Bukan Cuma Borobudur, Pulau Kemaro Palembang Juga Wajib Dikunjungi Saat Hari Raya Waisak

Bukan Cuma Borobudur, Pulau Kemaro Palembang Juga Wajib Dikunjungi Saat Hari Raya Waisak

Pulau Kemaro di Palembang menjadi destinasi wisata yang wajib dikunjungi saat perayaan hari raya waisak bukan hanya Candi Borobudur saja--

Benteng pertahanan Pulau Kemaro menjadi kunci penting masuknya kolonial Belanda ke Palembang. Dalam berbagai invasinya, Belanda kehilangan banyak kapal dan anak buah karena pertahanan Benteng Tambak Bayo yang solid.

BACA JUGA:5 Destinasi Wisata Religi yang Wajib Dikunjungi Saat Libur Waisak, Nomor 3 Ada di Palembang

Namun Belanda akhirnya berhasil menduduki Palembang pada tahun 1821, semua benteng yang ada di sekitar Keraton Kuto Gawang—sekarang wilayah Pusri—diluluh-lantakkan oleh Belanda, termasuk Benteng Tambak Bayo.

Dimasa kemerdekaan Indonesai Pulau Kemaro pernah difungsikan sebagai kamp tahanan pada tahun 1965-1967 banyak tahanan politik yang kala itu tewas di sana.

Barulah pada tahun 1968-1997 Pulau Kemaro dijadikan sebagai tempat pemukiman dan tempat ibadah. Sejak tahun 1968 pulau ini mulai dihuni oleh penduduk yang jumlahnya semakin meningkat.

Dan seriring berkembangnya zama, pulau kemaro kini telah menjadi salah satu destinasi wisata, terutama wisata religi yang ramai dikunjungi saat tahun baru imlek, cap go meh dan waisak.

BACA JUGA:Sambut Trisuci Waisak, Ratusan Umat Buddha Meditasi di Bawah Pohon Bodhi

Legenda Puau Kemaro 

Selain bersejarah, Pulau Kemaro juga punya legenda kisah cinta antara putri Palembang, Siti Fatimah dan pangeran dari Negeri Tiongkok, bernama Tan Bun An/

Menurut legenda setempat yang tertulis di sebuah batu di samping Klenteng Hok Tjing Bio, pada zaman dahulu, datang seorang pangeran dari Negeri Tiongkok, bernama Tan Bun An, ia datang ke Palembang untuk berdagang.

Ketika ia meminta izin ke Raja Palembang, ia bertemu dengan putri raja yang bernama Siti Fatimah. Ia langsung jatuh hati, begitu juga dengan Siti Fatimah.

Merekapun menjalin kasih dan berniat untuk ke pelaminan. Tan Bun An mengajak sang Siti Fatimah ke daratan Tiongkok untuk melihat orang tua Tan Bun Han.

BACA JUGA:Urban Legend Palembang, Pulau Kemaro Berawal dari Kisah Cinta Teragis dan Tak Pernah Tergenang Air

Setelah beberapa waktu, mereka kembali ke Palembang. Bersama mereka disertakan pula tujuh guci yang berisi emas.

Sesampai di muara Sungai Musi Tan Bun han ingin melihat hadiah emas di dalam Guci-guci tersebut. Tetapi alangkah kagetnya karena yang dilihat adalah sayuran sawi-sawi asin.

Sumber: