Upaya Ahli Waris Lawan Mafia Tanah, Bersurat ke Presiden hingga Pasang Spanduk Raksasa

Sabtu 03-06-2023,23:03 WIB
Reporter : Zarkasi
Editor : Admin

 

PALEMBANG, RADARPALEMBANG.COM – Kasus mafia tanah di tanah air, diduga masih banyak terjadi. Salah satunya yang menimpa ahli waris Kgs Nanung (almarhum).

Bahkan untuk memperjuangkan haknya, ahli waris sudah bersurat ke Presiden. Terbaru, mereka memasang spanduk raksasa sebagai bentuk protes.

Puluhan ahli waris Kgs Nanung (almarhum) ini melakukan aksi pemasangan spanduk besar di lahan yang bersengketa di Jalan Kol H Barlian, Kelurahan Karya Baru Kecamatan Alang-Alang Lebar, Km 8 Palembang, Minggu, 3 Juni 2023.

Pada tahun lalu, pemasangan spanduk juga dilakukan aksi yang sama, hal ini upaya keluarga untuk mempertahankan hak mereka yang diduga diserobot.

BACA JUGA:Kejari Palembang Garap Mafia Tanah Pemprov Sumsel, Tanah Negara Jadi Milik Pribadi, Segera Ada Tersangka

 

Aksi pemasangan spanduk tersebut berjalan lancar dan tiga spanduk besar, kini terpasang di lokasi lahan yang disengketakan tersebut.

Kuasa hukum ahli waris dari  Kgs Nanung (almarhum), Sapriadi Syamsudin SH MH mengakui, aksi pemasangan spanduk yang dilakukan ahli waris Kgs Nanung tidak terjadi bentrokan fisik di lokasi objek sengketa.

"Namun secara formil memang dalam analisa  hukum kami, ahli waris dari almarhum Kgs Nanung yaitu  Kgs Ahmad Hayat dan kawan-kawan pernah dilaporkan. Jadi, oknum penyerobot tanah ini seluas 2,5 hektare ini,  berinisial LH pada awalnya menggunakan sertifikat Nomor 1256 tahun 1975,” kata Sapriadi didampingi rekannya Syarif Hidayat SH.

Lalu, tambah Sapriadi, sertifikat ini digunakan melaporkan ahli waris Kgs Nanung  di Polda Sumsel 2014 dan laporan tersebut henti lidik  di 2015.

BACA JUGA:Sakim Melawan Dalam Kasus Mafia Tanah, Laporkan 4 Pejabat Kanwil ATR/BPN Sumsel dan 1 Notaris ke SPKT Polda

“Dia melaporkan dulu sekitar Mei 2014 tanggal 15 Oktober 2014, dia membuat surat keterangan kehilangan dari Polres Jakarta Barat yang dilakukan oleh pengacara LH,” bebernya.

Kemudian, jelas Sapriadi, berdasarkan bukti yang dimiliki dapatkan, sporadik yang digunakan LH di tahun 2017, pihak LH membuat sporadik untuk dijadikan dasar penerbitan sertifikat dengan batas tanah mentah di sebelah utara, barat, selatan berbatasan dengan tanah mentah lalu  sebelah timur dengan jalan umum.

“Tanah mentah itu adalah tanah kosong atau tanah yang tidak tahu kepemilikannya,  sedangkan tanah milik klien kami ini menggunakan pancung alas ini jelas tertulis sebelah utara berbatasan dengan jalan raya, dari sebelah utaranya saja  surat kami dengan surat mereka sudah jauh berbeda, sebelah selatan berbatasan dengan  Ansor, semua ada batas tanahnya, di sini jelas mereka ingin menerbitkan duplikan surat, permohonan hak di atas tanah diterbitkan sertifikat, potokopinya harusnya terbit duplikan, tapi ternyata BPN menerbitkan sertifikat  hak milik baru bukan duplikat mereka terbitkan,” kata dia.

Kategori :