Setelah RKUHP disahkan oleh DPR pada Selasa, 6 Desember 2022 yang lalu, memang dalam tahun-tahun yang lalu baru sebatas wacsna, sebab kekhawatiran dampak sektor pariwisata di masa yangakan datang pun mulai muncul.
Namun demikian dalam laman Facebook yang di khususkan untuk pariwisata di Indonesia, terdapat beberapa warganet Australia yang mencoba untuk memahami aturan baru tersebut dan juga bagaimana dampaknya bagi para turis asing.
Beberapa bahkan mengungkapkan akan bepergian dengan membawa surat nikahnya nanti.
Namun adapula orang-orang lain yang belum menikah mengungkapkan bahwa akan pergi ke tempat lain saja bila pengesahan Undang-undang tersebut berarti mereka tidak diperkenankan untuk berbagi kamar hotel dengan pasangan tanpa hubungan nikah mereka.
"Cara yang bagus dalam menghancurkan industri pariwisata di Bali," komen seorang warganet dari Australia, Namun beberapa yang lainnya ada yang setuju bahwa ini merupakan "taktik menakut-nakuti" yang tidak akan mungkin diberlakukan.
Dalam KUHP baru yang memuat sejumlah 600 pasal, pasangan yang belum menikah yang bila tertangkap tangan berhubungan seks bisa diancam penjara hingga sampai satu tahun lamanya.
Kemudian yang tertangkap hidup bersama tanpa hubungan nikah bisa diancam penjara selama hingga enam bulan lamanya.
Komentar para pengkritiknya juga mengatakan bahwa wisatawan juga dapat terjerat.
"Misalnya ada seorang turis asal Australia yang punya pacar atau pacar orang lokal, lalu keluarga atau dari saudara orang lokal itu melaporkan turis asing tersebut ke polisi. Inikan dapat menjadi masalah," ungkap peneliti senior
Human Rights Watch, Andreas Harsono via Australian Broadcasting Corporation (ABC).
Para wisatawan asing diminta untuk tak terlalu khawatir, sebab pihak kepolisian hanya akan menyelidiki kasus tersebut apabila ada anggota keluarga yang melakukan pelaporan, misal orang tua, pasangan sah atau bisa juga anak dari pelaku tersebut.
Namun bila demikian, Harsono menilai hal tersebut tetap berpotensi membahyakan sebab membuka pintu bagi penegakan hukum yang selektif. Hal ini berarti, pasal tersebut hanya bisa diterapkan kepada target tertentu, ungkap Harsono di radio ABC.
"Targetnya kan bisa hotel, mungkin juga wisatawan asing, yang bisa memungkinkan para petugas polisi dapat memeras atau juga politisi tertentu bisa memanfaatkan, seperti undang-undang penistaan agama bisa memenjarakan lawan politik mereka."