Apa Ada Pajak atas Donasi (AAPD)?
Polemik donasi Agus Salim dari sisi perpajakan --
Oleh : Yuli Kurniawan – Penyuluh Pajak KPP Madya Palembang
Medio Oktober 2024 jagat media massa dan media sosial dihebohkan oleh kasus donasi sebesar Rp1.5 M untuk Agus Salim korban penyiraman air keras di Cengkareng Jakarta Barat.
Liputan yang luas dari media “mainstream” terkait peristiwa tersebut dan adanya indikasi penyalahgunaan donasi yang telah diberikan oleh masyarakat untuk pengobatan Agus Salim menjadi lanjutan cerita yang menjadi sorotan publik.
Semua pernak-pernik dan drama yang mewarnai cerita donasi Agus Salim menjadi meme yang viral di media sosial.
Semua aspek pemberian donasi menjadi polemik yang ramai dibahas. Tinjauan kasus tersebut dari sisi hukum, sisi sosial, dan sisi etis menjadi pembahasan hangat yang menjadi konsumsi publik. Lalu bagaimana kita melihat kasus tersebut dari sisi perpajakan?
Apakah seseorang atau badan usaha yang telah memberikan sebagian hartanya untuk disumbangkan atau didonasikan tetap memiliki kewajiban perpajakan? Dan apakah seseorang yang sedang membutuhkan, memerlukan bantuan dan mendapatkan bantuan dari orang lain masih dikenakan pajak atas donasi yang diterimanya?
Secara ketentuan Pasal 4 ayat 3 angka 1 dan 2 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan menyatakan bahwa bantuan atau sumbangan dan harta hibahan dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan.
Ketentuan lebih lanjutnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2020 tentang Bantuan atau sumbangan, serta harta hibahan yang dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan, yang mengatur lebih rinci tentang definisi, batasan, dan kriteria dari bantuan, sumbangan serta harta hibahan yang dapat dikecualikan dari objek pajak penghasilan (PPh).
Definisi, Batasan dan kriteria nya diatur sebagai berikut.
Kewajiban Perpajakan Pemberi Sumbangan
Bagi pemberi sumbangan, jika terdapat selisih lebih antara harga pasar dengan nilai sisa buku fiskal atau nilai perolehan dari barang yang disumbangkan maka selisih tersebut dianggap sebagai keuntungan yang merupakan objek pajak bagi pemberi sumbangan, tetapi di beleid yang sama juga dijelaskan bahwa hibah, bantuan dan sumbangan tersebut dapat dikecualikan dari objek PPh sepanjang diberikan kepada:
1) keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus yaitu orang tua kandung dan anak kandung.
2) badan keagamaan, yaitu badan yang tidak mencari keuntungan dengan kegiatan utamanya mengurus tempat-tempat ibadah dan/atau menyelenggarakan kegiatan keagamaan.
3) badan pendidikan, yaitu badan yang tidak mencari keuntungan dengan kegiatan utamanya menyelenggarakan pendidikan.
Sumber: