks penjualan riil ini tubuh sebesar 5,4 persen secara tahunan. 

Tingkat konsumsi masyarakat tak lepas dari pengaruh momen Ramadhan dan Idul Fitri. Ini terekam dalam Mandiri Spending Index pada awal Mei yang memuncak. Neraca perdagangan masih mencatatkan surplus. Pada bulan Mei sebesar USD 2,90 miliar dengan akumulasi sampai dengan Mei sebesar USD 19,79 miliar. 

Ekspor bulan Mei 2022 mencapai USD 21,5 miliar dengan  pendukungnyaa peningkatan ekspor migas.Sementara impor bulan Mei 2022 mencapai USD 18,6 miliar. Ekspor-impor masih tumbuh positif secara tahunan. Faktor yang mempengaruhinya adalah harga komoditas global yang masih tinggi. 

Cadangan devisa akhir Mei mencapai USD 135,6 miliar. Meski sedikit menurun dari bulan April namun masih mencukupi. Ini setara dengan 6,8 bulan impor atau 6,6 bulan impor dan pembayaran ULN pemerintah.

 

Tekanan Ekonomi Global

Tekanan inflasi global yang masih terus berlanjut. Ini  mendorong kenaikan suku bunga di banyak negara serta berpotensi mendorong peningkatan cost of fund. Tidak terkecuali di Indonesia.  Inflasi Indonesia dalam tren meningkat, namun masih relatif moderat. Hal ini tak lepas dari peran APBN sebagai shock absorber yang mampu menahan dampak kenaikan harga komoditas global menjadi terbatas. Daya beli masyarakat dan momentum pemulihan ekonomi dapat tetap terjaga.

Kinerja belanja K/L bulan Mei 2022 mencapai Rp319,2 triliun. Pemanfaatannya  antara untuk belanja pegawai, kegiatan operasional K/L.  Kemudian untuk  pengadaan peralatan/ mesin, jalan, jaringan, irigasi, serta penyaluran berbagai bansos ke masyarakat. 

Selanjutnya, belanja non-K/L tercapai sebesar Rp334,7 triliun.  Melalui belanja non-K/L, APBN hadir untuk masyarakat dengan memberikan kompensasi BBM sebesar Rp18,1 triliun. Subsidi (berupa 5,6 juta KL BBM; 2,5 juta MT LPG 3 kg; 38,4 juta pelanggan listrik bersubsidi; 3,5 juta ton pupuk; dan 46 ribu unit subsidi perumahan). Selain itu ada juga program kartu prakerja bagi 1,1 juta orang peserta.

Alokasi PC-PEN tahun 2022 terdiri dari penanganan kesehatan sebesar Rp122,54 triliun. Perlindungan masyarakat sebesar Rp154,76 triliun, dan penguatan pemulihan ekonomi sebesar Rp178,32 triliun. 

Realisasi PC-PEN hingga 17 Juni 2022 mencapai Rp113,5 triliun (24,9 persen dari alokasi), meliputi: a) Kesehatan Rp27,6 triliun; b) Perlinmas Rp57,0 triliun; dan c) Penguatan Pemulihan Ekonomi Rp28,8 triliun. 

Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sampai dengan 31 Mei 2022 mencapai Rp284,3 triliun atau 36,9 persen dari pagu APBN 2022. Utamanya didukung kepatuhan daerah dalam menyampaikan syarat salur yang lebih baik dan penyaluran dana BOS regular TA 2022 tahap I. 

Pembiayaan investasi doronganya untuk meningkatkan nilai aset dan manfaat. Pencairan alokasi Pembiayaan Investasi berdasarkan analisis kinerja dan urgensi agar bica cair sesuai dengan kebutuhan penerima investasi. 

Patokan lainnya adalah Key Performance Indicator (KPI) yang terkait dengan investasi untuk meningkatkan akuntabilitas. Sampai dengan 20 Juni 2022, realisasi pembiayaan investasi mencapai Rp18 triliun. Rinciannya adalah kepada BLU Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) dan BLU Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). 

Perkembangan kasus Covid-19 baik global dan domestik relatif landai, namun perlu mewaspadai kemunculan varian baru. Vaksinasi tetap menjadi instrumen utama untuk transisi dari pandemi menuju ke endemi.  Akselerasi vaksinasi perlu berlanjut terutama di tengah kemunculan varian baru. Di Indonesia, sampai dengan 22 Juni 2022, pemberian vaksin Covid-19 mencapai 201,24 juta  (74,5 persen populasi) untuk dosis 1.

Sementara itu  untuk dosis kedua telah mencapai  168,59 juta masyarakat (62,4 persen). Sedangkan vaksin  booster mencapai 49,34 juta masyarakat (18,3 persen populasi). Seiring terkendalinya pandemi Covid-19, tantangan dan risiko global bergeser ke arah peningkatan harga komoditas, memanasnya tensi geopolitik. Percepatan pengetatan moneter AS juga memberikan  tekanan kepada ekonomi global. 

Selain itu, disrupsi suplai yang tak berkesudahan. Peningkatan inflasi dan keterbatasan likuiditas global semakin menambah downside risk (risiko negatif) terhadap prospek perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi global diprediksi melemah. (yui)

 

 

 

Sumber: