Sikap Puan Maharani Soal Perpu Cipta Kerja, Harus Dicabut Jika …

Selasa 10-01-2023,19:33 WIB
Editor : Yurdi Yasri

JAKARTA, RADAR PALEMBANG.COM – Ketua DPR RI Puan Maharani akhirnya mengeluarkan sikap terkait kotroversi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Cipta Kerja No 2 Tahun 2023. Pemerintah harus mencabut jika Perppu itu tidak mendapat peretujuan DPR.

Menurut Puan Maharani,  DPR sudah mengagendakan pembahasan  Perppu Cipta kerja pasca reses.  Mengawali tahun 2023, pembahasan tentang Perppu Cipta Kerja itu merupakan salah satu dari agenda dewan.

Perppu Cipta Kerja 2022 yang dikeluarkan Presiden Jokowi belum bisa berlaku sebelum mendapat persetujuan dari DPR.  

‘’Jika nanti  DPR tidak  setuju maka pemerintah harus mencabut Perppu itu,’’tukas Puan Maharani dalam pidato pembukaan masa persidangan III tahun sidang 2022-2023, Selasa (10/1/2023), sebagaimana mengutip dari kabar 24.bisnis.com.

BACA JUGA:Pendapat 10 Ahli Tolak Perppu Cipta Kerja 2022, Inkonstitusional, Hanya Untuk Oligarki dan Kurangi Hak Pekerja

Pemerintah menilai bahwa Perppu tersebut sebagai pelaksanaan atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020.  Putusan MK itu menyatakan UU UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, inkonstitusional bersyarat selama 2 tahun.  

‘’DPR akan menilai dan sependapat dengan pemerintah  atau tidak soal kedudukan Perppu No 2 Tahun 2022 itu sebagai pelaksanaan dari perintah MK. Nanti akan tercermin dalam pandangan fraksi-fraksi,’’ujarnya.

Puan memaparkan parlemen tentu akan menilai dasar hukum penerbitan Perppu itu.  Begitu juga alasan  untuk mengeluarkan Perppu apakah benar-benar  kondisi saat ini sedang dalam keadaan darurat atau tidak.

Begitu juga dengan substansi dan isi dari Perppu,  tentu akan menjadi bahan pembahasan bagi anggota DPR. Kendati parlemen saat ini dikuasai oleh partai pemerintah, bukan berarti  dewan akan menyetujui begitu saja   Perppu yang telah diterbitkan.

BACA JUGA:Ucapan Ngawur dan Bodoh Mahfud MD ke Rizal Ramli Soal Perppu Cipta Kerja, Siteru Makin Sengit

Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya pada Desember 2021 silam menyatakan UU Cipta Kerja Inkonstitusional.

Dasar itulah banyak para ahli hukum Tata Negara, aktivis dan buruh serta sebagian politisi  menganggap tidak ada dasar pemerintah mengeluarkan Perppu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Banyak pendapat penerbitan Perppu itu merupakan akal-akal pemerintah  agar UU Omnibus low Cipta Kerja tetap bisa diterapkan .  

Kemungkinan pemerintah tidak akan bisa merampungkan revisi UU  No 11 Tahun 2020, sebagaimana diperintah Mahkamah Konstitusi (MK), mengingatkan sisa tenggat waktu tinggal tujuh bulan lagi.

BACA JUGA:Lukas Enembe Ditahan, KPK Siapkan Upaya Paksa Penahanan

Pemerintah lebih memilih menerbitkan Perppu sebagai jalan pintas dibandingkan mengajukan revisi dan membasnya bersama DPR. Targetnya  adalah atura-aturan yang telah termuat dalam UU Cipta Kerja yang controversial itu dapat diterapkan.

Sementara itu Gerakan Buruh Bersama Rakyat atau Gebrak menilai Perpu No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai jalan culas yang diambil Presiden Joko Widodo atau Jokowi.  Perpu Cipta Kerja justru malah meneruskan aturan pelaksana yang bersifat strategis berdasar UU Cipta Kerja.

Menurut Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos , Perppu yang ditebitkan pemerintah merupakan cara pemerintah untuk mempertahankan UU No 11 tahun 2020 yang tidak berpihak kepada rakyat.

 BACA JUGA:Simpatisan Lukas Enembe Lempar Batu, Kapolda Sebut 2 Orang Diamankan

‘’Kami para buruh membaca muatan Perppu itu sama dengan UU Cipta Kerja. Tidak perubahan sama sekali. Malah banyak hak-hak buruh yang dikurangi. Perpu Cipta Kerja itu berisikan masalah yang sama,’’ Nining,  melalui keterangan persnya, Selasa, 10 Januari 2023.

Menurutnya, Jika Perpu Cipta Kerja terlaksana , salah satu masalah yang akan dihadapi rakyat adalah pasar tenaga kerja fleksibel.

Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) diatur dalam Peraturan Pemerintah.  (*)

Kategori :