RADAR PALEMBANG – Komite Stabilisasi Sistem Keuangan (KSSK) beberkan 5 kekuatan dan ketahanan ekonomi Indonesia terhadap hantaman dan tekanan krisis global.
Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, disertai meningkatnya risiko stagflasi dan ketidakpastian pasar keuangan global. Begitu juga dengan tekanan inflasi global terus meningkat seiring dengan tingginya harga komoditas akibat berlanjutnya gangguan rantai pasokan.
Menghadapi ancaman krisis global yang bisa mengacaukan sistem keuangan dan moneter dunia, pemerintah Indonesia telah mengambil sejumlah langkah strategis. Ketua KSSK Sri Mulyani Indrawati, membeberkan 5 kekuatan ketahanan ekonomi Indonesia terhadap hantaman ekonomi global.
BACA JUGA:Ini 10 Bauran Kebijakan BI Terbaru Hadapi Tekanan Ekonomi Global
Menurut Sri Mulyani, stabilitas sistem keuangan (SSK) Indonesia masih berada dalam kondisi yang terjaga kendati pertumbuhan ekonomi berbagai negara lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Negara-negara yang proyeksi ekonominya turun itu seperti AS, Eropa, Jepang, Tiongkok, dan India.
Bank Dunia dan IMF merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan global tahun 2022, masing-masing dari 4,1% menjadi 2,9% dan dari 3,6% menjadi 3,2%.
‘’Meningkatnya kekhawatiran atas resesi di AS membuat ketidakpastian pasar keuangan global. Itu berdampak kepada aliran keluar modal asing khususnya investasi portofolio , dan menekan nilai tukar di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia,’’ujar Sri Mulyani, sebagaimana tertuang dalam siaran pers Kemenkeu tentang hasil pertemuan anggota KSSK, akhir pecan lalu.
BACA JUGA:Makro Ekonomi Kondusif Dorong Kinerja Keuangan Bank Mandiri Kinclong
Pada kesempatan itu Ketua KSSK menyampaikan 6 kekuatan ketahanan ekonomi Indonesia dalam menghadapi hantaman krisis global.
Kekuatan Ketahanan Ekonomi Indonesia
1. Perekonomian Domestik Membaik
Perbaikan perekonomian domestik pada triwulan II 2022 diproyeksikan terus berlanjut, ditopang oleh peningkatan konsumsi dan investasi serta kinerja ekspor. Berbagai indikator dini pada Juni 2022 tercatat tetap baik. Indeks Penjualan Riil (IPR) tumbuh 15,4% (yoy).
Kinerja sektor manufaktur tetap positif sebagaimana tercermin dari Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur yang masih ekspansif di level 50,2 dan menguat kembali pada Juli 2022 ke level 51,3. Konsumsi listrik baik industri maupun bisnis juga tumbuh positif.
BACA JUGA:Airlangga Pamer Ekonomi Indonesia di G20 , Cadangan Devisa Oke Ekspor Kinclong
‘’Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) meningkat ke level 128,2 dari posisi Maret 2022 di level 111,0 yang menunjukkan optimisme masyarakat terhadap prospek pemulihan ekonomi,’’ujar Sri Mulyani.
2. Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI)
Menurut Sri Mulyani, NPI diprakirakan tetap kuat meskipun dibayang-bayangi oleh hantaman krisis global yang menekan arus modal. Transaksi berjalan Indonesia pada Triwulan II 2022 diproyeksikan akan surplus bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan capaian surplus pada triwulan I.
‘’Pendukungnya adalah kenaikan surplus neraca perdagangan yang sejalan dengan masih tingginya harga komoditas global,’’ ujar Ketua KSSK Sri Mulyani.
BACA JUGA:Dunia Berharap Banyak kepada Indonesia Jaga Kestabilan Ekonomi dan Geopolitik Global
Menurutnya, pada Juni 2022 surplus neraca perdagangan tercatat mencapai USD5,09 miliar dan selama triwulan II 2022 mencapai USD15,55 miliar. Neraca transaksi modal dan finansial diperkirakan tetap terjaga didukung oleh aliran modal masuk dalam bentuk penanaman modal asing (PMA).
3.Investasi Portofolio
Sementara itu, investasi portofolio pada triwulan II 2022 mencatat net inflow sebesar USD0,2 miliar. Namun demikian, memasuki triwulan III 2022 (hingga 28 Juli 2022), investasi portofolio mencatat net outflow sebesar USD2,05 miliar.
‘’Ini juga sejalan dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi. Sementara itu, posisi cadangan devisa akhir Juni 2022 masih tetap kuat, tercatat sebesar USD136,4 miliar, setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor.’’
4. Nilai Tukar Rupiah
Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah meningkat sebagaimana juga dialami oleh mata uang negara-negara lainnya, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi. Hingga 28 Juli 2022, secara year to date (ytd), nilai tukar Rupiah melemah 4,55%.
BACA JUGA:Indonesia Terancam Resesi Ekonomi, Masuk Daftar 15, Sri Mulayani Bilang Potensinya Kecil
‘’Ini relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara di kawasan, seperti Malaysia (6,46%), India (6,80%), dan Thailand (9,24%),’’tambahnya.
5. Pengendalian Inflasi
Menurut Sri Mulyani hati itu juga terjadi pada inflasi domestik. Laju Inflasi menunjukkan tren meningkat karena tingginya tekanan sisi penawaran seiring dengan kenaikan harga komoditas dunia dan gangguan pasokan domestik.
Laju inflasi Juli 2022 tercatat 4,94% (yoy), meningkat dibandingkan Juni 2022 yang tercatat 4,35% (yoy) dan akhir triwulan I di level 2,64% (yoy).
Sementara itu, inflasi inti tetap terjaga pada level 2,86% (yoy), didukung oleh konsistensi kebijakan BI dalam menjaga ekspektasi inflasi. Sinergi dan koordinasi terkait inflasi juga dilakukan BI dengan Pemerintah, termasuk dengan Pemerintah daerah melalui TPIP dan TPID.
‘’Ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah mempertahankan harga jual energi domestik melalui instrumen APBN. Dibandingkan dengan negara di Asia Tenggara, Iflasi Indonesia masih moderat. Lihat inflasi Thailand mencapai 7,7%), India 7,0%, dan Filipina 6,1%).’’
6. Kondisi Fiskal Indonesia
Sri Mulyani menyampaikan, dari sisi fiskal, APBN melanjutkan kinerja yang positif. Realisasi Pendapatan Negara hingga akhir Juni 2022 mencapai Rp1.317,2 triliun atau 58,1% dari target APBN (Perpres 98/2022), tumbuh 48,5% (yoy).
BACA JUGA:Ekonomi Indonesia Tetap Kokoh Pada 2022, Ini Analisis R&I Tentang Prospeknya
Kinerja Pendapatan Negara didukung oleh pemulihan aktivitas ekonomi yang semakin menguat, kenaikan harga komoditas, serta perbaikan kebijakan dan administrasi perpajakan.
Realisasi Belanja Negara mencapai Rp1.243,6 triliun atau 40% dari pagu yang terdiri dari realisasi Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp876,5 triliun (38,1% dari pagu) dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa mencapai Rp367,1 triliun (45,6% dari pagu).
‘’Belanja Negara tetap dioptimalkan untuk menopang tren pemulihan agar tetap berlanjut dan semakin menguat. Dengan perkembangan tersebut, APBN mencatatkan surplus Rp73,6 triliun atau 0,39% terhadap PDB,’’ imbuh Ketua KSSK Sri Mulyani yang juga menteri keuangan itu.
Menurut, kinerja APBN yang positif tersebut menjadi modal untuk mengantisipasi ketidakpastian sekaligus menjadi pondasi untuk memperkuat konsolidasi fiskal tahun 2023.
BACA JUGA:Risiko Ekonomi Global Meningkat, Daya Beli Masyarakat Terancam, Begini Strategi Kemenkeu
Pemerintah terus mendorong resiliensi ekonomi melalui instrumen fiskal serta terus mengoptimalkan peran APBN sebagai shock absorber.
Pemerintah berupaya mengendalikan inflasi dan melindungi daya beli masyarakat serta menjaga momentum pemulihan ekonomi dengan tetap menjaga keberlanjutan fiskal jangka panjang.
‘’Pemerintah juga akan terus menjaga stabilitas pasar SBN dengan menjaga disiplin fiskal serta menerapkan strategi pembiayaan yang fleksibel dan oportunistis namun tetap pruden.’’
Langkah Strategis Pemerintah
Usai rapat dengan KSSK akhir pecan lalu, Sri Mulyani menyampaikan langkah-langkah strategis pemerintah dalam menghadapi hataman krisis global. Beberapa langkah itu adalah:
1.Pengendalian Inflasi.
Upaya untuk mengendalikan inflasi dan melindungi daya beli melalui instrumen fiskal ditempuh dengan: pertama enjaga harga jual BBM, LPG dan listrik (administered price) tidak naik. Kedua, pemberian insentif selisih harga minyak goreng agar harganya tetap terjangkau bagi masyarakat.
Ketiga, Pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) Pangan. Keempat, menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok dalam negeri melalui cadangan stabilisasi harga pangan (CSHP), antara lain kedelai dan jagung.
Dan yang kelima, Penurunan pungutan ekspor untuk mendorong peningkatan ekspor dan sekaligus mendorong kenaikan harga Tandan Buah Segar (TBS) di level petani (PMK No.115/PMK.05/2022).
2. APBN 2022 Tetap Fleksibel
Untuk antisipasi ketidakpastian, antara lain dengan penerapan automatic adjustment, maka APBN akan didorong tetap fleksible. Langkah-langkahnya adalah; Pertama, mendorong program PEN tetap responsif dan antisipatif diselaraskan dengan perkembangan Covid-19 dan tren pemulihan ekonomi.
Kedua, Penguatan dukungan untuk UMKM, antara lain melalui program KUR dan penjaminan. Ketiga, Menjaga pasokan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri dalam rangka menjaga ketahanan energi (PMK No.17/PMK.02/2022). Keempat, dukungan untuk proyek padat karya, pariwisata, ketahanan pangan;, dan Kelima, Insentif perpajakan PPh pasal 22 impor.
3. APBN Sebagai Shock Absorber
Adapun upaya untuk menjaga agar peran APBN sebagai shock absorber dapat berfungsi optimal, maka keberlanjutan fiskal jangka menengah – panjang perlu dijaga melalui: Pertama, menjaga reformasi fiskal dan reformasi struktural dapat berjalan efektif.
BACA JUGA:Semester I 2022 Telkom Raup Laba Rp 72 Triliun, Sudah di Jalur yang Benar
Kedua, Komitmen seluruh K/L untuk penguatan spending better, penerapan zero based budgeting, agar belanja lebih efisien namun tetap produktif untuk menstimulasi perekonomian. Dan ketiga, Mengendalikan defisit dan utang dalam batas aman melalui komitmen konsolidasi fiskal pada tahun 2023.
4. Pasar Modal Indonesia
Sementara kinerja pasar saham masih mampu menguat 5,70% (ytd) ke level 6.898,22 per 27 Juli 2022 dan termasuk dalam bursa saham dengan kinerja terbaik di kawasan.
Hal ini ditunjang dengan net buy nonresiden di pasar saham Rp58,29 triliun di tengah volatilitas pasar keuangan global. Namun demikian, perlu dicermati bahwa tekanan terhadap pasar keuangan global juga sudah mulai berdampak pada pasar saham domestik.
BACA JUGA:Metanesia Telkom Akselerasikan Ekosistem Digital. Erick: Tertinggal Ntar Nyesal
Hal ini terlihat dari meningkatnya volatilitas di pasar saham domestik dan kendati secara ytd nonresiden masih mencatatkan inflow sebesar Rp58,29 triliun, namun sejak bulan Mei hingga 27 Juli 2022 telah mencatat net sell sebesar Rp13,88 triliun, sejalan dengan outflow di emerging economy lainnya.
5. Menjaga Risiko Kredit
Saat ini resiko masih terjaga, baik pada industri perbankan maupun pembiayaan didukung likuiditas yang memadai dan permodalan yang kuat. NPL gross perbankan per Juni 2022 terpantau turun menjadi sebesar 2,86%, sementara rasio NPF perusahaan pembiayaan di level 2,81%.
Begitu juga dengan likuiditas perbankan memadai dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) di level 133,35% dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) di level 29,99% pada Juni 2022.
BACA JUGA:Otimimalkan Utilisasi Armada, Guruda Kembalikan Pesawat Bombardier CRJ-1000
Ketahanan permodalan industri jasa keuangan memadai dengan CAR perbankan mencapai 24,69%, sejalan dengan kuatnya permodalan industri asuransi jiwa dan asuransi umum dengan Risk-Based Capital (RBC) masing-masing di level 481,01% dan 318,24%.
Demikian juga halnya dengan gearing ratio perusahaan pembiayaan yang sebesar 1,98 kali. Dalam rangka menjaga SSK di tengah meningkatnya risiko eksternal, OJK akan proaktif memperkuat kebijakan prudensial di sektor jasa keuangan dalam menjaga stabilitas industri jasa keuangan.
6. Penguatan LPS
Dari penjaminan simpanan, jumlah rekening nasabah yang dijamin seluruh simpanannya oleh LPS per Juni 2022 sebanyak 99,93% dari total rekening atau setara 484,74 juta rekening. Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) perbankan dipertahankan di level 3,50% untuk simpanan dalam Rupiah dan 0,25% untuk simpanan valuta asing di Bank Umum.
Sedangkan untuk simpanan Rupiah di BPR tetap di level 6,0%. Keputusan tersebut sejalan dengan laju penurunan suku bunga simpanan perbankan yang mulai terbatas. Prospek likuiditas yang relatif stabil, serta optimisme terhadap perkembangan SSK terkini.
‘’Ini diperkuat dengan sinergi kebijakan lembaga anggota KSSK dalam mendukung pemulihan perekonomian. Ke depan, LPS akan terus melakukan asesmen terhadap perkembangan kondisi perekonomian dan perbankan serta dampaknya pada penetapan TBP,’’ujar Sri Mulyani.
Terakhir Sri Mulyani menyampaikan, KSSK akan terus mencermati perkembangan berbagai faktor risiko baik global maupun domestic. Lembaga yang dia pimpin itu akan terus melakukan langkah-langkah kebijakan yang terkoordinasi.
‘’Semua itu untuk menjamin optimalisasi dan efektivitas kebijakan dalam menjaga SSK serta mendukung penguatan pemulihan ekonomi,’’pungkas Srimulyani. (yurdi yasri)