Di situ Nia menyebutkan Shiddiqiyyah nyambung sampai Muhammad lewat khalifah pertama: Abubakar Siddiq. Bahkan nama Shiddiqiyyah diambil dari gelar yang diberikan Nabi kepada Abubakar: As-Shiddiq. Terpercaya.
Menurut Nia nama jamaah Kautsar diambil dari salah satu nama surah dalam Quran: Al Kautsar. Tapi juga mengandung kepanjangan Khairun Katsirun. Kebaikan yang banyak. Kegiatan menebar banyak kebaikan itu disebut Kautsaran. Seperti juga tahlil menjadi tahlilan dan maulud menjadi mauludan.
Menurut Nia, masa kecil Kiai Muchtar sangat susah. Ayahnya punya dua istri. Tidak rukun. Termasuk anak-anak mereka. Ekonomi kurang baik. Terutama setelah sang Ayah meninggal.
Muchtar-kecil sampai harus jualan ikan asin. Lalu sekolah di pondok Rejoso, Jombang. Menghafal Quran. Tidak kerasan. Pindah ke pondok Tambak Beras, juga di Jombang. Hanya kuat 8 bulan. Ia lantas belajar kanuragan di Trosobo, Sidoarjo. Lalu jadi guru SD Islam di Lamongan.
Di masa muda itu kesukaan Muchtar adalah mengulang-ulang surah Al Kahfi, satu bagian dalam Quran. Setiap sampai ayat ke 60 hatinya bergetar.
Anda sudah tahu ayat itu: "Ingatlah ketika Musa berkata kepada murid-muridnya: aku tidak akan berhenti berjalan sampai ke bertemunya dua samudera atau aku akan berjalan bertahun-tahun".
Surah Kahfi menggambarkan perjalanan tiga anak muda yang diselamatkan Tuhan dari ancaman penguasa. Mereka bersembunyi di sebuah gua. Mereka tertidur. Sampai 300 tahun. Sampai penguasanya sudah berganti-ganti.
Gua itu sekarang jadi pusat turis di Jordania. Saya tidak pernah mempertanyakan kebenarannya ketika ke gua itu kapan itu. Hanya saja terlintas di pikiran: makanya orang yang lagi dimusuhi penguasa baiknya tidur selama 300 tahun.