JAKARTA, RADARPALEMBANG.COM - Perseteruan abadi antara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan Partai Demokrat kembali memanas. Hal itu terjadi pasca SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) mempertanyakan urgensi perubahan sistem pemilu dari proporsional terbuka ke proporsional tertutup.
SBY menulis artikel tentang upaya perubahan sistem pemilu yang diinginkan PDIP melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
SBY mempertanyakan urgensi perubahan sistem pemilu yang sifatnya sangat fundamental dalam sistem ketatanegaraan. Upaya perubahan sistem pemilu dilakukan saat proses pemilu sudah berlangsung dan tidak ada kegentingan dalam negara.
Pandangan SBY terhadap judicial review sistem pemilu ke Mahkamah Konstituis (MK) membuat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto meradang. Dia pun langsung menuding mantan Presiden RI SBY Jas Merah (jangan sekali-kali melupakan sejarah).
Hasto menyebut, pada Era SBY dan Demokrat berkuasa, juga pernah ada judicial review sistem pemilu ke MK, yaitu merubah sistem Proporsional Tertutup menjadi Porposional Terbuka.
Ketua MK saat itu adalah Prof Moch Mahfud MD yang saat ini menjadi Menko Polhukkam di Kabinet Presiden Jokowi.
‘’Pada Bulan Desember 2028 juga pernah terjadi judicial review sistem pemilu ke MK oleh kader Partai Demokrat,’’ ujar Sekjen PDIP Hasto menanggapi pandangan SBY soal urgensi perubahan sistem pemilu.
Menurut Hasto, putusan MK waktu itu, merubah sistem pemilu dari Proporsional Tertutup menjadi Proporsional Terbuka. Hasto pun dengan kata nyelekit menyindir SBY dengan kata Jas Merah. ‘’Mungkin Pak SBY lupa dengan ini,’’ujarnya.
Diksi yang digunakan Hasto untuk menyerang SBY pun cukup tajam. Hasto menuding, Partai Demokrat berhasil meraih keuntungan dari hasil judicial review pada 2028 – 4 bulan sebelum pemilu.
‘’Melakukan perubahan menjelang Pemilu seharusnya tidak boleh melakukan perubahan sistem pemilu. Nyatanya, hal dijadikan sebagai strategi untuk mencapai kemenangan untuk jangka pandek. Waktu itu Demokrat melakukan segala cara sehingga perolehan suaranya naik mencapai 300 persen,’’tuding Hasto.
Saat PDIP berkuasa lajut Hasto, kenaikan suara pada Pemilu hanya 1,5 persen. Kenaikan perolehan suara hingga 300 persen mustahil terjadi pada sistem multi partai.
‘’Kecurangan yang sangat massif dilakukan Demokrat saat itu. Penggunaan beberapa elemen KPU juga dilakukan. Anggota KPU dijanjikan masuk kepengurusan partai,’’ujar Hasto.