Bukan Krismon 1998, Krisis Ekonomi Terparah Indonesia Terjadi pada Demokrasi Terpimpin, Ini Alasannya

Bukan Krismon 1998, Krisis Ekonomi Terparah Indonesia Terjadi pada Demokrasi Terpimpin, Ini Alasannya

Krisis ekonomi terparah Indonesia bukan terjadi pada krismon 1998 melainkan pada era Demokrasi Terpimpin tahun 1965 karena pemerinta banyak mencetak uang--

Pencetakan uang besar-besaran tersebut membuat peredaran uang menjadi tidak terkontrol, sejak tahun 1962-1966 jumlah uang beredar di masyarakat meningkat 150 kali lipat.

Masyarakat Indonesia mendadak mempunyai punya banyak uang, namun hal ini menambah kemiskinan karena  jumlah uang yang melonjak drastis tersebut akhirnya memicu harga-harga kebutuhan pokok juga naik pesat di tahun 60an.

Harga sembako naik hampir 260 kali lipat, puncaknya tingkat inflasi Indonesia naik hingga 594 persen di tahun 1965.

BACA JUGA:Pertumbuhan Ekonomi Sumsel dalam Data, Komoditas Unggulan Bikin Moncer

Sebagai perbandingan, tingkat inflasi Indonesia saat krisis moneter 1998 yang sudah dianggap sangat menyengsarakan hanya ada di angka 78 persen, sementara tingkat inflasi Indonesia di tahun 65  hampir menyentuh 600 persen.

Hal tersebutlah itulah yang membuat krisis ekonomi 1960-an dan menjadi krisis ekonomi terparah yang pernah terjadi di Indonesia.

Saat itu semua masyarakat memiliki uang namin setiap hari harga barang pokok seperti beras, telur, dan daging naik drastis yang membuat uang semakin tidak berharga daya belinya, kemudian jatuh dan orang-orang lebih menghargai segenggam beras daripada uang yang nilainya terus merosot.

akibatnya setiap kali masyarakat mendapatkan uang mereka akan langsung berusaha untuk membelanjakan uangnya secepat mungkin karena mereka sadar uang yang mereka pegang daya belinya terus menurun.

Dalam waktu singkat perilaku masyarakat yang terus-terusan ngebelanjain uangnya dan nimbun barang, semakin memperburuk keadaan dimana terjadinya krisis kebutuhan pokok, kelangkaan barang dan harga barang yang semakin naik karena langka.

BACA JUGA:Harga Bitcoin Bakal Naik Signifikan Tahun 2024, Efek Fenomena Halving, Jadi Aset Investasi Tertinggi di Dunia

Pada tahun 65 banyak toko-toko yang tutup karena kehabisan stok barang, masyarakat sampai harus mengantri untuk mendapatkan jatah sembako setiap bulan dari pemerintah.

Pada akhir Demokrasi Terpimpin 80 persen jalan nasional dan jalan provinsi berada di kondisi yang buruk karena tidak dipelihara, banyak persenjataan militer yang akhirnya mangkrak karena tidak dipelihara dan suku cadangnya yang sangat mahal.

Segala upaya dilakukan pemerintah untuk meredam hiperinflasi, mulai dari pengendalian harga hingga membayar sebagian gaji karyawan dalam bentuk beras.

Pemerintah juga melakukan berbagai kewajiban yaitu masyarakat wajib untuk mempertahankan tabungannya, tidak boleh dibelanjakan pada saat itu, bahkan ada pembekuan 90 persen giro dan deposito bank di atas jumlah tertentu.

Rekening yang dibekukan tersebut diambil alih oleh pemerintah, kemudian ditukar dengan surat hutang negara atau obligasi.

Sumber: