BACA JUGA:Dulu Semak Belukar, Sekarang Panen Jagung di Kantor Bupati PALI
Menurutnya, informasi didapat setelah menerima laporan dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Nana mengaku, itu tidak boleh.
“Kita mendapatkan kepastian dari informasi itu, setelah kami perintahkan untuk mengecek anggota PPS yang merupakan dari pasangan suami istri dalam satu desa. Tindaklanjutnya nanti kita juga bakal evaluasi,’’ jelasnya.
Disisi lain, Nana juga mengaku ada PPS yang semuanya merupakan perempuan. Meski tidak ada larangan, namun dikhawatirkan akan menghambat kinerja PPS di desa itu, saat penyelenggaraan pemilu.
“Kalau data kita ada di satu wilayah desa yang anggota PPS keenam-enamnya (semuanya) perempuan. Kondisi itu terjadi di Desa Muara Cawang, Kecamatan Lahat Selatan,” kata Nana Priana.
BACA JUGA:Berangkat Umroh dan Haji Bisa Langsung dari SMB II Palembang
Menurut Nana, dalam aturan memang ada wajib ada 30 persen perempuan sebagai anggota penyelenggaran emilu termasuk PPS.
Mereka akan bekerja selama 14 bulan membantu kerja KPU dalam menyelenggaran tahapan Pemilu 2024.
‘’Selama ini Pihaknya tidak ada kendala terkait PPS perempuan di dalam satu desa. “Dalam proses rekruitmen, panitia seleksi sudah melakukan wawancara mendalam terhadap calon. Materi wawancara juga ada kesanggupan yang bersangkutan sebagai penyelenggaran Pemilu,’’tukasnya.
BACA JUGA:Kasus Korupsi Tiga Komisioner Bawaslu Prabumulih Siap Disidangkan Pengadilan Tipikor Palembang
Terpisah, Ketua Bawaslu Kabupaten Lahat Andra Juarsyah, melalui Divisi Penangan Pelanggaran dan Datin, Paigal Firdaus menyatakan, sudah dapat laporan ada suami-istri jadi PPS, dan PPS di sejumlah desa hanya terisi kaum perempuan.
“Tidak boleh suami-istri jadi penyelenggaran pemilu, salah satunya harus keluar. Jelas kita berikan rekomendasi ke KPU Lahat, untuk ditindak sesuai perundang-undangan, sesuai azas pemilu,” tegas Paigal.
Paigal menyebut, pihaknya tidak mengharamkan kaum perempuan ikut sebagai penyelenggara pemilu. Hanya saja, jika dalam satu desa semuanya beranggotakan perempuan, dikhawatirkan kinerjanya tidak akan bisa all out (sepenuhnya). Karena penyelenggara pemilu akan bekerja penuh waktu.
“Bukan dilarang, bukan membatasi siapa yang ingin ikut. Tapi apakah yakin, jika semuanya beranggotakan perempuan, pekerjaan bisa all out. Ini untuk pemilu yang lebih baik,".pungkasnya. (man)