Dilaporkan Putri Chandrawathi, Polres Jaksel Tersangkakan Brigadir J, Polisi Kurang Kerjaan Apa?

Dilaporkan Putri Chandrawathi, Polres Jaksel Tersangkakan Brigadir J, Polisi Kurang Kerjaan Apa?

Kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak tanggapi, tindakan Polres Jaksel tersangkakan Brigadir J (foto:dok/radar palembang)--

RADAR PALEMBANG – Polres Jaksel tersangkakan Brigadir J atas laporan pelecehan seksual oleh kuasa hukum Istri Irjen Pol Ferdy Sambo, Putri Chandrawathi.

Kuasa hukum keluarga Nofriasyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak memberikan reaksi  atas, tindakan penyidik Polres Jakarta Selatan (Jaksel)  yang tersangkakan orang sudah mati.

Menurut Kamaruddin,  seyognya penyidik Polres Jaksel mengentikan penyidikan terhadap laporan Putri Chandrawathi atas dugaan pelecehan sesksual yang dilakukan Brigadir J. ‘’Orang yang telah meninggal tidak bisa dimintai pertanggung jawabannya dalam hukum,’’ujarnya.

Polres Jaksel tersangkakan Brigadir J sesuatu yang tidak masuk akal dan keluar  dari logika hukum. Tindakan polisi itu seolah-olah, penyidik kurang kerjaan. 

"Jadi dilapor di (Polres Jakarta) Selatan oleh ibu Putri katanya sama si bapak. Tapi terlapornya orang mati, maka sesuai pasal 77 itu SP3. Itu tidak akan jalan," kata Kamaruddin kepada wartawan, Selasa 2 Agustus 2022.

Kamaruddin menjelaskan, dalam pasal 77 KUHP kalimatnya berbunyi: "Kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal dunia. Orang hidup saja (yang) gila tidak bisa dimintai pertanggungjawaban, apalagi orang mati," ujarnya.

Kamaruddin malah menduh, laporan kuasa hukum Putri Chandrawathi merupakan upaya untuk mengalihan isu.  Penyidik Polres Jaksel layak menerbitkan  Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) atas laporan itu.

 “Itu hanya pengalihan isu, karena orang mati tidak bisa dimintai pertanggungjawaban, itu pasti SP3. Itu hanya memperlambat kerja penyidik dalam kasus ini,” kata Kamarudin.

Bareskrim Polri telah menarik laporan dugaan pelecehan dan pengancaman pembunuhan dari Polda Metro Jaya ke tingkat Mabes Polri.

Kedua laporan tersebut merupakan laporan istri Ferdy Sambo dan laporan polisi, dengan terlapor Brigadir J.

Sementara itu, Bareskrim Polri juga menangani laporan dari pihak kuasa hukum keluarga Brigadir J terkait dugaan pembunuhan berencana.

Kedua tim kuasa hukum, yakni keluarga Brigadir J dan keluarga Istri Sambo, pada Selasa kemarin hadir di Mabes Polri.Kedua bela pihak hadir dengan tujuan masing-masing.

Pihak kuasa hukum keluarga Brigadir J hadir memenuhi panggilan penyidik untuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebagai saksi pelapor.

Sedangkan tim kuasa hukum Istri Ferdy Sambo hadir untuk menyerahkan surat terkait laporan yang dilayangkan kliennya tentang dugaan pelecehan dan pengancaman pembunuhan

 

Advokad Soal Orang Mati Jadi Tersangka

Soal polisi tersngkakan orang mati pernah diulas oleh Advokat yang juga mantan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Muchyar Yara. Dia pernag menulis www.askara.co, Kamis 4 Maret 2021 dengan judul  Bisakah Orang yang Sudah Mati Jadi Tersangka?

Tulisannya itu mengulas tentang artikel detik.com yang memuat Bareskrim Polri  menetapkan ke-6 Laskar FPI yang tewas di kilometer 50 tol Jakarta-Cikampek sebagai tersangka.

Menurutnya, penetapan orang mati jadi tersangka benar-benar sangat aneh bahkan absurd di bidang penegakan hukum.

Dia mengungkapkan, menurut doktrin hukum yang diakui oleh seluruh bangsa yang beradab di dunia ini sebuah kasus hukum (pidana) akan gugur atau terhenti jika tersangkanya atau tertuduhnya mati maka   kasus hukum tersebut ditutup.

Tetapi kini di Indonesia justru sebaliknya, muncul sebuah kasus hukum di mana yang jadi tersangkanya justru orang-orang yang sudah mati.

Selanjutnya, tulisan lengkap Muchyar Yara:

Pertanyaannya bagaimana caranya polisi sebagai penyidik memeriksa para tersangka yang sudah mati itu? Pastinya para tersangka itu tidak akan hadir setelah dipanggil beberapa kali.

Apakah penyidik tersebut harus menyusul para tersangka ke dalam kubur untuk memeriksanya? Kalaupun sudah menyusul ke kubur apakah yang ditanyai adalah mayatnya atau tulang belulang para tersangka tersebut?

Kemudian, umpamanya saja perkara ini diterima oleh Jaksa (P-21), maka polisi harus menyerahkan berkas penyidikan perkaranya sekaligus menyerahkan para tersangkanya. Apa yang akan diserahkan oleh polisi? Apakah polisi akan menyerahkan arwah atau tulang belulang para tersangka?

Lebih lanjut lagi, jika perkara ini disidangkan ke pengadilan, maka siapa tertuduh yang diperiksa oleh pengadilan? Arwah para tertuduh itu?

Namun jika karena ketakutan pihak-pihak penegak hukum atas "tekanan" kekuasaan, dan perkara ini berjalan terus sampai ke pengadilan, maka perkara ini akan menjadi pelecehan dahsyat terhadap penegakan hukum dan akan menjadi lelucon terbesar abad ini. Dan itu terjadinya di Indonesia.

Apakah kalangan profesi hukum di Indonesia (pengajar/advokat) akan diam saja tidak berkomentar?

Berawal dari keanehan pertama, yaitu setelah 3 bulan terjadi kematian akibat pembunuhan (Komnas HAM menyimpulkan sebagai "Anlawful killing"), tidak ada tersangka yang resmi diperiksa sebagai pelaku pembunuhan, kini tiba-tiba muncul keanehan yang lebih dahayat lagi, yaitu korban yang sudah mati menjadi tersangka pelaku pembunuhan terhadap diri mereka sendiri.

Mohon maaf jika sebagai penutup saya bertanya apakah di Bareskrim Polri tidak ada anggota yang paham tentang Criminal Justice System? Kalau memang tidak ada maka keberadaan dan kewenangan Bareskrim Polri sebagai instansi penyidik kriminal perlu dievaluasi kembali. (tim)

 

Sumber: