RADAR PALEMBANG – Hasil penyelidikan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, diduga lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) menyalahgunakan dana bantuan yang mereka himpun untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018 lalu.
Penyalahgunaan keuangan itu diduga dilakukan oleh mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT saat ini Ibnu Khajar kala itu. Ia diduga menggunakan sebagian dana CSR yang didapat lembaga untuk kepentingan pribadi. Pihak Boeing memberikan dua jenis dana yaitu santunan tunai kepada ahli waris korban sebesar Rp2,06 miliar dan bantuan non-tunai dalam bentuk CSR senilai yang sama. Dana CSR ini yang diduga polisi diselewengkan oleh pengurus ACT. BACA JUGA:57 Tahun Telkom Indonesia, Akselerasi Terwujudnya Mimpi Anak Bangsa Melalui Digitalisasi "Bahwa pengurus yayasan ACT dalam hal ini sdr Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua, pengurus dan pembina. Serta saudara Ibnu Khajar selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana sosial atau CSR dari pihak Boeing untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Sabtu (9/7). Menurutnya, Ahyudin dan ACT tidak pernah mengikutsertakan ahli waris dalam menyusun rencana ataupun pelaksanaan penggunaan dana CSR yang disalurkan oleh Boeing. Selain itu, kata dia, pihak ahli waris juga tak mendapat informasi lebih lanjut mengenai besaran dana yang didapat dari perusahaan. BACA JUGA:Sherpa ke-2 Presidensi G20 Indonesia di Labuan Bajo, Orkestrasikan Recover Together, Recover Stronger Meski demikian, kata Ramadhan, saat ini pengusutan kasus tersebut masih dalam proses penyelidikan. Polisi masih melakukan serangkaian pemeriksaan dan pendalaman terkait masalah itu. Total dana CSR yang diterima oleh ACT untuk disalurkan kepada ahli waris korban sebesar Rp138 miliar. Penyaluran dalam bentuk kegiatan CSR seperti mendirikan sekolah. Dana non-tunai tersebut tidak dapat dikelola langsung oleh para ahli waris korban, melainkan harus melalui lembaga atau yayasan yang telah ditentukan Boeing. "Pihak yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) tidak memberitahukan realisasi jumlah dana sosial/CSR yang diterimanya dari pihak Boeing kepada ahli waris korban, termasuk nilai serta progres pekerjaan yang dikelola oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap," ucap dia. Uang kompensasi dari Boeing yang tidak terealisasi itu digunakan untuk membayar gaji ketua, pengurus, pembina serta staf pada lembaga ACT. Selain itu, uang tersebut juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan pribadi Ahyudin. Dalam mengusut kasus ini, polisi mendalami Pasal 372 jo 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 5 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Sebagai informasi, sejumlah petinggi ACT diduga menyelewengkan dana donasi. Uang donasi yang disalurkan ACT tidak sesuai dengan jumlah yang digalang. Uang itu mengalir ke segala arus, termasuk ke dompet para petinggi.