Bersenandung di Perahu Kajang, Eksistensi Sastra Tutur di Tengah Lahan Basah yang Semakin Terdesak

Bersenandung di Perahu Kajang, Eksistensi Sastra Tutur di Tengah Lahan Basah yang Semakin Terdesak

Acara diskusi dan penampilan maestro sastra tutur lahan basah Sungai Musi bersama penyair muda Sumatera Selatan, di Kopi Mibar Minggu 24 Maret 2024--dokumen/radarpalembang.com

PALEMBANG, RADARPALEMBANG.COM - Teater Potlot mengelar program "bersenandung di perahu kajang", memaknai pesan-pesan luhur dan puisi-puisi lahan basah Sungai Musi bersama penyair muda Sumatera Selatan, Minggu 25 Maret 2024.

Kegiatan berlangsung akrab di Kopi Mibar, Kecamatan Seberang Ulu II Palembang dengan juga menghadirkan peneliti sastra dan sastra tutur dari kelompok Gen Z dan maestro sastra tutur yang didatangkan dari Desa Beringin Kecamatan Lubay Kabupaten Muaraenim.

Program didukung oleh Kemendikbud Ristek melalui Dana Indonesiana yang berlangsung dari Januari-September 2024.

Program ini merupakan program yang ke-3 setelah sebelumnya digelar rutin tahunan, pertama tentang Sungai Musi dan kemudian Pindang (kuliner khas ikan yang didapatkan dari lahan basah) dan tahun ini bersenandung di perahu kajang.

BACA JUGA:Ratu Dewa Pastikan Ekonomi dan Inflasi Palembang Terkendali Jelang Ramadan

"Masyarakat yang hidup di lahan basah Sungai Musi multi etnis, yang berasal dari berbagai subu bangsa di Asia dan Nusantara.

Mereka membaur dan melahirkan tradisi dan budaya bahari yang khas, mulai dari teknologi, ritual, kuliner, pengobatan, pemerintahan hingga seni,"tutur Dr Nasir selaku peneliti sastra dalam program ini, didampingi Taufik Wijaya (TW).

Nah, salah satu teknologi yang dilahirkan dari masyarakat lahan basah Sungai Musi yang bertahan selama puluhan abad yakni perahu, salah satunya perahu kajang.

Hal ini diungkapkan dalam diskusi karya penyair dan maestro sastra tutur Sungai Musi, yang puisinya akan dijadikan video art.

Puisi karya para penyair ini akan ditelisik berdasarkan pesan-pesan luhur dari masyarakat lahan basah Sungai Musi yang sebelumnya termakna dalam sastra tutur.

BACA JUGA:SNBT dan KIP Kuliah 2024 Sudah Dibuka Bersamaan, Daftar yang Mana Dulu? Simak Infonya di Sini

"Kami hidup dari sungai, kami bergantung pada sungai sehingga kami pun menjaga sungai," kata Maestro sastra tutur, Betembang, Moksan, di acara tersebut. 

Selain Moksan, hadir juga maestro sastra tutur yang lain yaitu  Nidi Hartono, Mat Sardin dan M.Sarkati, berasal dari Desa Beringin, Lubai, Kabupaten Muara  Enim, Sumatera Selatan. 

Mat Sardin bercerita sastra tutur yang kini telah mereka himpun dan dikenalkan kembali kepada masyarakat Desa Beringin merupakan warisan budaya dari nenek moyang.

Sumber: