BANNER PEMUTIHAN PAJAK
Banner Honda PCX 160 2025

Gaet Minat Pembeli, Mobil China Ramai-ramai Turunkan Harga

Gaet Minat Pembeli, Mobil China Ramai-ramai Turunkan Harga

Guna dapat menggaet minat pembeli di Indonesia produsen mobil China ramai-ramai turunkan harga--

Jadi, memang harus disesuaikan dengan kemampuan ekonomi kita sekarang," kata dia. "Selama kualitasnya tetap memenuhi standar yang ada, karena kita sebagai regulator menciptakan standar-standarnya, itu concern kami," lanjut Mahardi.

Ia juga berharap tren penyesuaian harga ini diikuti dengan peningkatan kandungan lokal melalui investasi fasilitas produksi di dalam negeri.

Langkah tersebut dinilai dapat mendukung pertumbuhan industri otomotif nasional sekaligus memberi pilihan kendaraan yang lebih terjangkau bagi konsumen.

BACA JUGA:Domestic Highlights Hari Ini, Indeks Kepercayaan Industri Mei 2025 Naik tapi Penjualan Mobil Turun 15 Persen

BACA JUGA:Apa Itu Mobil Bekas 0 Kilometer? Jadi Fenomena Baru di China

Sebagai catatan, kondisi perang harga di pasar otomotif China kini semakin memanas dan patut menjadi perhatian. Persaingan ketat di sana membuat produsen besar seperti BYD terpaksa memangkas harga hingga di bawah biaya produksi.

Model termurah BYD, Seagull, kini dijual sekitar Rp 125 juta dari sebelumnya hampir Rp 140 juta.

Diskon besar-besaran ini memicu kekhawatiran akan ketidakseimbangan pasar dan menekan harga saham sejumlah merek otomotif di bursa.

Managing Director Sino Auto Insights, Tu Le, menyebut langkah BYD menjadi sinyal bahwa persaingan di pasar China sudah mencapai titik kritis.

BACA JUGA:5 Penyebab Lampu Indikator Mobil Menyala Terus, Berikut Beberapa Dampak yang Bisa Terjadi!

BACA JUGA:Wajib Tau! Cara Aman Parkir Mobil Listrik di Garasi Dalam Waktu Lama

Chairman Great Wall Motors, Wei Jianjun, bahkan menilai persaingan harga yang ekstrem membuat kondisi industri otomotif di China tidak lagi sehat.

Melihat kondisi tersebut, pemerintah berharap penyesuaian harga di Indonesia tetap terkendali dan tidak memicu perang harga yang bisa merusak ekosistem industri di dalam negeri.

"Saya sebenarnya kurang paham apa yang terjadi di China. Tetapi kalau kita melihat kondisi di Indonesia, penyesuaian harga ini masuk akal.

Yang penting tadi, secara kualitas tetap memenuhi standar yang sudah ada," kata Mahardi.  

Sumber: