“Unit 1 sudah beroperasi selama 25 tahun dan masih bisa beroperasi maksimal 20 MW. Unit 2 beroperasi sejak 2007, unit 3 pada 2009, dan unit 4 pada 2011.
BACA JUGA:Cahaya dan Harapan di HLN ke-80: PLN Sambungkan Listrik Gratis bagi Keluarga Prasejahtera di Padang
Semuanya hingga kini masih beroperasi penuh menyuplai sistem Sulutgo,” kata Saragih.
PLTP Lahendong juga memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari pembangkit panas bumi lain di Indonesia.
Jika umumnya PLTP berlokasi di daerah pedesaan atau pegunungan terpencil, Lahendong menjadi satu-satunya pembangkit panas bumi yang beroperasi di wilayah perkotaan, tepatnya di Kota Tomohon.
“PLTP Lahendong sangat unik karena berada di Kota. Di seluruh Indonesia, pembangkit panas bumi umumnya berada di kabupaten, kecamatan, atau desa.
Lahendong satu-satunya di perkotaan, tepatnya di Kota Tomohon. PLTP Lahendong menjadi contoh konkret bahwa pembangkit panas bumi tidak hanya aman bagi lingkungan, tetapi juga bisa berdampingan dengan kehidupan perkotaan,” ujar Saragih.
BACA JUGA:HLN ke-80: PLN Hadirkan Cahaya untuk Warga Sabang Aceh, Ubah Gelap Jadi Harapan Baru
Hal ini sekaligus memperkuat pesan bahwa transisi menuju energi bersih dapat diwujudkan tanpa mengorbankan keseimbangan ekosistem maupun kenyamanan masyarakat.
Selain menjadi tulang punggung pasokan listrik di Sulutgo, PLTP Lahendong juga berperan aktif dalam mendukung agenda transisi energi dan dekarbonisasi nasional.
Pembangkit ini juga menyuplai listrik bersih untuk Renewable Energy Certificate (REC), yang menandakan kontribusinya terhadap pengurangan emisi karbon dari sektor ketenagalistrikan di Indonesia.
“PLTP Lahendong menjadi contoh nyata bagaimana energi panas bumi dapat mendukung agenda transisi energi nasional.
BACA JUGA:Dorong Pertumbuhan Industri, PLN Teken PJBTL 1.800 MVA di Jawa Barat dan Jawa Tengah
BACA JUGA:Sambut HLN Ke-80, PLN Berbagi Terang Untuk Masyarakat di Berbagai Daerah