BYD Tetap Bisa Gunakan Nama M6 di Indonesia, Usai Gugatan BMW Ditolak Pengadilan

Produsen otomotif asal China, BYD tetap bisa menggunakan nama M6 di Indonesia usai gugatan yang dilayangkan BMW ditolak Pengadilan--
RADARPALEMBANG.ID - Produsen otomotif asal China, BYD tetap bisa menggunakan nama M6 di Indonesia usai gugatan yang dilayangkan BMW ditolak Pengadilan.
Perseteruan panjang antara 2 produsen otomotif BYD dan BMW terkait nama tau merek dagang M6 memasuki babak akhir usai Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menolak gugatan dari BMW.
Berdasar putusan PN jakarta Pusat nomor 19/Pdt.Sus-HKI/Merek/2025/PN Niaga Jkt.Pst tertanggal 25 Juni 2025, memutuskan untuk menolak gugatan dari Bayerische Motoren Werke Aktiengesellschaft (BMW AG) terhadap BYD Motor Indonesia.
Adapun pertimbangan majelis hakim terkait putusan nama M6 tersebut menyatakan bahwa dalil penggugat, dalam hal ini BMW, dinilai diajukan secara prematur atau belum memenuhi syarat diajukannya gugatan.
BACA JUGA:Terparkir 3 Hari, Mobil Listrik BYD Seal Terbakar di Garasi , Diduga Korsleting pada Baterai
Saat ini BYD tengah mendaftarkan nama M6 ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dengan nomor permohonan DID2024122107 dan tengah memasuki tahap pemeriksaan substantif.
“Bahwa dalam gugatannya, penggugat (BMW) mendalilkan penggunaan merek BYD M6 melanggar hak atas merek M6 milik penggugat.
Padahal merek BYD M6 tersebut telah diajukan pendaftarannya di Indonesia oleh Byd Company Limited… Seharusnya penggugat terlebih dahulu mengajukan upaya keberatan atas pendaftaran merek BYD M6 tersebut kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dan menunggu hasil atau putusan final dari pendaftaran merek BYD M6,” demikian bunyi amar putusan.
Lebih lanjut, pengadilan menilai bahwa tidak ada bukti BYD secara aktif menggunakan atau memasarkan produk dengan nama M6 saja.
BACA JUGA:Hampir Tembus Rp 1 Miliar, Segini Skema Cicilan Terbaru Mobil Listrik BYD Denza D9 di 2025
Oleh karena itu, tuntutan dari pihak penggugat dianggap tidak dapat dieksekusi atau bersifat non-executable.
Mengacu pada preseden hukum seperti putusan Mahkamah Agung RI No. 200 K/Pdt/1988, majelis menyatakan bahwa gugatan ini tidak memenuhi syarat formal, sehingga dinyatakan tidak dapat diterima.
Sumber: