PALEMBANG, RADARPALEMBANG.COM - Berikut penjelasan Islam mengenai hukum jasa penukaran uang baru saat lebaran, apakah haram atau diperbolehkan.
Jalang lebaran idul fitri biasanya masyarakat akan berbondong-bondong mendatangi bank yang melayani penukaran uang baru.
Karena membagi-bagikan uang baru untuk keluarga khusunya anak-ank di hari lebaran sudah menjadi tradisi hampir semua daerah di Indonesia.
Kamu dapat langsung datang sendiri ke bank yang menyediakan penukaran uang baru untuk lebaran atau dapat melalui jasa penukaran uang.
Ya, jasa penukaran uang baru saat lebaran pun sudah banyak bermunculan saat ini, lantas seperti apa pandangan Islam mengenai jasa penukaran uang baru saat lebaran?
Jika ditilik dari syariat Islam, proses perdagangan uang baru tersebut masih sering menjadi perdebatan. Lantas seperti apa aturanya dalam Islam?
MUI (Majelis Ulama Indonesia) melalui Dewan Syariah Nasional (DSN) sudah memberikan fatwa nomor 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf).
Salah satu pertimbangannya bahwa 'urf tijari (tradisi perdagangan) transaksi jual-beli mata uang dikenal beberapa bentuk transaksi yang status hukumnya dalam pandang ajaran Islam berbeda antara satu bentuk dengan bentuk lain.
Dengan syarat harus memenuhi beberapa ketentuan berikut;
BACA JUGA:Bank Indonesia Melayani Penukaran Uang Baru untuk Masyarakat Tepian Sungai Musi
- Pertama, tidak untuk spekulasi (untung-untungan)
- Kedua, ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan)
- Ketiga, apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (attaqabudh)
- Keempat, apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.
Mengutip dari laman Universitas Muhammdiyah Surabya um-surabaya.ac.id, Arin Setyowati Dosen Perbankan Syariah Fakultas Agama Islam (FAI) UM Surabaya menyebut, dalam konteks persoalan penukaran uang dengan uang sejenis.
Maka jika dalam penukaran uang baru tidak ada penambahan uang yang dibayarkan atas pecahan uang baru yang akan ditukar, maupun tidak ada pengurangan jumlah uang pecahan baru yang diberikan kepada si penukar. maka hukumnya boleh.
“Tapi, jika dalam penukaran uang baru tersebut ada perbedaan jumlah yang diterima atau diberikan oleh kedua belah pihak dalam mata uang yang sama dalam keadaan tunai, maka hukumnya haram dan termasuk kategori praktik riba dalam keadaan tunai. Yakni kategori Riba Fadhl,”ujar Arin Senin, 10 April 2023.
BACA JUGA:Mulai 26 Maret 2024, Berikut Jadwal dan Lokasi Lengkap Penukaran Uang di Loket Perbankan se-Sumsel