Pendapat 10 Ahli Tolak Perppu Cipta Kerja 2022, Inkonstitusional, Hanya Untuk Oligarki dan Kurangi Hak Pekerja

Selasa 10-01-2023,16:46 WIB
Editor : Yurdi Yasri

PALEMBANG, RADAR PALEMBANG.COM - Peraturan Perundang-undangan Pengganti Undang-undang   (Perppu) No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menuia kritikan keras dari sejumlah pihak. Mulai dari akademisi, politisi dan buruh mengganggap   pemaksaan terbitnya Perpu itu hanya untuk kepentingan oligarki.

Bagi sejumlah hali Tata Negara yang berada di luar lingkaran kekuasaan,   Perppu Cipta Kerja melanggar undang-undang.

Pasalnya, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja  oleh MK telah dinyatakan cacat formil dan dinyatakan inkonstitusional bersyarat.   MK memutuskan pada 25 November 2021.

Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020,  menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan meminta pemerintah memperbaikinya paling lama dalam dua tahun. Nyatanya pemerintah bukannya memperbaiki UU itu, justru mengeluarkan Perpu.

BACA JUGA:Ucapan Ngawur dan Bodoh Mahfud MD ke Rizal Ramli Soal Perppu Cipta Kerja, Siteru Makin Sengit

Berikut 10 pendapat Ahli, politisi dan buruh soal Perppu Cipta Kerja  yang mereka anggap melawan aturan dan isinya merugikan pekerja serta melindungi kepentingan oligarki  yang mecengkram kekuasaan.

1.Feri  Amsari  (Ahli Hukum Tata Negara FH Unand)

Pakar Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum Universitas Andalas   Feri Amsari, termasuk salah satu akademisi yang getol   mengkritik keluarnya Perpu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Mengutip dari Chanel Youtube Feri Amsari dengan tajuk Perlu Paling Ngawur (Menertawakan Perppu Cipta Kerja) . Menurut Perppu itu tidak memenuhi syarat    dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009.

BACA JUGA:Lukas Enembe Ditahan, KPK Siapkan Upaya Paksa Penahanan

Tiga syarat dalam pembuatan Perppu itu adalah: Pertama, masalah hukum yang mendesak dan butuh ditangani sesegera mungkin.

Kedua, Ada hukum tetapi tidak menyelesaikan masalah atau masih menimbulkan kekosongan hukum, ketiga, Butuh proses yang cepat untuk menghasilkan produk hukum.

Ketiga,  syarat tersebut tidak terpenuhi dalam Perppu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja itu.

Perppu Cipta Kerja berisi 1.117 halaman. Jumlah itu lebih sedikit dari UU Cipta Kerja yang jumlah mencapai 1.187. Ia tidak pernah melihat ada Perppu alias UU darurat yang berisi ratusan pasal.

Dalam syarat ada keadaan darurat, Feri menanggapi justru sedikit bernada meledek  keluarnya Perpu Cipta Kerja itu.

BACA JUGA:Bule Eropa Bakal Serbu Pagaralam, Ada Apa?

‘’Orang-orang terlibat dalam merancang Perppu itu terlihat sangat rajin. Dalam keadaan darurat mereka bisa membuat ratusan pasal. Tentu masalah kedaruratannya itu sudah pasti lewat,’’ujar Feri sedikit meledek.

Feri Amsrai yang saat ini menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas itu,  juga mempertanyakan ucapan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Outlook Ekonomi 2023.  Jika alasan keadaan darurat untuk mengantisipasi krisis ekonomi global, tidak ada satu negara di dunia yang mengeluarkan Perppu. Hanya Indonesia.

Saatu Sri Mulyani juga mengutip pernyataan Jokowi bahwa tahun 2023 semakin sulit untuk diprediksi. "Karena faktornya bukan masalah ekonomi, tapi karena masalah geopolitik," kata dia.

Feri Amsari menilai, terbitnya Perpu Cipta Kerja merupakan langkah pemerintah untuk menghindar dari tanggungjawab memperbaiki undang undang tersebut. Karena waktu masa perbaikan akan mencapai tenggat waktu pada tahun depan.

BACA JUGA:BPPRD OKUT Gandeng Kejari Kejar Wajib Pajak Nakal

‘’Pemerintah tidak ingin UU Cipta Kerja batal lalu mereka mengambil langkah mengeluarkan Perppu. Langkah pemerintah mengeluarkan Perppu Cipta Kerja adalah bentuk pembodohan kepada public dan ngawur,’’ tegas Feri.

 

2. Jimly Asshiddiqie (AhliHukum Tata Negara UI, Mantan Ketua MK)

Keluarnya Perppu Cipta Kerja juga mendapat kritikan lantang dari Pakar Hukum Tata Negara UI yang juga manan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Dr Jimly Asshiddiqie.  

 ‘’Sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menerbitkan Perppu Merupakan contoh pemerintahan yang seolah berada di atas hukum (rule by law),’’tegas Jimmly  yang selama ini terkenal lebih akomodatif terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.

BACA JUGA:Bermain Korek Api, Bocah ini Sebabkan Gedung Polsri Palembang Terbakar

Menurutnya, pemerintah tidak seharusnya melulu mengambil jalan keluar  menerbitkan Perppu terkait alasan kedauratan atau kegentingan. Pemerintah seharusnya yang lebih berperan untuk merevisi UU Cipta Kerja adalah DPR.

"Pemerintah mengabaikan peran MK dan DPR. Ini contoh nyata bahwa pemerintah saat ini sedang mengimplementasikan rule by law yang kasar dan sombong. Ini bukanlah sebuah contoh rule of law yang baik," kata Jimly dalam rilisnya kepada sejumlah media.

3. Tommy Suryatama  (Penggiat senior Gerakan Anti Korupsi Lintas Perguruan Tinggi)

Tanggapan keras dan menohok juga datang dari  serikat buruh. Menurut Tommy Suryatama,  Penggiat senior Gerakan Anti Korupsi Lintas Perguruan Tinggi, keluarnya Perppu No 2 Tahun 2022, merupakan bentuk keengganan pemerintah mendengarkan aspirasi masyarakat.

‘’Dengan keluarkan Perppu ini, merupakan fakta bahwa rezim Jokowi telah mengabaikan putusan MK untuk memperbaiki UU Cipta Kerja,’’tegasnya, sebagaimana mengutip dari laman tempo.com.

Tommy memminta Presiden Jokowi untuk tidak otoriter dan membunuh demokrasi demi perkembangan ekonomi.

BACA JUGA:Coffee Shop Pertama di Palembang yang Bikin Kamu Bak Berada di Mesir

"Presiden Soeharto itu pertumbuhan ekonominya jauh lebih baik dari Presiden Jokowi, kesejahteraan masyarakat juga lebih diperhatikan. Ada SD impres, puskesmas, jauhlah," kata dia dalam diskusi yang digelar Ikatan Alumni Universitas Indonesia atau ILUNI UI, Sabtu, 7 Januari 2022.

Hanya saja lanjutnya, Presiden Soeharto mengabaikan demokrasi demi pertumbuhan ekonomi.   Kesempatan itu, dimanfaatkan orang-orang dekatnya sehingga korupsi, kolusi, dan nepotisme meraja lela.

‘’Tatatan demokrasi kita tidak bisa ditukar dengan apapun termasuk alasan pertumbuhan ekonomi,’’ujarnya.

4.Bivitri Susanti (Pakar Hukum Tata Negara STHI Jentera)

Bivitri Susanti,  mempertanyakan alasan darurat dalam Perppu No 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja.  Alasan darutat itu adalah kekhawatiran krisis ekonomi 2023, imbas Perang Rusia – Ukraina.

Jika berpatokan kepada alasan darurat itu, seolah-olah Indonesia sudah bangkut sebagai negara dan musnah sebagai bangsa seandainya pada  31 Desember 2022  tidak mengeluarkan Perppu.

BACA JUGA:Modal KTP dan BPJS Bisa Dapat Saldo DANA Rp4,2 Juta, Buruan Simak Caranya Berikut

Maka lebih tepat alasan keluarnya Perppu ini lebih ini adalah kepentingan kekuasaan dan oligarki yang ada di sekelilingnya. ‘’Jadi alasannya adalah kepentingan mereka,’’ujarnya.

Bivitri menjelaskan  hierarki sebuah UU. Menurutnya, Perppu berada di tingkatan yang sama dengan Undang-Undang. Hanya berbeda dalam proses pembentukannya. UU melibatkan legislatif, sedangkan Perppu jadi hak prerogatif presiden.

Perbedaan prosesnya pembentukan UU itu melahirkan dampak yang berbeda juga di masyarakat.  Bivitri pun mengecap Presiden Jokowi   telah melahirkan ketidakpastian dan kekacauan tata negara.  

5. Muhammad Isnur (Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia /LBHI)

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia /LBHI,  Muhammad Isnur  menuding kebijakan Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu Cipta Kerja telah menimbulkan ketidakpastian hukum tata negara.  

‘’Alasan memberikan kepastian hukum bagi investor sama sekali tidak dapat diterima. Itu bukanlah bentuk sebuah kedaruratan (genting) sebagai alasan penerbitan Perppu,’’tegasnya.

BACA JUGA:Pemilik KIS Bisa Dapat BSU Rp600 Ribu, Ini Caranya

Penerbitan Perppu No 2 Tahun 2022, sangat terkaiat dengan proses pembentukan UU Omnibus Law pada UU Cipta Kerja. Awalnya, tidak ada landasan hukum untuk membuat omnibus low.

Untuk mengegolkan rencana itu lalu pemerintah merevisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan memasukkan metode Omnibus Law ini dalam tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, RUU Omnibus Low disahkan DPR menjadi UU. Banyak protes dari masyarakat hingga gugutan ke MK. Hasilnya, MK memutuskan UU  UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

BACA JUGA:KPU PALI Siapkan Mental, Lakukan 2 Hal Ini

"Setelah dibatalkan, kemudian terbut Perppu Cipta Kerja. Bukankah itu berarti, pemerintah membuat sesuatu yang dasar hukumnya tidak ada. Semuanya serba tidak jelas.  Pertanyaannya  dalam Perppu Cipta Kerja ini dibuat untuk siapa? Kelompok siapa yang diuntungkan dari sini?" kata dia.

5. Kurniasih Mufidayati  (Wakil Ketua Komisi IX DPR RI)

Rekasi tertbitnya Perppu Cipta Kerja juga datang dari politisi di senayan.   Wakil Ketua Komisi IX Kurniasih Mufidayati yang berasal dari partai PKS sebagai partai oposisi melancarkan kritikan keras kepada pemerintah.  

Menurutnya, Perppu Cipta Kerja inkonstitusi.  Perppu tidak tidak koherens dengan hasil putusan Mahkamah Konstitusi tentang  UU No 11 Tahun 2020 yang inkonstitusional bersyarat.

BACA JUGA:Gedung Olahraga Polsri Terbakar, 7 Mobil Pemadam Dikerahkan

Isi putusan MK tentang  UU Cipta Kerja cacat formil karena tata cara pembentukan UU Cipta Kerja tidak didasarkan pada cara dan metode yang pasti, baku, dan standar, serta sistematika pembentukan undang-undang.  

Tidak hanya itu, dalam proses pembentukan UU Cipta Kerja, terjadi perubahan penulisan beberapa substansi pasca persetujuan bersama DPR dan Presiden.

‘’Setelah diyatakan inkonstitusional oleh MK, eh sekarang malah pemerintah mengeluarkan Perppu, bukannya mengajukan revisi kepada DPR,’’tegasnya  sebagaimana mengutip dari Tempo.com.

6. Agus Harimurti Yudhoyono (Ketua Umum Partai Demokrat

Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), tidak ketinggalan menyorot Perppu Cipta Kerja. Menurutnya, Perppu tidak sesuai dengan Amar Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

BACA JUGA:Inspirasi Bisnis, H Badar, Pemasok Ikan Terbesar Sumsel, Konsisten dengan ‘Subuh’

‘’Putusan MK menghendaki pelibatan masyarakat dalam proses perbaikannya.  Sejumlah elemen masyarakat sipil mengeluhkan keterbatas akses terhadap materi UU Cipta Kerja selama proses pembentukannya,’’sebagaimana melansir dari suara.com

Menurut AHY , proses dalam mengeluarkan Perppu Cipta Kerja tidak tepat dan tidak ada rgument kegentingan (kedaruratan) yang tampak dalam Perppu tersebut.

MK sangat jelas meminta agar pemerintah bersama DPR memperbaiki  UU Cipta Kerja melalui proses legislasi yang aspiratif, partisipatif dan legitimate. Pemerintah bukannya berusaha merevisi, justru mengeluarkan Perppu.  

Jika  keadaan dararuat (genting) tidak tampak dalam Perpu itu. tidak tampak perbedaan signifikan antara isi Perppu ini dengan materi UU sebelumnya,” jelas AHY, Senin (2/1).

BACA JUGA:Awas, Keripik Tempe Anti Galau Ini Bisa Bikin Ketagihan

Dalam pandangan AHY, keluarnya Perppu Cipta Kerja adalah kelanjutan dari proses legislasi yang tidak aspiratif dan tidak partisipatif.

“Lagi-lagi, esensi demokrasi diacuhkan. Hukum dibentuk untuk melayani kepentingan rakyat, bukan untuk melayani kepentingan elite. Janganlah kita menyelesaikan masalah, dengan masalah,” tegas AHY.

7. Mirah Sumirat (Presiden ASPEK Indonesia )

Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat menuding Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini hanya akal-akalan  penguasa dan oligarki yang mendanai UU Omnibus Low Cipta Kerja.    

Pemerintah ingin memaksakan diri untuk melaksanakan UU Ciptaker yang sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK.   Hai itu juga merupakan gambaran bahwa pemerintah dan DPR telah gagal merevisi UU Cipta Kerja sesuai anjuran MK tetap tetap ingin dilaksanakan.

BACA JUGA:Tansri : Pembangunan IPAL Sempat Bikin Saya Pusing Tujuh Keliling

‘’Kasarnya, pemerintah ingin memaksakan pemberlakukan UU Cipta Kerja dengan Perpu No 2 Tahun 2022. Ini akal-akal pemerintah,’’ujarnya, sebagaimana melansir dari Tempo.com.

Menurutnya,  isi dari Perpu itu sendiri merupakan copy paste dari isi UU Ciptaker yang ditolak oleh masyarakat termasuk serikat pekerja sebelumnya dan telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

‘’Isi Perppu Nomor 2 Tahun 2022 justru semakin tidak jelas dan tidak ada perbaikan sebagaimana yang dituntut oleh serikat pekerja. Justru dalam Perpu itu banyak hal-hak pekerja disunat dan dihabisi,” paparnya.

Hal itu tergambar dalam isi Perppu yang mengatakan ada poin-poin yang  poin-poin yang dituntut oleh serikat pekerja akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah lagi.

BACA JUGA:Pengembangan Keterampilan Menulis Puisi Menggunakan Sosial Media di Kelas VIII SMPN 1 Betung

’Ini berarti pemerintah akan tetap bisa seenaknya sendiri menerbitkan Peraturan Pemerintah yang seringnya hanya menguntungkan kelompok pemodal atau investor.

”Ini modus yang sudah menjadi rahasia umum. Sejak awal Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja memang didesain oleh dan untuk kepentingan pemodal, bukan oleh dan untuk kepentingan rakyat,” ujarnya.

8. Rizal Ramli (Mantan Menteri Koordinator Bidang Investasi dan Kemaritiman)

Tidak kalah sengit dengan ahali-ahli lain, Mantan Menteri Koordinator Bidang Investasi dan Kemaritiman  Rizal Ramli juga melakukan kritik terhadap Perpu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Bahkan dia dengan Menkopolhukam Mahfud MD  sepat beristegang dan saling menyerang personal.

"Kenapa ngotot banget menabrak konstitusi dan undang-undang?," sentil Rp Rizal Ramli, dikutip dari unggahan twitternya, @RamliRizal (2/1/2022).

Menurutnya, salah satu bagian penting dalam UU Omnibus adalah perpanjangan otomatis konsesi-konsesi tambang selama 20 tahun plus opsi 10 tahun.

"Itulah dagingnya, kalau tidak harus dikembalikan ke negara. Itulah kenapa oligarki suruh doi," tukasnya.

BACA JUGA:NOAH Mau ke Pagaralam, Kelakuan Warga Bikin Bengong

Demi kepentingan pengusaha tambang dan perkebunan, Perppu Cipta Kerja mengurangi hak-hak para pekeja/buruh.  Banyak sekali hal-hak pekerja yang dihilangkan dalam Perppu itu.   Salah satunya pengaturan outsourcing atau tenaga alih daya.

‘’Pada dasarnya Perppu itu mengurangi hak-hak dan fasilitas yang dinikmati buruh.  Ini sangat tidak manusiawi," ucap Rizal Ramli dalam diskusi yang disiarkan secara daring, Senin (9/1/2023).

9. Said Iqbal (Presiden Partai Buruh)

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal meyakini bahwa Presiden Jokowi akan mendengarkan aspirasi kaum buruh dan tak akan memaksakan Perppu Ciptaker tersebut dijalankan.

Said Iqbal justru mengkritik Kementerian Perekonomian yang ia duga merancang Perppu Ciptaker sekadar untuk menyenangkan hati Jokowi tanpa menjelaskan pasal-pasal di dalamnya.

BACA JUGA:Pengembangan Keterampilan Menulis Puisi Menggunakan Sosial Media di Kelas VIII SMPN 1 Betung

"Langkah pertama tentu langkah diplomasi. Partai Buruh percaya dengan Presiden Jokowi tentu akan mendengar karena yang buat ini kan bukan Pak Presiden Jokowi, tapi tim Kementerian Perekonomian," kata Said Iqbal dalam konferensi pers secara daring, Senin (2/1).

Partai Buruh akan menempuh jalur hukum dengan mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika protes Perppu Ciptaker melalui jalur diplomasi tidak berhasil.

‘’Kita akan menempuh jalur hukum jika diplomasi ini tidak jalan.

Kita akan konsultasi dulu dengan ahli tata negara Partai Buruh, Said Salahuddin. Boleh tidak Perppu di-judicial review. DPR putuskan baru sampai undang-undang baru dapat nomor. Kalau sudah dapat nomor kan baru bisa judicial review," ujarnya.

Said Iqbal kembali menegaskan bahwa Partai Buruh meyakini Jokowi akan mendengarkan suara pihaknya yang mewakili kelas pekerja.

BACA JUGA:Awin Jual Sabu Rp 100 Ribu, Kena Ancaman Denda Rp 100 Miliar

Dia berharap langkah diplomasi yang Partai Buruh tempuh berjalan lancar, sehingga pihaknya tak perlu mengajukan judicial review ke MK.

10. Rocky Gerung (Akademisi, Pengamat Politik dan Pemerintahan)

Rocky Gerung menilai terbit Perpu No 2 Tahun 2022 sejak awal sudah bisa diprediksi. Intinya kekuasaan semakin arogan, dalam mengambil keputusan dan membuat aturan.

 ‘’Kekuasaan tidak mungkin akan mengurangi ambisinya saat legitimasi semakin berkurang. Pemerintah yang legitimasinya tergerus maka kelakuannya akan seperti ini,’’ujar Rocky Gerung, melansir dari  Chanel  Rocky Gerung Official.

BACA JUGA:Buntut Tuntutan Ringan, Kejagung Copot Kajari Lahat dan Kasi Pidum, Terima Kasih Pak Hotman

"Jadi, kalau legitimasinya kuat, tak perlu merasa, santai saja. Jadi, karena dia di ujung pemerintah rezim Jokowi dari beberapa kelemahan berlangsung, lalu ingin diperkuat dengan otoriter," lanjutnya.

Oleh karena itu, ia menyampaikan bahwa sikap-sikap semacam inilah yang menunjukkan bahwa Presiden Jokowi sudah lemah sehingga memakai cara-cara seperti itu agar seolah-olah kuat.

Rocky pun memaparkan paham dan pemikiran Machiavellinism.  Menurut Rocky,  alih-alih berusaha melawan balik narasi Rizal Ramli, Mahfud malah sedang membocorkan kebobrokan dalam Istana.

"Kalau kekuasaan itu dihubungkan dengan kejujuran, maka mesti ada oposisi. Nah Pak Mahfud ada di dalamnya, tetapi sebetulnya dia satu-satunya agen masyarakat sipil untuk beroposisi," jelas Rocky.  (yurdi yasri)

Kategori :