JAKARTA, RADAR PALEMBANG - Lonjakan harga komoditas internasional selain memberikan keberkahan juga memiliki dampak terhadap administrasi perpajakan. Ini akan menjadi tantangan bagi negara penghasil komoditas termasuk Indonesia.
Negara-negara penghasil komodita memiliki tantangan yang berbeda karena eksposur terhadap harga komoditas internasional.
Negara-negara komoditas berada dalam situasi yang sangat menantang untuk mengelola anggaran.
Menurut Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara administrasi perpajakan saat ini menghadapi situasi yang sangat menantang.
BACA JUGA:Upaya Pemkab Muba Sikapi BBM Subsidi, Jelang Harga Naik Gelar FGD, Pj Bupati: Jangan Gaduh
Di beberapa negara yang harga komoditasnya sedang naik seperti di Indonesia, perpajakan menikmati windfall revenue yang cukup besar.
windfall revenue adalah keuntungan rejeki nomplok adalah pendapatan yang luar biasa tinggi atau berlimpah, yang tiba-tiba dan/atau tidak terduga.
Wamenkeu menjelaskan tantangan yang dialami negara-negara komoditas seperti Indonesia adalah memastikan dan mengantisipasi volatilitas harga komoditas.
BACA JUGA:Kuliner Enak dan Murah di Palembang, Angkringan Djoeang Hanya Rp3.000 Bisa Kenyang
“Penting untuk tidak terbawa suasana, tetapi penting untuk sangat berhati-hati dengan perkembangan global pada harga komoditas,” kata Wamenkeu Suahasil Nazara, ketika menyampaikan welcome remarks pada The Second Asia Initiative Meeting secara daring, sebagai tertuang dalam rilis pers, Kemenkeu pada Kamis, 1 September 2022.
Pada sisi lain, Wamenkeu mengungkapkan, negara-negara tertentu yang relatif rendah atau bahkan tidak memproduksi komoditas.
Maka tantangannya adalah mengelola pemungutan pajak dan mobilisasi sumber daya dalam negeri.
“Sehingga dapat terus mendukung pertumbuhan ekonomi, pemulihan ekonomi masing-masing negara. Ini adalah waktu yang sangat menantang dan sebenarnya bekerja sama akan sangat penting, akan memungkinkan kita untuk memaksimalkan semua pengetahuan untuk waktu yang akan datang,” ujar Wamenkeu.
Lebih lanjut, Wamenkeu menekankan bahwa kerja sama perpajakan multilateral sangat monumental dan penting untuk terus didiskusikan di bawah G20 dan OECD.
“Dua pilar pajak internasional akan sangat penting bagi semua negara. Saya ingin mendorong pertemuan Asia Initiative untuk melanjutkan diskusi tentang itu,” kata Wamenkeu.
Sebagai penutup, Wamenkeu mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak, seperti Asian Development Bank, Commonwealth Association of Tax Administrators, International Finance Corporation, the Study Group on Asia-Pacific Tax Administration and Research, dan World Bank atas semua dukungan dan komitmen berkelanjutan untuk inisiatif tersebut.
“Saya berharap kami dapat mempertahankan komitmen, strategi penting untuk waktu selama mungkin. Saya ingin mendorong agar diskusi dan kerja sama dapat terus berlanjut,” ujar Wamenkeu.
Sebagai informasi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu menyelenggarakan the Second Asia Initiative Meeting pada 31 Agustus hingga 2 September 2022 di Bali.
BACA JUGA:Pertahankan Kinerja Sehat, BNI Diperkuat Direksi Baru
Acara tersebut merupakan agenda high-level meeting dalam rangka membahas prioritas regional Asia di bidang transparansi perpajakan dan exchange of information.
Acara ini memiliki beberapa tujuan, yakni (1) menindaklanjuti First Asia Initiative Meeting dan Asia Initiative Ministerial Meeting and Signing Ceremony, (2) membahas area kerja yang akan menjadi fokus dan prioritas Asia Initiative, (3) mendiskusikan dan berbagi praktik terbaik mengenai implementasi pertukaran informasi keuangan yang efektif, (4) mendiskusikan pengalaman penerapan program voluntary disclosure program dengan dukungan EOI, (5) membahas upaya membangun kerangka beneficial ownership yang efektif, serta (6) mempromosikan penggunaan EOI yang efektif pada administrasi perpajakan di Asia. (yui)