"Model penjualan langsung itu berhasil dengan baik pada awalnya, tetapi tidak disukai karena kebiasaan konsumen berubah dalam beberapa dekade sebelum pandemi," ujar Kahn.
Oleh karena itu, para pakar memandang, kondisi pandemi dan inflasi global bukanlah alasan utama dari kejatuhan Tupperware.
Pendapat ini dikemukakan oleh profesor pemasaran di Kellogg School of Business di Northwestern, Tim Calkins.
Menurut Calkins, pandemi hanya memperburuk kondisi Tupperware yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan perilaku konsumen, serta dalam menghadapi para pesaing barunya.
BACA JUGA:Maskapai Garuda Siap Terbangkan 104.172 Jemaah Haji Reguler
"Perusahaan secara bertahap kehilangan tenaga. Tidak turun dari puncak selama bertahun-tahun, itu hanya menjadi lebih lemah," kata Calkins.
"Jika Anda pergi dan melihat Tupperware di Target, yang Anda lakukan hanyalah melihat betapa tidak terbedakannya mereka, berapa banyak wadah penyimpanan pengganti lain yang tersedia," lanjutnya.
Masyarakat pun jadi cenderung membandingkan produk Tupperware dengan merek lain berdasarkan harga, sehingga produk ini tidak spesial lagi.
Tupperware juga gagal berinovasi dalam menanggapi perubahan persaingan dan perilaku konsumen. Akibatnya, penjualan Tupperware