Inmemoriam Prof Dr Azyumardi Azra, Orang Indonesia Pertama Dapat Gelar CBE Dari Ratu Elizabeth II

Inmemoriam  Prof Dr Azyumardi Azra, Orang Indonesia Pertama Dapat Gelar  CBE Dari Ratu Elizabeth II

Prof Dr Azyumardi Azra semasa hidup.--

PALEMBANG, RADAR PALEMBANG - Cendikiawan Muslim Indonesia asal Minang  Prof Dr H Azyumardi Azra MPhil, MA,CBE meninggal dunia pada Minggu, 18 September di Rumah Sakit Serdang Selangor, Malaysia, Minggu 18 September 2022.  Dia dikabarkan mengalami serangan jantung dalam penerbangan dari Jakarta ke Kualalumpur.

Azyumardi Azra lahir di Lubuk Alung Sumatera Barat pada tanggal 04 Maret 1955.  Arti namanya cukup puitis “Permata Hijau”. Dalam keluarga, Azyumardi biasa dipanggil “Edy” atau “Mardi” adalah anak ketiga dari enam bersaudara.

Dia merupakan anak lelaki pertama dari pasangan Azikar dan Ramlah. Ra’azni dan Azriati, dua kakak perempuannya. Azyumardi lalu punya dua adik lelaki dan satu adik perempuan. Azyumardi dibesarkan oleh orangtua yang sadar pentingnya pendidikan.

BACA JUGA:BREAKING NEWS: Ketua Dewan Pers Prof Azyumardi Azra Meninggal Dunia di Malaysia

Mengutip dari Buku Cerita Azra, cendikawan muslim yang terkenal moderat ini, merupakan orang Indonesia pertama yang meraih gelar Commander of the British Empire (CBE) dari Ratu Inggris. Ia berhak dipanggil Sir dan memiliki hak-hak khusus lainnya.

Pesepakbola David Beckham dan beberapa orang popular lainnya di Inggris memiliki pangkat di bawah dirinya. Satu lagi yang ia banggakan, di dalam dunia penerbangan ia tercatat sebagai salah seorang frequent Flyer tertinggi salah satu maskapai penerbangan terbaik di dunia: Singapore Airlines (SQ), sejak tahun 2005.

Azyumardi Azra, biasa dipanggil ‘Azra’, adalah seorang cendekiawan Muslim “pendobrak”. Kiprahnya di dunia pendidikan menghasilkan inovasi-inovasi yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain.

Salah satu hasilnya adalah bertransformasinya IAIN Syarif Hidayatullah menjadi UIN Syarif Hidayatullah, yang menjadikan institusi pendidikan Islam itu bisa masuk ke dalam arus utama, menjadi lebih open-minded, berkualitas, dan bermartabat di mata masyarakat.

BACA JUGA:BMI Demokrat Sumsel Nilai BLT BBM Kurang Tepat

Azyumardi Azra adalah seorang Pakar Sejarah dan Peradaban Islam yang diakui dunia internasional. Ia pun sudah mendapatkan gelar Guru Besar dari almamaternya, UIN Syarif Hidayatullah.

Azyumardi Azra pernah dipercaya oleh mantan Wapres Jusuf Kalla untuk menjadi Deputi Sekretaris Wakil Presiden (Sewapres) Bidang Kesra selama dua tahun.

Berbagai partai politik sudah pernah melamarnya untuk bergabung, tapi ia tetap teguh pada netralitasnya.

Netralitasnya dari dunia politik menjadikan dirinya sebagai orang yang paling diburu wartawan untuk berkomentar perihal masalah politik dan social kemasyarakatan.

Azyumardi Azra dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang agamis. Ia besar di lingkungan Islam modernis. Tapi, ia justru merasa asyik dalam tradisi Islam tradisional.

BACA JUGA:Tottenham Hotspur vs Leicester City, Son Heung-Min Panen Tiga Gol

"Pengalaman keislaman saya yang lebih intens justru setelah saya mempelajari tradisi ulama dan kecenderungan intelektual mereka," ujarnya, sebagaimana mengutip dari buku Cerita Azra karangan Andina Dwifatma

Anak ketiga dari enam bersaudara ini dibesarkan oleh ibu dan ayah. Ibunya mengajar sebagai guru agama. Ayahnya berprofesi sebagai tukang kayu dan pedagang (modal kecil), yaitu pedagang kopra dan cengkih.

"Meski kehidupan kami dalam kondisi sulit, tapi ayah mau anak-anaknya harus sekolah," kata Azyumardi.

Mengenai kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, Azyumardi mengakui. "Yang sangat berbekas dalam diri saya adalah ayah saya yang punya cita-cita agar anaknya sekolah semua. Padahal, ekonomi keluarga kami sulit. Saya tahubetapa sulitnya bagi beliau tapi anak-anaknya selalu didorong agar belajar, belajar," ujarnya dengan nada sendu.

BACA JUGA:Konser Penyanyi Korea Selatan IU Trending Twitter Dihadiri Jungkook BTS

Ayah dan ibu saya sadar benar bahwa menuntut ilmu itu warisan yang paling besar yang bisa diberikan kepada anak-anaknya. Orangtua saya selalu berusaha mendorong sehingga alhamdulillah semua anaknya menjadi sarjana," tuturnya lagi.

Ia memulai pendidikan formal sekolah dasar di sekitar rumahnya. Lalu, Azyumardi meneruskan pendidikannya ke PGAN Padang. Dari kecil, Azyumardi memang dikenal sebagai anak yang rajin dan pandai. Bahkan ketika sekolah di PGAN Padang, teman-temannya sempat memberinya nama julukan "Pak Karmiyus".

Pasalnya Pak Karmiyus adalah guru Aljabar dan Ilmu Ukur (sekarang matematika, red.). Bila Pak Karmiyus tidak hadir, maka teman-temannya sering meminta bantuan Azyumardi untuk menjelaskan mata pelajaran yang sama di depan kelas.

Bak pepatah "Kok kajadi mancik ketek-ketek alah bulek ikuanyo". Yang artinya, kalau menjadi tikus sedari kecil sudah bulat ekornya. Maksudnya adalah apalagi seseorang akan maju tanda-tandanya sudah ada dan dapat dilihat sejak masih kecil.

BACA JUGA:Menparekraf Puji Teh Ramah Lingkungan UMKM Binaan Kilang Pertamina Plaju Jadi Souvenir G20

Setamat PGAN (1975), Azyumardi sempat bersilang pendapat dengan kedua orangtuanya. Menurutnya, waktu itu orangtuanya menginginkan agar kuliah di IAIN Padang saja, sedangkan Azyumardi memilih kuliah di IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Melihat kemauan keras anaknya, akhirnya Azyumardi diizinkan orangtua untuk berangkat dan hijrah ke Jakarta.

Ia melanjutkan kuliah di Fakultas Tarbiyah, IAIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Jakarta (1976). Selama menjadi mahasiswa IAIN Jakarta, ia aktif dalam beberapa organisasi intra dan ekstra institut. Pernah menjadi ketua umum Senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah (1979-1982).

Juga, pernah duduk sebagai ketua umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat (1981-1982). Di tengah kesibukan belajar, ia menyempatkan diri bekerja sebagai wartawan majalah Panji Masyarakat, dari 1979 sampai 1985. Dan pernah mencoba menempuh karir di LRKN LIPI (1982-1983).

BACA JUGA:AHY Maju Pilpres 2024, Lia Anggraini Siap Memenangkan di Dapil

Setelah menyelesaikan kuliah S1 (1982), Azyumardi memperoleh beasisiwa dari Fulbright Foundation untuk melanjutkan program S2 di Columbia University, New York, Amerika Serikat. Gelar MA diperolehnya pada 1988 dari Departemen Bahasa-bahasa dan Kebudayan Timur Tengah, di universitas tersebut.

Usai S2, seharusnya ia pulang ke Tanah Air karena tidak ada biaya untuk program selanjutnya. Karena memperoleh Columbia University President Fellowship, ia melanjutkan pada departemen sejarah. Dari jurusan ini ia memperoleh gelar M.Phil. kedua pada 1990. Sedangkan gelar doctor diraihnya dari Departemen Sejarah Columbia University, pada 1992. Dia meraih Ph.D  di universitas yang sama.

Ia menulis disertasi dengan judul, The Transmission of Islamic Reformism to Indonesia: Netwoks of Middle Eastern and Malay Indonesia `Ulama' in the Seventeenth and Eighteent Centuries, yang kemudian diterjemahkan ke bahasa Indonesia dan diterbitkan dengan judul Jaringan Ulama Timur Tengah.

Mengutip dari  wikipedia, Azyumardi Azra kembali ke Jakarta pada tahun 1993. Dia pun mendirikan sekaligus menjadi pemimpin redaksi Studia Islamika, sebuah jurnal Indonesia untuk studi Islam.  

BACA JUGA:Siska Marleni Resmi Bergabung Dengan Nasdem

Pada tahun 1994-1995 dia mengunjungi Southeast Asian Studies pada Oxford Centre for Islamic Studies, Universitas Oxford, Inggris, sambil mengajar sebagai dosen pada St. Anthony College.

Azyumardi pernah pula menjadi profesor tamu pada Universitas Filipina dan Universitas Malaya, Malaysia keduanya pada tahun 1997.  Selain itu, dia adalah anggota dari Selection Committee of Southeast Asian Regional Exchange Program (SEASREP) yang diorganisir oleh Toyota Foundation dan Japan Center, Tokyo, Jepang antara tahun 1997-1999.

Sejak Desember 2006 menjabat Direktur Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.  Sebelumnya sejak tahun 1998 hingga akhir 2006 Azyumardi Azra adalah Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Azyumardi menikah dengan Ipah Farihah dan dikaruniai 4 anak, yakni Raushanfikri Usada, Firman El-Amny Azra, Muhammad Subhan Azra, dan Emily Sakina Azra.

Azyumardi Azra dikenal sebagai Profesor yang ahli sejarah, sosial, dan intelektual Islam.  Ketika menjadi Rektor pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, ia melakukan terobosan besar terhadap institusi pendidikan tersebut.

 Pada Mei 2002, IAIN tersebut berubah nama menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal ini merupakan kelanjutan ide Rektor terdahulu Prof.Dr. Harun Nasution, yang menginginkan lulusan IAIN haruslah orang yang berpikiran rasional, modern, demokratis, dan toleran.

Pada awalnya, sesungguhnya Azyumardi tidak berobsesi atau bercita-cita menggeluti studi keislaman. Sebab, ia lebih berniat memasuki bidang pendidikan umum di IKIP.  Akan tetapi, karena desakan ayahnya, Azyumardi masuk ke IAIN sehingga ia kini dikenal sebagai tokoh intelektual Islam Indonesia.

 

Karya tulis

-Buku-buku yang ia terbitkan:

-Jaringan Ulama, terbit tahun 1994

-Pergolakan Poitik Islam, terbit tahun 1996

-Islam Reformis, terbit tahun 1999

-Konteks Berteologi di Indonesia, terbit tahun 1999

-Menuju Masyarakat Madani, terbit tahun 1999

-Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, terbit tahun 1999

-Esei-esei Pendidikan Islam dan Cendekiawan Muslim,1999

-Renaisans Islam di Asia Tenggara – buku ini berhasil memenangkan penghargaan nasional sebagai buku terbaik untuk kategori ilmu-ilmu sosial dan humaniora pada tahun 1999, terbit tahun 1999

-Islam Substantif, terbit tahun 2000

-Historiografi Islam Kontemporer: Wacana, Aktualitas dan Aktor Sejarah (2002)

-Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekonstruksi dan Demokratisasi (2002)

-Reposisi Hubungan Agama dan Negara (2002)

-Menggapai Solidaritas: Tensi antara Demokrasi, Fundamentalisme, dan Humanisme (2002)

-Konflik Baru Antar-Peradaban: Globalisasi, Radikalisme, dan Pluralitas

-Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal (2002)

-Surau: Pendidikan Islam Tradisional dalam Transisi dan Modernisasi (2003)

-Disertasi doktor berjudul “The Transmission of Islamic Reformism to Indonesia: Network of Middle Eastern and Malay-Indonesian ‘Ulama in the Seventeenth and Eighteenth Centuries’”, pada tahun 2004 sesudah direvisi diterbitkan secara simultan di Canberra (Allen Unwin dan AAAS), di Honolulu (Hawaii University Press), dan di Leiden Negeri Belanda (KITLV Press).

-Indonesia Bertahan (DARI MENDIRIKAN NEGARA HINGGA MERAYAKAN DEMOKRASI) 2020 (yurdi yasri/berbagai sumber)  

 

Sumber: