RADAR PALEMBANG – Proses penyelidikan kasus dugaan pelecehan istri Jendral Sambo sudah naik ke tahap penyidikan. Pertanyannya adalah, polisi tersangkakan orang mati?
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, kasus pengancaman dan pelecehan Istri Jendral sambo sudah masuk ke tahap penyidikan. Hal itu berarti Brigadi Yosua yang selama ini disebut-sebut sebagai pelaku pecehan kepada Putri Chandrawati, Istri Jendral Sambo telah menjadi tersangka.
Pertanyaan yang cukup menggelitik adalah Polisi tersangkakan orang mati apakah tidak bertentangan dengan azas-azas hokum pidana?
BACA JUGA:Istri Jendral Sambo Putri Chandrawati Minta Perlindungan LPSK
Irjen Pol Dedi Prasetyo menyampaikan, dugaan pelecehan istri Jendral Sambo bersamaan dengan keterangan bahwa polisi menolak otopsi ulang terhadap jenazah Brigadir Yosua.
‘’Otopsi sudah dilakukan, dan hasilnya nanti akan disampaikan ke keluarga dan publik. Alasan otopsi ulang ditolak karena sudah dilakukan, nanti akan disampaikan hasilnya mungkin bersama Komnas HAM biar transparan dan obyektif,” kata Dedi Prasetyo, Selasa 19 Juli 2022.
Pada saatu itu, Dedi Prasetyo juga mengatakan kasus pelecehan dan pengancaman terhadap istri Irjen Pol. Ferdy Sambo naik ke tahap penyidikan. Kasus tersebut saat ini ditangani oleh Polda Metro Jaya.
Sebelumnya, perkara ini dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Selatan, penyelidikan serta penyidikan dengan asistensi dari Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri.
BACA JUGA:Trimedya Sorot Tewasnya Brigadir Yosua dan Pelecehan Seksual Istri Jendral Sambo; Apa Kita Ini Buta?
BACA JUGA:Puslabfor Dapatkan Barang Bukti Ini Saat Olah TKP di Kamar, Istri Jendral SamboTrauma Berat
Dedi Prasetyo juga mengatakan kasus dan pengancaman pelecehan terhadap istri Irjen Pol. Ferdy Sambo naik ke tahap penyidikan. Adalah Polda Mentro Jaya yang menangani Kasus tersebut.
“Sudah (naik penyidikan) sesuai dengan apa yang disampaikan Bapak Kapolri semalam,” jelas Dedi.
Naiknya status kasus ini diketahui berdasarkan pernyataan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dalam konferensi pers Senin malam 18 Juli 2022.
Ini terkait dengan penonaktifan Irjen Pol Ferdy Sambo dari jabatannya sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri.
Dedi menyebut bahwa langkah penonaktifan tersebut diambil guna transparansi dan akuntabilitas penyidik tim Polri dalam penyidikan tewasnya Brigadir Yosua dan kasus pelecehan istri Jendral Sambo.
Dedi membenarkan, kasus baku tembak antaranggota di rumah Irjen Pol. Ferdy Sambo yang berawal dari tindakan pelecehan dan pengancaman senjata terhadap istri Ferdy Sambo telah naik ke tahap penyidikan.
Kasus yang dimaksudkan adalah 2 laporan polisi (LP) ke Polres Metro Jakarta Selatan, yakni pelecehan dan pengancaman dengan senjata api yang diduga pelakunya Brigadir Yosua terhadap Putri Chandrawai istri Irjen Pol Ferdy Sambo.
Advokad Soal Orang Mati Jadi Tersangka
Soal polisi tersngkakan orang mati pernah diulas oleh Advokat yang juga mantan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Muchyar Yara. Dia pernag menulis www.askara.co, Kamis 4 Maret 2021 dengan judul Bisakah Orang yang Sudah Mati Jadi Tersangka?
Tulisannya itu mengulas tentang artikel detik.com yang memuat Bareskrim Polri menetapkan ke-6 Laskar FPI yang tewas di kilometer 50 tol Jakarta-Cikampek sebagai tersangka.
Menurutnya, penetapan orang mati jadi tersangka benar-benar sangat aneh bahkan absurd di bidang penegakan hukum.
Dia mengungkapkan, menurut doktrin hukum yang diakui oleh seluruh bangsa yang beradab di dunia ini sebuah kasus hukum (pidana) akan gugur atau terhenti jika tersangkanya atau tertuduhnya mati maka kasus hukum tersebut ditutup.
BACA JUGA:Isu Liar Putri Chandrawati, Jendral Sambo dan Bharada E Menghilang, Ketua RT Ungkap Soal CCTV
Tetapi kini di Indonesia justru sebaliknya, muncul sebuah kasus hukum di mana yang jadi tersangkanya justru orang-orang yang sudah mati.
Selanjutnya, tulisan lengkap Muchyar Yara:
Pertanyaannya bagaimana caranya polisi sebagai penyidik memeriksa para tersangka yang sudah mati itu? Pastinya para tersangka itu tidak akan hadir setelah dipanggil beberapa kali.
Apakah penyidik tersebut harus menyusul para tersangka ke dalam kubur untuk memeriksanya? Kalaupun sudah menyusul ke kubur apakah yang ditanyai adalah mayatnya atau tulang belulang para tersangka tersebut?
Kemudian, umpamanya saja perkara ini diterima oleh Jaksa (P-21), maka polisi harus menyerahkan berkas penyidikan perkaranya sekaligus menyerahkan para tersangkanya. Apa yang akan diserahkan oleh polisi? Apakah polisi akan menyerahkan arwah atau tulang belulang para tersangka?
Lebih lanjut lagi, jika perkara ini disidangkan ke pengadilan, maka siapa tertuduh yang diperiksa oleh pengadilan? Arwah para tertuduh itu?
Namun jika karena ketakutan pihak-pihak penegak hukum atas "tekanan" kekuasaan, dan perkara ini berjalan terus sampai ke pengadilan, maka perkara ini akan menjadi pelecehan dahsyat terhadap penegakan hukum dan akan menjadi lelucon terbesar abad ini. Dan itu terjadinya di Indonesia.
Apakah kalangan profesi hukum di Indonesia (pengajar/advokat) akan diam saja tidak berkomentar?
Berawal dari keanehan pertama, yaitu setelah 3 bulan terjadi kematian akibat pembunuhan (Komnas HAM menyimpulkan sebagai "Anlawful killing"), tidak ada tersangka yang resmi diperiksa sebagai pelaku pembunuhan, kini tiba-tiba muncul keanehan yang lebih dahayat lagi, yaitu korban yang sudah mati menjadi tersangka pelaku pembunuhan terhadap diri mereka sendiri.
Mohon maaf jika sebagai penutup saya bertanya apakah di Bareskrim Polri tidak ada anggota yang paham tentang Criminal Justice System? Kalau memang tidak ada maka keberadaan dan kewenangan Bareskrim Polri sebagai instansi penyidik kriminal perlu dievaluasi kembali.