PALEMBANG, RADARPALEMBANG.ID - Berikut profil dari Tito Karnavian, Mantan Kapolri asal Sumatera Selatan (Sumsel) yang kembali menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri (Mendagri) di Kabinet Merah Putih.
Sosok Tito Karnavian kembali di percaya untuk menjadi Mendagri di Kabinet Merah yang dibentuk oleh Presiden Prabowo Subianto.
Sosokk lelaki asal sumsel ini punya banyak prestasi mentereng semasa karienya di Kepolisian dan menghantarkanya menjadi Kapolri.
Perjalanan karir Tito Karnavian pun berlanjut sebagai mendagri di era Presiden Joko Widodo periode kedua Dan kini di era Presiden Prabowo dirinya kembali menjadi Mendagri RI.
BACA JUGA:Daftar Lengkap 56 Wakil Menteri Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran, Besok Senin 21 Oktober Dilantik
Berikut profil dari Tito Karnavian, Mantan Kapolri asal Sumsel yang kembali menjabat sebagai Mendagri di Kabinet Merah Putih:
Muhammad Tito Karnavian lahir di Palembang, 26 Oktober 1964. Ia merupakan lulusan terbaik dari Akademi Kepolisian pada tahun 1987 dan meraih bintang Adhi Makayasa.
Saat ini, beliau menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Tito menghabiskan masa kecilnya di kota kelahirannya. Ia menempuh pendidikan di SD Xaverius 4, SMP Xaverius 2, dan SMA Negeri 2 Palembang.
Sejak kecil, Tito dikenal sebagai anak yang cerdas dan berprestasi. Ia juga memiliki sifat peduli dan disiplin. Tito sering membantu adik-adiknya mengerjakan PR di rumah dan baru bermain setelah menyelesaikan tugas sekolahnya.
BACA JUGA:Puan Maharani Tegaskan Kadernya Tak Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Budi Gunawan Bukan Mewakili PDIP
Setelah lulus SMA, Tito menghadapi berbagai pilihan untuk melanjutkan pendidikan. Ayahnya berharap ia menjadi dokter agar bisa berkontribusi bagi masyarakat.
Tito kemudian mendaftar di dua perguruan tinggi negeri dan berhasil diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang, serta Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) di Jakarta. Ternyata, Tito memiliki pilihannya sendiri.
Meskipun ia memahami keinginan sang ayah yang melihat profesi dokter sebagai pekerjaan mulia, Tito juga menyadari bahwa kuliah di kedokteran membutuhkan biaya besar.