Kenali Ciri Nyamuk Aedes Aegypti, Selanjutnya Lakukan Pengendalian Terpadu bersama Masyarakat

Kenali Ciri Nyamuk Aedes Aegypti, Selanjutnya Lakukan Pengendalian Terpadu bersama Masyarakat

--

 

 

Oleh : dr. Artineke, M. Kes, Entomolog Kesehatan

 

 

  Memperingati Hari Nyamuk Sedunia yang berlangsung dari Juli hingga tanggal 20 Agustus 2022, sebagai hari puncak, Kemenkes RI menggalakan kampanye "Wujudkan Indonesia Bebas Dengue". Mari kita kenali ciri Nyamuk Aedes Aegypti,                                                                                              selanjutnya kita dapat melakukan Pengendalian Terpadu bersama Masyarakat.

 

     Ciri Nyamuk Aedes Aegypti

 

Aedes aegypti merupakan salah satu jenis nyamuk dari filum Anthropoda. Nyamuk ini berperan penting sebagai vektor utama dalam penyebaran penyakit Infeksi Dengue. Selain Dengue, Aedes aegypti juga menjadi pembawa/ vektor dari penyakit demam kuning (yellow fever) dan chikungunya.

    

     Nyamuk Aedes spp. dewasa berukuran kecil (4-13 mm), lebih kecil dari nyamuk rumah, terdiri atas kepala, torak, dan abdomen. Nyamuk tersebut mempunyai dasar warna hitam dan belang-belang putih pada badan dan kaki. Pada kepala terdapat probosis yang halus, panjangnya melebihi kepala dan berwarna hitam.

    

    

     Siklus hidup nyamuk Aedes Aegypti yaitu : Telur – Jentik – Kepompong – Nyamuk. Perkembangan dari telur sampai menjadi nyamuk kurang lebih 9-10 hari.

1. Setiap kali bertelur , nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir.Telur nyamuk Aedes Aegypti berwarna hitam dengan ukuran ± 0.80 mm,

2. Telur ini ditempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan,

3. Telur itu akan menetas menjadi jentik dalam waktu lebih kurang 2 hari setelah terendam air.

4. Jentik kecil yang menetas dari telur itu akan tumbuh menjadi besar yang  panjangnya 0.5-1 cm.

5. Jentik Aedes Aegypti akan selalu begerak aktif dalam air. Geraknya berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas (mengambil udara) kemudian turun, kembali ke bawah dan seterusnya.

6. Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air. Biasanya berada di sekitar dinding tempat penampungan air.

7. Setelah 6-8 hari jentik itu akan berkembang/berubah menjadi kepompong.

8. Kepompong berbentuk koma.

9. Gerakannya lamban.

10. Sering berada di permukaan air.

11. Setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk dewasa

    

     Nyamuk Aedes Aegypti menyenangi area gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah. Nyamuk ini banyak ditemukan di bawah meja, bangku, kamar yang gelap, atau dibalik baju-baju yang digantung. Nyamuk ini menggigit pada siang hari (pukul 09.00-10.00) dan sore hari (pukul 16.00-17.00). Demam berdarah sering menyerang anak-anak karena anak-anak cenderung duduk di dalam kelas selama pagi sampai siang hari.

     Nyamuk ini hidup pada ketinggian di bawah 1.000 m Dpl. Jarak terbang Aedes aegypti betina sekitar 40 m bila menggunakan sayap sendiri. Jarak tersebut akan menjadi lebih jauh jika nyamuk terbang saat keadaan angin yang kencang.

     Nyamuk Aedes Aegypti berkembang biak di tempat penampungan air untukkeperluan sehari-hari dan barang-barang lain yang memungkinkan air tergenang yang tidak beralaskan tanah, misalnya bak mandi/WC, tempayan, drum, tempat minum burung, vas bunga/pot tanaman air, kaleng bekas dan ban bekas, botol, tempurung kelapa, plastik, dan lain-lain yang dibuang sembarang tempat (Depkes 6 RI, 2014).

 

Pengendalian Terpadu pada Nyamuk Aedes Aegypti

 

Masyarakat berperan aktif dalam kegiatan pengendalian Nyamuk Aedes Aegypti,   diantaranya sebagai berikut :

 

1. Melaporkan kasus DBD dan mendata faktor resiko DBD yang ada dimasyarakat serta melakukan survei jentik secara berkala.

2. Pemanfaatan sumberdaya yang ada untuk memodifikasi lingkungan yang berpoteni sebagai tempat perindukan vektor.

3. Masyarakat dengan pemerintah dapat membuat aturan didaerahnya untuk mendukung kegiatan pengendalian vektor

4. Mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukan dan merencanakan kegiatan pengendalian vektor DBD selanjutnya

5. Merencanakan intervensi yang akan dilakukan dalam pengendalian vektor DBD.

     

Dalam pengendalian yang akan dilakukan ada beberapa metode pengendalian vektor DBD yang dapat dilakukan. Pengendalian vektor berfokus pada penggunaan metode pencegahan untuk mengendalikan atau menghilangkan populasi vektor DBD. Langkah-langkah pencegahan yang umum adalah :

 

1. Habitat Pengendalian Nyamuk Aedes Aegypti

Menghapus atau mengurangi daerah di mana vektor dapat dengan mudah berkembang biak dapat membantu membatasi pertumbuhan penduduk. Sebagai contoh, penghapusan tergenang air, kerusakan ban bekas dan kaleng yang berfungsi sebagai lingkungan perkembangbiakan nyamuk.

Kegiatan yang sudah umum dilakukan untuk mengurangi keberadaan nyamuk Aedes Aegypti di masyarakat adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui gerakan serentak (menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas) dan plus seperti menyemprot, memelihara ikan predator dan menabur larvasid.

Gerakan ini menggabungkan metode kimia, biologi, dan manajemen lingkungan dalam pengaplikasiannya. Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali dan ini yang paling direkomendasikan.

 

2. Mengurangi Kontak

 

Membatasi paparan serangga atau hewan yang diketahui vektor penyakit DBD dapat mengurangi risiko infeksi secara signifikan. Sebagai contoh, kelambu, jendela layar pada rumah, atau pakaian pelindung dapat membantu mengurangi kemungkinan kontak dengan vektor. Agar efektif ini membutuhkan pendidikan dan promosi metode antara penduduk untuk meningkatkan kesadaran ancaman vektor DBD.

 

3. Kontrol Kimia

 

Insektisida, larvasida dan penolak dapat digunakan untuk mengendalikan vektor. Sebagai contoh, larvasida dapat digunakan dalam zona perkembangbiakan nyamuk; insektisida dapat diterapkan pada dinding rumah atau kelambu, dan penggunaan penolak pribadi dapat mengurangi kejadian gigitan serangga dan dengan demikian infeksi. Penggunaan pestisida untuk pengendalian vektor yang sesuai standar, dalam pengawasan dan dipromosikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan telah terbukti sangat efektif.

Pengendalian vektor dengan cara kimia harus sesuai SOP karena zat kimia dalam hal ini insektisida adalah racun, maka penggunaannya harus mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran termasuk mamalia.  Di samping itu penentuan jenis insektisida, dosis, dan metode aplikasi merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam kebijakan pengendalian vektor agar tidak terjadi resistensi. Bahasa sederhananya fogging bukan hal yang utama dalam pengendalian nyamuk Aedes Aegypti.

 

4. Pengendalian biologis

 

Penggunaan predator vektor alami, seperti bakteri atau racun botani senyawa, dapat membantu mengendalikan populasi vektor. Pengendalian vektor biologi khususnya vektor DBD dapat dilakukan dengan menggunakan agent biologi seperti predator/pemangsa, parasit, bakteri, sebagai musuh alami stadium jentik dan pupa vektor DBD. Adapun vektor biologi yang sering digunakan adalah ikan pemakan jentik (cupang, tampalo, gabus, guppy, dll). 

   

 

    

 

Sumber: