Ini 10 Bauran Kebijakan BI Terbaru Hadapi Tekanan Ekonomi Global
Ketua KSSK Sri Mulyani Indrawati beberkan bauran kebijakan BI terbaru dalam menghadapi ancaman dan tekanan krisis ekonomi global. (foto:dok/radar palembang)--
RADAR PALEMBANG - Bank Indonesia (BI) mengeluarkan bauran kebijakan terbaru untuk hadapi tekanan ekonomi global akibat dari perang Rusia dengan Ukraina yang menyasar rantai pasokan pangan, sektor rill dan krisis keuangan .
Kebijakan bauran kebijakan BI terbaru itu itu bersifat menyeluruh untuk mewaspadai risiko kenaikan ekspektasi inflasi dan inflasi inti ke depan. Bauran kebijakan juga menyangkut stabilisasi nilai tukar Rupiah dan penguatan operasi moneter serta suku bunga.
Bauran kebijakan BI terbaru itu, merupakan hasil dari rapat anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) lainnya. Mereka melakukan resiliensi triwulan II 2022, pada akhir pekan lalu.
BACA JUGA:Arah Moneter Negara Maju Berubah, Sri Mulyani: OJK Jangan Lengah
KKSK beranggotakan Mentri Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Menukil siaran pers Kementerian Keuangan yang diterima media ini tentang keputusan dan strategi KKSK dalam menghadapi tekanan ekonomi global. Setidaknya ada 10 bauran kebijakan BI terbaru yang harus mendapat atensi dari pelaku usaha dan idustri jasa keuangan.
Kebijakan BI yang pertama adalah, menjaga stabilitas dan memperkuat pemulihan. Sejalan dengan arah kebijakan tersebut, BI mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI-7DRR) pada level 3,50%.
‘’Keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi inti yang masih terjaga di tengah risiko dampak perlambatan ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri,’’ujar Ketua KKSK, Sri Mulyani Indrawati.
Kebijakan kedua, adalah BI memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai bagian untuk pengendalian inflasi melalui intervensi di pasar valas yang didukung dengan penguatan operasi moneter.
BI memperkuat operasi moneter sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi risiko kenaikan ekspektasi inflasi dan inflasi inti melalui kenaikan struktur suku bunga di pasar uang dan penjualan SBN di pasar sekunder.
Bauran kebijakan BI terbaru lainnya, adalah melakukan normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah secara bertahap dan pemberian insentif GWM yang berlangsung tanpa mengganggu kondisi likuiditas dan intermediasi perbankan.
Penyesuaian secara bertahap GWM Rupiah dan pemberian insentif GWM sejak 1 Maret sampai 15 Juli 2022 menyerap likuiditas perbankan sekitar Rp219 triliun. ‘’Penyerapan likuiditas tersebut tidak mengurangi kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN,’’tambah Srimulyani.
BACA JUGA:Sri Mulyani: Ekonomi Indonesia Cukup Kuat Hadapi Tekanan Risiko Global
Penyaluran kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha terus menunjukkan pemulihan dengan kecukupan likuiditas yang terjaga.
Sementara itu, dalam rangka pelaksanaan Kesepakatan Bersama BI dan Kemenkeu, BI hingga 20 Juli 2022 melanjutkan pembelian SBN di pasar perdana sejalan dengan program pemulihan ekonomi nasional serta pembiayaan penanganan kesehatan dan kemanusiaan dalam rangka penanganan dampak pandemi Covid-19 sebesar Rp56,11 triliun.
Menurut Sri Mulyani, BI akan tetap melanjutkan implementasi kebijakan makroprudensial akomodatif selama triwulan II 2022 dalam upaya mengakselerasi pemulihan intermediasi guna memperkuat momentum pemulihan ekonomi.
Hal ini dilakukan dengan mempertahankan: (i) rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0%; (ii) Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94%; serta (iii) rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 6% dengan fleksibilitas repo sebesar 6%, dan rasio PLM Syariah sebesar 4,5% dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5%.
BACA JUGA:Tahun 2022, Pendapatan Negara Lampaui Target, Menkeu Sri Mulyani Beberkan Basisnya
Perbankan terus didorong untuk meningkatkan penyaluran kredit kepada sektor prioritas dan inklusif melalui pemberian insentif bagi bank-bank yang menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas dan UMKM dan/atau memenuhi target Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM), mulai berlaku sejak 1 Maret 2022 dengan besaran insentif akan ditingkatkan pada 1 September 2022.
‘’Kebijakan publikasi asesmen transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) terus kita perkuat untuk mendorong efektivitas transmisi kebijakan moneter dan makroprudensial,’’tegasnya.
Bauran kebijakan BI terbaru lainnya juga menyasar sistem pembayaran. Ini berguna untuk meningkatkan efisiensi biaya, memudahkan transaksi keuangan dan aktivitas ekonomi masyarakat. Selain itu, juga untuk akselerasi inklusi keuangan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Untuk mencapai sasaran dari kebijakan BI terbaru itu, beberapa langkahnya adalah: pertama,
BACA JUGA:Airlangga Pamer Ekonomi Indonesia di G20 , Cadangan Devisa Oke Ekspor Kinclong
melanjutkan kebijakan batas minimal pembayaran dan nilai denda keterlambatan pembayaran Kartu Kredit. Kedua, memperpanjang masa berlaku Merchant Discount Rate (MDR) QRIS untuk merchant kategori Usaha Mikro sebesar 0% menjadi 31 Desember 2022.
Ketiga, melanjutkan masa berlaku kebijakan tarif SKNBI sebesar Rp1 dari BI ke bank dan maksimum Rp2.900 dari bank kepada nasabah sampai dengan 31 Desember 2022.
Keempat, meningkatkan batas nilai yang dapat disimpan pada uang elektronik registered dan batas nilai transaksi bulanan. Kelima, memperluas ekosistem dan fitur QRIS termasuk QR antarnegara menggunakan mata uang local.
Langkah keenam memastikan operasionalisasi Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) berjalan lancar.
BACA JUGA:Minyak Sawit Solusi Pangan Global, Airlangga Pada Sidang Tingkat Menteri CPOPC
‘’Selain itu, dalam rangka pengelolaan uang Rupiah, BI juga akan terus memastikan ketersediaan uang Rupiah dengan kualitas yang terjaga di seluruh wilayah NKRI, antara lain melalui distribusi uang Rupiah ke daerah 3T (Terluar, Terdepan, Terpencil) dan penguatan edukasi Cinta, Bangga, Paham (CBP) Rupiah,’’ucap Sri Mulyani.
Bauran kebijakan BI terbaru juga menyasar bidang internasional . BI memperluas kerja sama cross border payment connectivity dengan memfasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas.
Selain itu BI akan memperluas penggunaan Local Currency Settlement (LCS) sebagai sarana untuk penyelesaian transaksi perdagangan dan investasi bilateral dengan negara-negara mitra utama, serta bersama Pemerintah menyukseskan 6 (enam) agenda prioritas jalur keuangan Presidensi Indonesia pada G20 tahun 2022.
BI terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah) dan instansi terkait melalui Tim Pengendalian Inflasi (TPIP dan TPID) untuk mengelola tekanan inflasi dari sisi suplai dan mendorong produksi serta mendukung ketahanan pangan.
‘’Ini guna menjaga stabilitas makroekonomi dengan tetap mendukung proses pemulihan ekonomi nasional, koordinasi kebijakan moneter dan fiskal terus ditingkatkan,’’tambah Sri Mulyani.
Sri Mylyani menyampaikan, stabilitas sector keuangan ( SSK) dan kinerja sektor jasa keuangan relatif terjaga dengan intermediasi lembaga jasa keuangan yang masih tumbuh sejalan dengan kinerja perekonomian domestik.
Kredit perbankan pada triwulan II 2022 tumbuh sebesar 10,66% (yoy) per Juni 2022, ditopang pertumbuhan kredit korporasi sebesar 12,87% (yoy).
Sementara, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 9,13% (yoy) di tengah giro yang tumbuh 19,57% (yoy) diikuti tabungan 12,31% (yoy).
Sejalan dengan kinerja intermediasi perbankan, penyaluran pembiayaan melanjutkan tren positif dengan pertumbuhan 5,63% (yoy) per Juni 2022. Ini didukung oleh pembiayaan terutama investasi dan modal kerja yang tumbuh masing-masing sebesar 19,6% dan 18,8%.
Industri perasuransian berhasil meningkatkan penghimpunan premi hingga Rp27,8 triliun pada Juni 2022 dengan premi Asuransi Jiwa Rp15,2 triliun dan Asuransi Umum Rp12,6 triliun. Penghimpunan dana di pasar modal hingga 26 Juli 2022 mencapai Rp123,5 triliun dengan tambahan 32 emiten baru. (yui)
Sumber: