Otak membutuhkan suplai oksigen yang cukup agar dapat beroperasi dan sistem pernapasan memerlukan instruksi dari otak agar dapat beroperasi.
Menurut Physiopedia, hingga sepertiga pasien dengan cedera otak traumatis parah mengalami sindrom distres pernafasan akut atau acute respiratory distress syndrome (ARDS).
Pada kondisi ini, antarmuka alveolar-kapiler mengalami peradangan, yang menyebabkan cairan dan protein memasuki ruang interstitial dan alveoli.
Antara 20 hingga 30 persen orang yang mengembangkan ARDS meninggal akibat infiltrasi paru yang menyebabkan kegagalan pernapasan.
BACA JUGA:10 Buah yang Ampuh Turunkan Darah Tinggi, Coba Sekarang!
5. Spastisitas
Spastisitas adalah gangguan pada pola gerakan otot yang menyebabkan otot tertentu berkontraksi sekaligus.
Spastisitas dapat berkembang satu minggu setelah cedera.
Spastisitas ringan memiliki beberapa manfaat, seperti mempertahankan massa otot atau meningkatkan gaya berjalan.
Namun, peningkatan tonus dan kejang otot sedang hingga berat dapat sangat memengaruhi hasil rehabilitasi, pemulihan fungsional, dan kemampuan untuk beraktivitas.
Spastisitas sedang hingga parah membutuhkan protokol manajemen terstruktur.
BACA JUGA:2 Buah Disebut Alquran, Manfaatnya Bisa Turunkan Kolesterol
6. Trombosis vena dalam dan emboli paru
Setelah cedera kepala, orang yang selamat rentan mengalami trombosis vena dalam atau deep vein thrombosis (DVT), terutama jika orang tersebut tidak bergerak untuk jangka waktu yang lama.
DVT mengacu pada pembentukan satu atau lebih gumpalan darah di pembuluh darah besar di tubuh, biasanya di kaki.
Jika sebagian bekuan pecah, ini dapat berjalan ke seluruh tubuh. Ini selanjutnya dapat menyebabkan komplikasi yang lebih serius, seperti emboli paru.