Daerah Penghasil Migas Bukan Berarti DBH Besar, Lihat Dana Pusat Lainnya

Daerah Penghasil Migas Bukan Berarti DBH Besar, Lihat Dana Pusat Lainnya

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pembendaharaan Sumatera Selatan, Lydia Kurniawati Christyana, kiri foto--doc radarpalembang.disway.id

PALEMBANG, RADARPALEMBANG.COM – Terkait keluhan Pemprov Sumsel melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sumatera Selatan soal terus turunnya penerimaan dana bagi hasil atau DBH, diminta untuk melihat data dana pusat yang digelontorkan secara menyeluruh.

Berdasarkan data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sumatera Selatan dalam kurun 6 tahun terakhir, dana bagi hasil atau DBH tahun 2018 yakni sebesar Rp518 miliar, pada 2019 sebesar Rp471 miliar, pada 2020 sebesar Rp339 miliar, pada 2021 sebesar Rp406 miliar, pada 2022 sebesar Rp 357 miliar dan Rp277,2 miliar untuk tahun 2023.

Terkait hal tersebut, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pembendaharaan Sumatera Selatan, Lydia Kurniawati Christyana, Senin 9 Januari 2023 mengatakan oke dari DBH turun tapi dilihat dari DAK fisik naik tidak, dari DAU naik tidak, dana operasional sekolah naik tidak. 

“Sehingga bisa menggambarkan utuh, bahwa sumber-sumber dana penerimaan ini tidak hanya untuk kemudian dikembalikan lagi ke DBH tapi untuk memenuhi proposal daerah tadi. DAK fisik itu proposalnya dari daerah, jadi itu harus dibandingkan,” jelasnya.

BACA JUGA:Soal DBH, Pemprov Sumsel Kirim Surat ke 3 Kementerian

Selain itu, penentuan dana pusat yang dikirim ke daerah juga sangat tergantung dari kinerja pemerintah daerah atau pemda yang bersangkutan, salah satunya menjadi faktor penentu besaran dana bagi hasil daerah. 

Sebagai comtoh, menurut Lydia, belanja yang sebelumnya dikelola dengan kualitas baik atau tidak, mungkin bisa dilihat dari silpa-nya (sisa lebih perhitungan anggaran), salah satu kinerja yang diukur adalah silpa. 

Silpa menurut Lydia, bukan berarti adana silpa kinerja Pemda tidak bagus, silpa boleh sepanjang itu karena efisiensi, bukan silpa yang berasal dari belanja yang tidak dipakai akibat pekerjaan yang tidak selesai.

Kembali lagi soal DBH, kata Lydia, untuk perhitungan dana bagi hasil migas dipengaruhi beberapa factor, penghitungan DBH migas ini kan disesuaikan juga dengan harga lifting minyak dan gas. 

BACA JUGA:BPS Rilis Impor Migas dan Non Migas Kompak Turun di November

“Sebetulnya Kementerian atau Lembaga yang harus berkoordinasi sampai jadi angka berapa, dan oleh Kementerian Keuangan masuk ke formula, bukan Kemenkeu saja, jadi perhitungannya justru oleh kementerian teknis, ESDM dan SKK Migas. Kemenkeu mendapatkan angka dari perhitungan kementerian teknis tadi,” kata Lydia.

Oleh Kemenkeu, kata dia, kemudian dihitung berdasarkan formula, kalau ada kenapa turun, tentu tidak bisa satu sisi Kemenkeu menjawab, kalau dari formula yang dibuat oleh Kemenkeu, tentu telah dihitung secara formula.

“Kemudian kenapa turun, daerah harus melihat juga kucuran DAK (Dana Alokasi Khusus) fisik dan DAU (Dana Alokasi Umum) yang dialokasikan dari Kemenkeu, daerah penghasil migas bukan berarti akan mendapatkan hasil yang besar,”kata dia. 

“Jadi jika sebuah daerah adalah penghasil sumber daya alam yang tinggi, tapi DBHnya kecil maka itu tadi ada rumusannya. Dilihat juga kinerja di daerah itu bagus tidak, realisasi belanjanya bagus tidak, indeks pembangunan manusia di daerah itu bagaimana, dan sebagainya,” ujar Lydia. 

Sumber: