Namun seluruh dunia sudah terlanjur bergantung dengan sumber energi fosil.
Terdapat cara agar manusia bisa tetap menikmati kemajuan teknologi dan ekonomi tanpa perlu bergantung dengan sumber-sumber energi yang merusak lingkungan dan menjadi bencana di masa depan.
Solusi atau caranya sangatlah sederhana yaitu setiap manusia dimuka bumi harus berhenti menggunakan sumber energi fosil yang dapat merusak lingkungan dan berganti pada sumber energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan seperti tenaga surya angina, air dan juga panas bumi.
Sumber-sumber energi baru inilah yang secepatnya harus segera digalakan untuk menggantikan sumber energi fosil.
Tetapi tantangan dari proses peralihan tersebut tidak disukai oleh industri berbahan energi fosil dan semua pihak yang diuntungkan dari perkembangan bisnis energi fosil yang sudah merajai ekonomi dunia selama puluhan bahkan ratusan tahun.
Pada sisi lain proses transisi pada sumber energi bersih tidak dapat terjadi secara instan karena dalam membangun industri baru memerlukan komitmen investasi yang sangat besar.
Serta juga memerlukan pengertian dari pihak investor untuk dapat bersaing dengan industri raksasa yang sudah sangat efisien, dimana hal ini membutuhkan proses dan tidak dapat langsung mendatangkan keuntungan dalam jangka waktu yang pendek.
Namun pada saat ini banyak negara yang sudah memulai proses pembangunan ingfrastruktur dan juga mengoptimalkan proses operasionalnya agar semakin efisien.
Meskipun secara umum biaya operasional sumber energi bersih masih lebih mahal jika dibandingkan dengan energi fosil, tetapi biaya dan harganya dapat terus ditekan menjadi lebih efisien setiap tahun dan trennya semakin menjanjikan.
Dalam beberapa puluh tahun terakhir seluruh dunia terutama negara-negara maju sedang berlomba-lomba untuk segera melakukan proses transisi sumber energi baru, sumber energi bersih dan juga bersifat berkelanjutan atau terbarukan.
China menjadi negara yang paling berambisi untuk investasi di infrastruktur energi bersih dan terbarukan.
Amerika dan negara-negara Eropa juga menggalakan kebijakan untuk membatasi bisnis energi fosil dengan cara mencabut subsidi dan mengenakan pajak yang tinggi untuk industri berbasis energi fosil.
Kemudian Indonesia sendiri proses transaksi energi tersebut mengalami tantangan multidimensi mulai dari kepentingan korporasi di industri pertambangan, kepentingan pihak perbankan dalam menyalurkan kredit usaha.
BACA JUGA:Pinjol Jadi Penghambat Kemajuan Ekonomi Indonesia? Total Pinjaman Capai Rp 51 Triliun Lebih di 2023