Namun, sejak beberapa waktu ini, Betembang kembali dihadirkan. "Kami tampil pada perhelatan pesta-pesta pernikahan warga desa," kata Mat.
Empat orang maestro asal Lubai tersebut seorang diantaranya, Nidi masih berusia belum 50 tahun, sedangkan tiga orang sudah memasuki usia sepuh atau 65 tahun lebih.
Nidi maestro yang paling muda mengungkapkan tergerak hatinya ikut melestarikan sastra tutur tersebut karena erat hubungannya dengan pekerjaannya sebagai penambang pasir di Sungai Lubai.
"Saya setiap hari mencari pasir di sungai, pasir-pasir tersebut menjadi sumber pencaharian utama, setiap berada di sungai kami biasanya sahut-menyahutan betembang," kata dia.
BACA JUGA:5 Mitra Binaan Rumah BUMN Pusri Ramaikan INACRAFT 2023
Aktivitas di sungai menambah khasanah dalam sastra tutur yang dihimpun para maestro karena diksi-diksi yang disampaikan bercerita tentang alam, tentang kekayaan sungai dan juga tentang kehidupan.
Moksan menambahkan banyak makna yang terkandung dalam bait-bait sastra tutur tersebut.
"Nenek moyang kami mengajarkan bagaimana menjaga hubungan manusia dan alam, diajarkan juga bagaimana adab dalam pergaulan dan banyak makna lainnya," ujar dia.
Sebelumnya, Teater Potlot dalam program yang mengambil tema "Bersenandung di Perahu Kajang: Menjaga Pesan-Pesan Luhur" juga menghadirkan maestro sastra tutur, Incang-Incang dari Pedamaran, Ogan Komering Ilir (OKI) dan Senjang dari Musi Banyuasin.