PALEMBANG, RADARPALEMBANG.COM - Nama Jimly memang tidak asing lagi di telinga. Tokoh inspirasi Sumsel yang sudah dikenal dekat namanya ini memiliki kiprah besar di dunia hukum tanah air.
Bagi Jimly kesuksesan itu berkat keteguhan hati maupun komitmenya membangun jati diri yang baik, mulai dari pembelajaran terus menerus hingga praktik di lapangan. Sehingga jejak apapun yang ditinggalkan adalah kebaikan.
Prof Dr Jimly Asshiddiqie SH merupakan akademisi Indonesia yang pernah menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden sejak 25 Januari 2010.
Ia juga pernah dipercaya sebagai Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sejak Juni 2012 dari lembaga yang sebelumnya bernama Dewan kehormatan KPU, yang juga ia pimpin pada 2009 dan 2010.
BACA JUGA:Jumat Berkah, KH Ahmad Nawawi Dencik dan Strategi Dakwah Modern
DKPP ini, ia perkenalkan sebagai lembaga peradilan etika pertama dalam sejarah, bukan hanya di Indonesia tetapi juga di dunia.
Sebelumnya, Jimly merupakan pendiri dan menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi pertama (2003–2008). Juga diakui sebagai peletak dasar bagi perkembangan gagasan modernisasi peradilan di Indonesia.
Ia meraih gelar sarjana hukum dari Universitas Indonesia (UI) pada 1982. Kemudian menyelesaikan jenjang pendidikan S2-nya di perguruan tinggi yang sama pada 1987.
Sebagai akademisi, ia dikenal sangat produktif. Sampai sekarang buku karya ilmiahnya yang diterbitkan sudah lebih dari 43 judul dan ratusan makalah yang tersebar di banyak media dan disampaikan di berbagai forum.
BACA JUGA: Afat Lahir dan Besar di Baturaja, Hijrah ke Palembang jadi Pegawai Diler
Banyak ide baru yang ia tuangkan dalam buku, seperti dalam buku "Green Constitution", "Konstitusi Ekonomi", "Konstitusi Sosial", "Peradilan Etik dan Etika Konstitusi", dan lain-lain.
Radar Palembang pernah mewancarai Jimly, dengan ramah ia menyambut. Seakan tidak mengenal jarak. Apapun yang menjadi prinsip hidupnya ia yakini dengan baik dan sungguh-sungguh.
Berikut petikan wawancaranya.
Bapak, apa kabar semoga Allah senantiasa memberikan kesuksesan di segala aktivitas. Bisa Anda ceritakan, bagaimana sebenarnya cerita indah mengalir sejak Anda kecil?
BACA JUGA:Inspirasi Bisnis, Kurmin Halim, Anak Sopir Taksi yang Bermimpi Tinggi
Sebenarnya, saya bukan orang istimewa. Saya terlahir dari keluarga sederhana, dalam artian tidak berlebihan tetapi juga tidak melarat.
Orang tua saya mampu mencukupi kebutuhan pokok anak-anaknya seperti makan dan sekolah, tetapi mereka tidak bisa menyediakan anggaran untuk rekreasi atau kegiatan senang-senang lainnya.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, saya dan saudara-saudara mencari uang dengan cara berjualan.
Kami pernah menjajakan beraneka barang mulai dari es, koran hingga pempek. Di rumah saya juga terdapat industri rumah tangga pembuatan kantong roti.
BACA JUGA:Inspirasi Bisnis, Hendri PalComTech, Pelopor Sekolah Komputer di Palembang
Setiap pagi saya berkeliling menggunakan sepeda untuk menawarkan kantong-kantong tersebut ke tukang roti.
Pada hari libur, saya sering menjadi guide bagi para turis asing. Selain menambah "gemuk" tabungan saya, menjadi guide juga berguna untuk mengasah kemampuan bahasa Inggris saya.
Bagaimana Anda sudah tertarik dengan bidang hukum sejak muda, sebagaimana kami sering mendengar. Apa itu benar adanya?
Waktu kecil cita-cita saya standar, sama seperti anak-anak lainnya. Hingga kemudian pada tahun 1977 saya hijrah ke Jakarta dan bekerja sebagai penerjemah di Kedutaan Pakistan.
BACA JUGA:Inspirasi Bisnis, Owner Mie Dempo Aloy, Dulunya hanya Penjual Gerobak Keliling
Saya berpikir untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Indonesia. Waktu itu kuliah sore hanya tersedia untuk Jurusan Ekonomi dan Hukum.
Karena Jurusan Ekonomi khusus untuk Sarjana Muda, maka saya memilih Jurusan Hukum. Saya sangat menikmati kuliah di Jurusan Hukum. Pelajarannya dengan mudah dapat saya cerna dan pahami.
Mungkin karena saya berasal dari madrasah, sehingga sudah terbiasa bergelut dengan ilmu fiqih. Saya pun tampil sebagai mahasiswa yang menonjol, bahkan sebelum lulus kuliah saya sudah ditawari menjadi asisten dosen.
Lalu, bagaimana Anda menjalani karier?