Wamenag Bicara Revolusi Kebudayaan, Indonesia Membutuhkan Strategi Bertahan

Wamenag Bicara Revolusi Kebudayaan, Indonesia Membutuhkan Strategi Bertahan

Wamenag Zainut Tauhid Sa'adi menjelaskan Indonesia tidak memerlukan revolusi kebudayaan akan tetapi butuh strategi bertahan. (foto:humas kemenag) --

RADAR PALEMBANG - Zainut Tauhid Sa’adi Wakil Menteri Agama/ Wamenag bicara revolusi kebudayaan di Indonesia dalam kerangka  menyikapi arus multidimensi dari  pusaran globalisasi.

Menurutnya, dalam arus globalisasi yang dibutuhkan Indonesia adalah strategi untuk bisa bertahan, bukan revolusi kebudayaan.

Wamenag, memiliki pengalaman sejarah berkenaan dengan seni dan budaya yang pernah menjadi alat propaganda ideologi yang bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.

”Saat ini Indonesia membutuhkan strategi kebudayaan untuk bertahan di tengah pusaran global,” ungkap Wameng Zainut, Selasa (2/8).

BACA JUGA:Toga Muba Ubah Pola Konsumtif Jadi Produktif

BACA JUGA:Desa Bitis Pilot Project Kampung Reforma Agraria

Wamenag bicara revolusi kebudayaan, dalam kerangka menjawab dinamika yang sedang terjadi dalam berbangsa dan bernegara, terutama dinamika ideologi.  ‘’Tantangan saat itu bisa dijawab secara bijak, persuasif,’’ujarnya.

Sikap bijak dan persuasif dengan menghadapi dinamika ideologi bangsa pernah diwujudkan Buya Hamka, Bahrum Rangkuti, Junan Helmy Nasution, H. Sudirman dengan membentuk Himpunan Seni Budaya Islam (HSBI).

Kemudian ada juga Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (LESBUMI) yang dilahirkan tokoh-tokoh seniman Djamaluddin Malik, Usmar Ismail, Asrul Sani dan kawan-kawan. 

Sejarah mencatat HSBI yang berafiliasi ke Masyumi dan Muhammadiyah, dan LESBUMI berafiliasi ke NU. Keduanya, memiliki peran sangat penting di masa lalu.

BACA JUGA:Ngobrol Asyik Kapolres OKUT Bersama Wartawan

BACA JUGA: Metropolitan Casting Tournament 2022, Kampanyekan Kelestarian Ikan Gabus

Terutama dalam mengadvokasi politik seni dan budaya yang berpijak pada nilai-nilai agama sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.

 “Dalam konteks kekinian, sarana dan media seni-budaya generasi millennial tidak boleh kehilangan orientasi keindonesiaan sebagai bangsa yang beragama dan berbudaya ketimuran dengan menjunjung tinggi norma-norma kesopanan,” jelasnya.  

Seni dan budaya, kata Wamenag, tidak boleh dijauhkan dari tujuan pembangunan manusia dan masyarakat yang bermoral, beragama, dan berkeadaban.

Di tengah arus budaya global dan teknologi informasi, umat Islam, dan bangsa Indonesia harus memiliki ketahanan kultural dalam memilah dan memilih unsur-unsur budaya dari luar yang tidak bertentangan dengan pandangan hidup masyarakat. 

‘’Ketahanan kultural paling kokoh adalah yang bersumber dari pandangan hidup, akidah dan way of life yang kita yakini, yaitu ajaran dan nilai-nilai agama,” pesannya. (esy/jpnn)

 

Sumber: