PHRI Sumsel Protes

PHRI Sumsel Protes

kurmin halim sh--

 

 

 

RADAR PALEMBANG - Razia yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Palembang pada Senin (26/9) malam, di Hotel Princess dapat protes keras dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumsel  yang merasa keberatan terkait razia tersebut.

Apalagi dalam razia tersebut, dilakukan oleh personil gabungan dari TNI-Polri. Yang mana, razia ini disebut sudah mengganggu privacy dan juga kenyamanan dari penghuni hotel kala itu. Dimana razia yang digelar sekitar pukul 22.30 wib ini dilakukan  dengan cara mengetuk pintu setiap kamar dan tidak sedikit pengunjungnya ini sudah tertidur. 

"Kita tidak menolak razia dilakukan oleh instansi manapun, namun harus dilakukan secara humanis dan tidak arogan. Bahkan kita siap untuk bantu kelancaran razia yang dilakukan tadi, terutama kalau memang ada target di hotel tersebut. Kalau yang dilakukan oleh Satpol PP dan tim gabungan tadi malam (Senin, 26/11,red) di Princess Hotel sudah kami anggap sangatlah mengganggu kenyamanan dan kami protes keras hal tersebut," ujar Ketua DPD PHRI Sumsel, Kurmin Halim SH dibincangi koran ini di ruang kerjanya, kemarin. 

Dimana masih kata Kurmin, di saat itu dirinya mendapatkan informasi kalau sedang dilakukan razia oleh Satpol PP Kota Palembang yang dibantu unsur TNI-Polri, namun awalnya lokasi yang hendak dirazia ini diskotik dan bar dari hotel tersebut. Akan tetapi ketika dari receptions menjelaskan kalau tempat tersebut telah ditutup, razia diarahkan ke kamar-kamar yang saat itu sedang ramai tamu yang menginap. Meskipun di saat itu sudah diminta oleh seorang karyawan, namun sikap arogan Satpol PP Kota Palembang terlihat ketika itu dan tetap memaksa untuk melakukan razia ke kamar.

"Awalnya mereka ini hendak merazia bar dan diskotik yang ada di hotel, tapi di saat itu dijelaskan kalau sejak tahun 2019 ditutup dan tidak buka lagi, lalu itu dialihkan merazia kamar. Bahkan di dalam razia tersebut, satu persatu tiap kamar digedor berulangkali dilakukan oleh Satpol PP Kota Palembang serta tim gabungan tadi. Karena waktunya Ir sudah malam dan banyak tamu sudah tidur, merasa terganggu dan rasakan ketidaknyamanan tadi. Bahkan tidak sedikit pula tamu yang menginap juga membawa keluarga dan balita. Belum lagi, mereka diminta untuk perlihatkan kartu identitas," ulasnya.

Berkaitan dengan hal tersebut, ungkap Kurmin, apa yang dilakukan Satpol PP Kota Palembang dan instansi terkait yang merazia hotel sangat kontradiktif dan kontraproduktif dengan upaya dari pemerintah yang menggenjot capaian pajak dari sektor pariwisata, hotel dan restoran. Yang mana, menurutnya, apa yang terjadi ini akan berpengaruh luas ke usaha tersebut. Bukan hanya hal itu saja, bahkan hal ini juga menurunkan kepercayaan pengunjung untuk dapat menginap di hotel tersebut, karena ini akan membuat mereka khawatir serta ketakutan. 

"Pemkot Palembang meminta ke kita untuk meningkatkan PAD bersumber dari sektor pariwisata, hotel dan juga restoran. Namun sayangnya hal tadi, tidak dibarengi dengan memberikan rasa aman dan nyaman bagi pelaku usaha untuk berusaha. Apalagi kerap ditakut-takuti dengan razia dilakukan oleh Satpol PP dan instansi terkait lain tersebut. Bayangkan, kita juga diminta oleh Walikota untuk menggenjot PAD setiap tahunnya, namun razia ini terus dilakukan. Bayangkan, dengan sekali razia saja, dampaknya bisa dua bulan. Karena ketakutan dan khawatir akan dirazia, tamu yang akan menginap ini akan pindah ke tempat lain," ulasnya. 

Tidak hanya itu saja, protes keras ini juga dikatakan Kurmin sudah secara langsung disampaikan ke Sekda Kota Palembang, Ratu Dewa dan juga Kasat Pol PP Kota Palembang, Edwin Effendi tersebut. Namun dirinya juga ketika itu menyayangkan keterangan dari yang bersangkutan mengatakan kalau Hotel Princess ini merupakan hotel Oyo dan tidak tergabung di PHRI. Padahal tiap hotel dan restoran punya manajemen sendiri, sedangkan OYO ini hanyalah menjual kamar saja. 

"Kalau dibilang itu hotel miliknya OYO dan tidak tergabung di PHRI itu salah besar. Karena OYO itu hanyalah suatu aplikasi untuk menjual kamar di hotel tersebut. Namun manajemen dan juga pengelolaannya milik perseorangan dan bukan milik OYO. Bahkan hotel ini juga merupakan satu dari 170 anggota PHRI Sumsel. Sedangkan kita memiliki kewajiban melindungi anggota kita ini, terlebih lagi kewajiban kepada negara dan izin juga lengkap. Kalaupun harus dilakukan razia, bisa berkoordinasi ke manajemen hotel dan tidak begitu saja dilakukan. Yang terpenting lagi, razia dilakukan secara humanis dan target jelas bukan seperti hari Senin (26/9) malam lalu," tegasnya. 

Terpisah,Manajer Hotel Princess, Indra Nursewan yang dibincangi oleh koran ini juga mengungkapkan, pihaknya di saat razia digelar berada di luar kota. Sehingga hanya karyawan saja ketika itu yang menemuinya. Bahkan waktu digelar razia tersebut, anggota Satpol PP Kota Palembang di saat itu sudah diminta untuk tidak merazia ke dalam kamar oleh karyawannya, namun dari Satpol PP Kota Palembang memaksa dan mengatakan ke karyawan, bahwa bukan hanya hotel bintang tiga saja yang bisa dirazia, namun hotel bintang lima juga dapat mereka razia. 

"Sangat kita sayangkan sikap dari Pol PP tadi yang bertindak secara arogan ke karyawan kita. Dimana pertama izin ke karyawan untuk razia tadi hanyalah bar dan diskotik, akan setelah dibilang sudah tutup tahun 2019 lalu, petugas tadi malah hendak merazia tiap kamar hotel. Meski sempat diminta pegawai agar tidak dilakukan, karena ini dapat mengganggu kenyamanan dan privacy dari tamu tadi. Namun petugas ketika itu mengatakan kalau hotel bintang lima saja bisa mereka razia apalagi ini cuma hotel bintang tiga. Karena tidak mau berdebat, karyawan tadi seketika itu meninggalkan petugas," ulasnya.

Bahkan dalam razia yang menurunkan puluhan personil gabungan tersebut, tiap pintu kamar digedor dan sebagian yang lain mengintip melalui bawah pintu dan celah lubang pintu. Belum lagi, pengunjung yang sebagian besar sudah tertidur tadi, terbangun dengar suara ketika pintu secara berulang ini.

"Tidak hanya itu, petugas juga setelah pintu kamar terbuka dan penghuninya terbangun langsung masuk dan juga memerikaa setiap sudut ruangan di kamar tadi. Bahkan pengunjung ini jua diminta memperlihatkan KTP dan juga identitas lain dari pengunjung tadi. Ini yang jadi masalah, setelah razia tadi, pengunjung ini menyampaikan protes karena ketidaknyamanan menginap di hotel ini. Belum lagi, tamu yang ketika itu hendak menginap membatalkannya dan beranjak pergi ke hotel lain," tukas Indra lugas. 

Oleh karena itu, pihaknya memastikan dampak dari razia yang dilakukan ini tidak hanya berdampak pada malam itu saja, bahkan diprediksi dalam 1-2 bulan ke depan dampaknya akan tetap dirasakan.

"Kalau berdampak sehari saja, tidak masalah. Pengalaman yang ada, dampaknya ini hotel ini akan sepi pengunjung hingga 1-2 bulan ke depan karena pengunjung khawatir kembali dirazia. Sebab kalau mereka ini sudah tidak nyaman menginap, biasanya ke depan mereka tidak akan menginap lagi di tempat kita. Apakah ini sudah dipikirkan oleh petugas yang merazia tersebut," pungkasnya. (sep)

 

Sumber: